Ito menghisap rokoknya dengan mantap. Setelah frustasi karena patahnya hati kesekian kali, ia akhirnya memilih untuk kumpul bersama Leonidas di pos penjagaan yang jauh dari kerumunan orang.
Malam itu ia hanya ingin memeluk angin. Sudahlah. Lagipula sekeras apapun ia berusaha, sahabat tetap lebih penting daripada sebatas kekasih.
"Ngopi lur ngopi," ucap salah satu anggota Leonidas dari angkatan kelas XII, menawarkan kopi pahit yang disajikan dengan air mineral dalam gelas.
"Tuhan tolong, jaga dirinya disanaa~" salah satu lagi menyanyi sambil memeluk sapu yang disediakan di pos jaga.
Akhirnya kumpulan lelaki itu menyanyi dengan nada ngawur. Menyenangkan. Lumayan untuk mengalihkan perasaan yang sedang kacau balau.
Jam di tangan Ito menunjukkan pukul setengah satu malam. Pria itu memutuskan untuk pergi ke tenda duluan, setelah menghabiskan beberapa batang dan segelas kopi. Ito merapikan rambutnya dengan jari. Sepertinya sudah jadi kebiasaan. Apalagi kini rambutnya mulai tumbuh lebih lebat.
Tatapan Ito langsung tertuju pada Atta yang masih menatap langit di depan tenda wanita. Padahal Ito sangat yakin bahwa suasana malam itu sudah cukup gelap. Tenda pria pun sudah tertutup rapat, menandakan warga kebo sedang tertidur pulas.
Melihat kedatangan Ito, Atta langsung berdiri. Dengan mata merah, Atta berusaha sebaik mungkin memberikan senyumnya.
"Ito darimana aja?" Tanya Atta mengedipkan mata berulang kali karena mengantuk.
"Jalan-jalan."
"Malam-malam gini? Emang gak nyasar? Kan gak ada GPS.."
"Pake otak. Makanya pintar."
Atta merengut. "Ish, Ito! Atta nungguin tahuu!"
Ito mengurungkan niatnya untuk masuk tenda dan menatap Atta. Kenapa gadis itu mau menunggu sampai selarut ini?
"Atta takut Ito masih marah sama Atta. Jadi Atta belum bisa tidur. Tadi Atta tungguin Ito dari toilet, tapi gak dateng-dateng. Yaudah.."
Ito diam sejenak. "Gue gak marah. Udah lo tidur, mata lo udah kayak pecandu narkoba gitu."
"Serius Ito gak marah? Janji?"
Atta menjulurkan jari kelingkingnya pada Ito. Pria itu awalnya tak mengerti sampai mata Atta memberi kode untuk memberikan janji kelingking.
"Iya, janji. Dah, ya. Tidur." Ito meninggalkan Atta yang masih ribut sendiri.
"Yeyy, beneran yaa, To?? Makasih Itooo! Ganteng deh!"
Tak lama suara ribut Atta tak lagi terdengar. Ito menutup mata dengan lengannya. Ia memang tak cukup mampu menyembunyikan rasa senangnya. Namun di saat patah begini.
***
"Cek udah dibawa semua kan, To?" Atta mengecek ulang tas yang digendong Ito yang merupakan bagian ceklist perlombaan mencari harta karun.
"Aduh, Atta gak bawa minum, To!"
"Ambil di tas gue. Di tenda pojok kanan belakang. Ada stiker singanya. Lo cari aja disitu."
Atta langsung mengiyakan. Ia dengan segera berlari menuju tenda pria dan melakukan sesuai perintah Ito. Setelah menemukan tas sesuai kriteria Ito, Atta segera membuka layaknya razia tas. Rupanya tempat minum Ito diletakkan di belakang, ruang paling besar dalam tas gendong.
Saat tangan Atta menyentuh dasar tas, ia meraba sebuah benda yang membuatnya penasaran. Bentuknya persegi panjang, sepertinya bisa dibuka. Atta meraih benda tersebut karena iseng. Dahinya mengkerut, bingung. Kenapa benda semacan itu ada di tas Ito?
"Ta, cepetan!" Seru Ito dari jauh, langsung disusul oleh langkah cepat Atta.
Setelah mendengarkan berbagai macam peraturan, akhirnya keduanya paham. Bahwa untuk mencari harta karun ke hutan-hutan ini perlu tingkat keamanan tinggi, dan jangan banyak main-main. Juga jangan lupa berdoa karena memasuki wilayah gunung yang cukup berbahaya.
Setelah waktu pencarian di mulai, Ito dan Atta segera mencari panah-panah sesuai peraturan katakan. Kedua mata Ito nampaknya sangat serius. Padahal game semacam ini hanya sebatas penghangat suasana kemah saja.
