Alarm digital kamar Ito terus berbunyi, berulang kali. Namun pria itu masih belum sukses untuk bangun dari tidur nyenyaknya. Karena terlalu berisik, adiknya masuk ke kamar dan mematikan alarm tersebut. Menggantikan bunyi bising itu dengan suara tiupan balon pecah.
DUAARRRR!
"DUAR N-MEX!" Teriak Ito yang kagetnya tak lumrah, segera menatap ke sekeliling dengan linglung.
Axel berdiri di depan sebuah jendela besar, menggelengkan kepala pelan dan melempar seragam pada Ito. "Bangun bang!" seru Axel keluar lagi dari kamar Ito yang masih berantakan.
Ito mengusap kedua matanya pelan. Rasanya baru berapa menit yang lalu ia tidur. Ia segera berjalan ke kamar mandi, mandi kecil, cuci muka, sikat gigi, sisir rambut, namun kantong mata setebal daging babi.
Ito menata beberapa bukunya lalu menatap dirinya di cermin lemari. Ia jadi ingat kejadian semalam. Rasanya ia masih di ambang mimpi, merasakan tangan mungil melingkar di pinggangnya seolah jadi bahan guling.
Selanjutnya Ito keluar kamar, membuat secara mandiri roti sandwich lalu berjalan ke halaman rumah untuk segera berangkat. Namun ada satu hal yang ia lupakan.
"Axel, duit jajan lo." Ucap Ito memberikan lembar uang berwarna biru alias nominal 50 ribu rupiah.
Ito segera menancap gas cepat menuju sekolah. Semalam Ito rasanya terlalu lelah sampai tidak sempat untuk membuka lagi ponselnya. Padahal ada berita pahit yang seharusnya Ito tahu sejak malam tadi agar hari ini, ia mampu menahan seluruh emosinya.
Sementara suasana di sekolah sama seperti sebelumnya. Masih ada beberapa yang sibuk merapikan make up karena mau ketemu pacar, atau beberapa lagi yang sibuk menyalin jawaban tugas rumah. Sama seperti Alfattamora. Si sibuk rebahan yang kini sedang beralih profesi untuk sibuk menulis ulang tugas rumah yang tertinggal di rumah.
"Berapa nomor lagi, Ta?" Tanya Sisi yang berdiri tak sabar karena mau mengumpulkan tugasnya ke meja Pak Sholeh.
"Gigit, iwa ayi!(dikit lima lagi)" Ucap Atta yang ngomong sambil makan roti.
"Ngomong apa anjrit!" Seru Icha ikut menulis apa yang Atta tulis.
"Dah! Arigato goceng mamang!" Seru Atta dengan wajah super cengo dan memberikan simbol jempol untuk Sisi yang wajahnya sudah tanpa mood.
"Tumben, Cha, belum nugas?" Senggol Atta dengan sengaja untuk mengganggu Icha.
"Suka-suka gue."
"Mamih gimana? Udah bisa balik?"
"Semalem masih ngigau, panasnya juga masih 38. Mungkin besok balik."
Atta jadi penasaran. "Ngigau apaan?"
Icha mengangkat kedua bahunya. "Apa ya? 'Gantengku gantengku, aduh mantu sayangku...' gitu-gitu deh!" Ujar Icha mempraktekan secara persis yang mampu dibayangkan oleh Atta secara detail.
Layak petir, Atta seolah langsung bergidik geli. Ia segera menarik bukunya dari Icha dengan wajah nonmood.
"Loh anjir gue lagi nyalin!" seru Icha paningeut, alias panik buangeut.
"Salin aja punya Ito!"
Atta berjalan keluar kelas dengan niat membuang sampah. Namun sialnya ia malah berpapasan dengan Ito. Saat memutuskan ke kanan, Ito ke kiri. Saat Atta ke kiri, Ito kanan. Akhirnya keduanya terus bertabrakan dan jadi canggung.
"Gue kanan." kata Ito dengan suara layaknya pencabut nyawa.
Atta hanya mengangguk lalu melanjutkan aktivitasnya. Tak lama setelah itu, Robi seorang murid weird berlari riang dari arah kantor sambil membawa lembaran kertas tugas.
"PAK AJI JAMKOS GUYSSS!" serunya yang langsung disoraki bahagia oleh seisi kelas. Rasanya seperti merdeka setelah sekian lama dijajah.
Begitupun dengan Atta yang ikut bersorak ria karena bisa menghindari mapel yang paling ia benci. Dari jauh ia melihat gerombolan pria dengan rompi yang belum terpasang rapi.
"Ada Ito?" tanya salah satu diantara gerombolan itu pada seorang siswa murid XI A 3, kelas Atta.