Atta jadi teringat mengenai benda dari tas Ito yang ia temukan tadi. Setahu Ito peraturan tidak merokok di sekolahnya itu cukup ketat. Dan hanya anak-anak tertentu saja yang berani merokok. Apalagi ini adalah acara kemah dua angkatan. Siapa lagi yang berani melakukan itu kalau bukan geng Leonidas.
Atta ragu untuk bertanya. Barangkali hal itu akan merusak suasana hari ini.
"DAPET TA!" Seru Ito saat menemukan bendera merah dengan pita putih.
Atta terbangun dari bengongannya. Ia masih setengah sadar dan belum paham mengapa pria itu bersorak ria.
"Ta, gue dapet harta karunnya!"
"O-oh oke. Ayo cari lagi. Bagus, To. Hehe." Atta terlihat sangat canggung. Hal itu membuat Ito jadi bertanya-tanya. Apa ada yang ingin Atta tanyakan namun ragu?
Ito pun memperlambat jalannya. Membiarkan Atta mencairkan pikiran. Barangkali setelahnya gadis itu langsung mengucapkan apa yang ingin ia ucapkan.
"To,"
Ito langsung memberhentikan langkahnya. "Iya, Ta?"
"Gapapa. Manggil aja. Hehe."
Canggung lagi.
Atta berusaha berbicara. Namun entah mengapa bibirnya membeku, tak berani mengucapkan. Setelah dipikir-pikir pun saat Atta tak sengaja ketemu Ito di kafe dengan Austin dan Leonidas lainnya, Ito tak terlihat seperti siswa yang dibully atau semacamnya. Kemudian foto masa SMP Ito dengan Aksa dan Austin, masa iya di SMA Ito tak ikut Leonidas? Namun, sepertinya orang ambis seperti Ito tak perlu masuk Leonidas. Apalagi sampai kumpul malam dan sebagainya. Yang Ito suka kan hanya belajar. Jadi itu merupakan alasan kuat kenapa Ito tak ikut Leonidas. Tapi... Atta tetap ragu.
"Ito, Atta mau jujur. Maaf ya,"
Wajah Ito berubah total jadi agak masam. "Iya."
"Tadi waktu Atta cari tempat minum di tas Ito... Atta nemu bungkus rokok. Isinya juga udah luang beberapa. Apa Ito ngerokok?"
Ito diam sejenak. Bingung harus menjawab jujur atau bohong. Tapi apabila harus jujur, maka terbongkar sudahlah jati dirinya sebagai anggota Leonidas. Sementara ia tak ingin dicap anak geng nakal atau sebagainya.
"Oh itu.. punya bokap gue." Bibir Ito dengan ringannya berbohong.
"Hah?"
"Tas yang gue pake buat kemah itu, tas bokap. Dia ngerokok. Mungkin lupa masih nyimpan bungkus rokok di tas gue. Dia emang suka gitu. Sorry," Ito langsung membalikkan badan dan melanjutkan jalannya. Syukurlah otak tampannya segera memberikan respon alasan untuk berbohong.
Atta mengikuti langkah kaki Ito dengan perlahan. "Boleh tanya lagi?"
Ito mengangguk. Walau jantungnya cukup berdebar.
"Ito gak ikut Leonidas?"
Ito diam. Otaknya sedang berusaha kalem agar tidak terlihat bohong.
"Memangnya kenapa? Apa kalau gue ikut, jadi masalah besar?"
"Eh, enggak, sih. Cuma, Atta gak suka."
"Kenapa? Bukannya lo suka sama Aksa?"
"Kalau bisa, Atta gak mau Kak Aksa jadi anak Leonidas. Yang tiap hari cuma kumpul malam, keliaran, minum di kafe sambil ngerokok atau ngevape. Atta gak suka."
"Terus? Kenapa masih suka Aksa?"
"Atta suka Kak Aksa sebagai sosok yang penyayang. Walau dia ikut geng—"
"Kalau gitu lo gak bisa menyukai orang sebatas cover doang, Ta."
Ito mempercepat langkahnya. Awalnya Ito pikir Atta berbeda dari orang lain. Ito pikir Atta mungkin tak akan menganggap Leonidas setengah mata. Tapi rupanya, gadis itu dan guru BK sama saja. Tak ada yang mengerti keluarga kedua sebelum hancurnya keluarga sesungguhnya.
*tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTERITO - On Going
Teen Fiction"Cinta pertama itu bukan orang pertama yang kamu pacari, tapi orang pertama yang mampu melihatmu tanpa jaim dengan nyaman." -Austin Nicholas - Gara-gara menyatakan perasaan secara terang-terangan, Atta jadi buronan gengster SMA Tjraka. Selain diinca...