Tanpa dipanggil pun, Ito langsung keluar dan mengikuti gerombolan itu tanpa menghiraukan Atta yang berada di sampingnya. Atta jadi khawatir. Apa Ito akan di labrak atau mungkin dimintai duit karena Ito adalah orang kaya? Namun rasa penasaran Atta terpotong karena Icha menariknya untuk masuk ke kelas.
Sementara Ito disana seolah berpura-pura tak kenal. Ia baru membuka ponselnya dan mendapat berita yang benar halnya membuat seluruh emosinya memuncak.
Gerombolan itu membawanya pada markas Leonidas yang dekat dengan sekolahan namun terpencil hingga tak ada yang mengetahui. Mereka keluar lewat gerbang belakang dan sampai disebuah tempat yang tertutup oleh parkiran motor dan barang-barang gudang yang tidak muat masuk di tempat penyimpanan.
Ito melangkah pelan memasuki ruangan. Ia melihat Aksa dengan geramnya menahan emosi sambil melempar ponsel ke tanah. Rahang lelaki itu saling bergetar. Seorang pria yang tak mampu menahan emosi, kini malah dipancing seperti ikan hiu.
"Siapa diantara kalian yang accept pertemuan sama SMK Wibawa?" bisiknya dengan suara selembut mungkin walau sedikit goyang.
"NGAKU BANGSAT GAK USAH CEPU LO SEMUA!!" Teriak Aksa menendang meja di hadapannya dengan cukup kencang.
Salah satu teman seangkatan Ito berusaha maju untuk menjelaskan, namun Aksa sang raja marah itu justru menarik kerah seragam adik kelasnya dan menatap lekat kedua bola mata pria itu.
"M-malam itu, k-k-kami g-ga—"
"NGOMONG YANG JELAS ANJING!" seru Aksa melayangkan pukulan pertamanya dengan mantap ke wajah pria tadi.
Namun sepertinya pria itu tidak berani lagi melanjutkan kalimatnya. Barangkali Aksa malah menghabisi nyawanya dan membuang jasadnya ke laut lepas.
Ito sedari tadi hanya menyaksikan. Membiarkan pria gila seperti Aksa menumpukkan seluruh amarahnya hingga tak lagi tersisa.
"GARA-GARA ORANG CEPU MACAM LO SEMUA, AUSTIN SEKARANG DIKURUNG SAMA GENG WIBAWA! Haha, kalian merasa hebat udah jadi orang yang bisa jatuhin Austin? MERASA HEBAT KALIAN? MANA YANG MERASA HEBAT MAJU LO HADAPAN SAMA GUE!" Aksa melempar pria tadi dan kembali menatap seluruh anggota Leonidas dengan mata penuh amarah.
"Leonidas bukan diciptakan untuk menindas." Ucap Ito yang tak tahan lagi menatap amarah Aksa.
Kedua mata Aksa yang berkaca teralihkan pada Ito. Berharap agar Ito juga membelanya. "To, Lo jangan ngomong ga jelas, To! Ini menyangkut Austin, To! AUSTIN KEMANA GUE GATAU, TO!!" seru Aksa yang jarinya tak tahan untuk menarik kerah Ito.
"Diam. Tenangin diri lo, baru kita mulai." Ucap Ito yang dengan segera langsung membuat Aksa tak bisa memilih pilihan lain selain berniat melayangkan pukulan pada Ito.
Namun Ito sudah banyak berlatih bela diri. Ito menendang lutut Aksa dengan cukup kuat. Pertahanan Aksa runtuh seketika. Tanpa kata-kata Ito mengawali pembicaraan, membiarkan Aksa diam untuk sejenak.
"Malam ini, kita cari dimana Austin. Sekarang, balik ke kelas. Rapikan pakaian kalian semua. Jalan seolah ga terjadi apa-apa. Dan lo, bilang sama guru kalau lo habis ditabrak foodtruck pagi tadi." Jelas Ito mengakhiri pertemuan dan menunjuk seorang pria yang hidungnya mimisan karena pukulan Aksa.
Ito mengulurkan tangannya pada Aksa. Sudah setahun ini dia memahami Aksa yang serba panik kalau kehilangan Austin-nya.
"Ayo pulang." Ajak Ito disertai persetujuan dari Aksa.
Walaupun dengan wajah yang tenang, namun seluruh amarah Ito tergambar jelas dengan urat-urat di lehernya. Kakak kelas seperti saudara kandung yang ia jaga selama ini, malah hilang kabar dan dipermainkan oleh sekolah lain.
*tbc
Jangan lupa bintang dan komennya ya guys! Lv u all💜
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTERITO - On Going
Teen Fiction"Cinta pertama itu bukan orang pertama yang kamu pacari, tapi orang pertama yang mampu melihatmu tanpa jaim dengan nyaman." -Austin Nicholas - Gara-gara menyatakan perasaan secara terang-terangan, Atta jadi buronan gengster SMA Tjraka. Selain diinca...