5. Mata-mata

1.3K 71 0
                                    

Ito berjalan memasuki kafe dengan tangan di saku kanan celananya. Austin berjalan mendahuluinya untuk mengambil ponsel yang masih disambung dengan powerbank.

"Eh, To! Cewek tadi sepertemanan lu ya?" seru Aksa dengan surat cinta yang masih ia genggam.

Ito hanya diam, membiarkan Aksa melanjutkan pernyataannya. "Gua tadi pagi liat lu dihukum berdua. Pacar lu jangan-jangan? Hahaha.." Suara tawa anggota lain ikut menyorot pada Ito.

"Liatin gua mulu aja, lu." Jawab Ito dengan santai dan mengambil bungkus rokok yang tergeletak di meja.

Ia membakar ujung batang rokoknya lalu menghisap pelan.

"Gua mau kenal dia lebih jauh. Better lu jadi pusat informasi gua. Deal?" tawar Aksa melirik dengan mata yang tak bisa memberikan celah pada Ito untuk menolak.

"Terserah."

Aksa mendekat pada Ito lalu merangkulnya. "Emang lu paling kesayangan Leonidas!" serunya dengan wajah sumringah.

Sementara itu, keempat gadis yang berhasil menyatakan cinta, justru sedang nongkrong di warung bakmi. Atta tak berhenti tersenyum sambil memandangi foto Aksa yang memegang piala perlombaan voli.

"Ganteng banget calon imamkuuuu..." ucap Atta terlihat gemas.

"Apaan sih lu, dijawab aja belum sama Kak Aksa." cetus Icha meniup bakmi yang masih panas.

Atta memajukan bibirnya lima senti. "Yaaa tapikan, kepala aku udah diusap-usap bebeppp..." jawabnya dengan nada manja yang cukup khas.

"Bebep ndasmu gelundung!"

Ajeng menurunkan ponsel di genggamannya, "Tapi bener juga, Ta. Dia masih gantungin lo. Jangan mau Ta, lo bukan jemuran!" serunya menunjuk Atta dengan ponsel.

"Kalau dia sudah punya gebetan lain, gimana Ta?" tanya Aretha sambil ngaca di ponselnya.

Atta terdiam. Tiba-tiba harapannya mengenai Aksa jadi pupus.

"Bukan itu, sih masalah utamanya. Gimana kalau dia malah ilfeel?" ucap Icha mematahkan kerupuk jadi dua seolah menggambarkan hati Atta.

DUARRRR!

Rasanya petir bagai menyambar segenap perasaan dalam hati Atta. Gunung cintanya yang semula mengisahkan pangeran Aksa dan putri Atta seolah tiba-tiba buyar karena kata 'ilfeel'. Dalam benaknya seperti dihujani air membeku yang menusuk hingga ke paru namun tak berdarah.

"Maafkan aku, Putri Atta! Aku ilfeel denganmu!" teriak Pangeran Aksa dengan tangan yang semakin lama semakin pudar.

"SADAR TA!" teriak ketiga temannya membangunkan Atta dari khayalannya.

"Maaf, guys." Jawab Atta singkat, mulai mengaduk-aduk bakmi dengan tidak jelas seirama dengan suasana hatinya.

"Yakan gua bilangnya mungkin aja!" seru Icha menenangkan Atta.

"ICHA GA BILANG GITU YA!" Atta berdiri dari kursinya untuk mendramatisir amarahnya, namun tatapan Icha masih datar.

"Yaudah Atta salah."

"Lu ga salah juga sih," ucap Aretha dengan muka serius.

"Cowok yang ngasih saran kemarin bukan sih, gara-garanya?" lanjut Aretha mengajak temannya mengingat kejadian waktu lalu.

"Ito maksud kamu?"

"Iya, mungkin kalo dia ga menyarankan lu buat ungkapin perasaan, ga akan jadi gini!"

"Udah sih, lagipula kita belum tahu juga jawaban Kak Aksa apa. Setahu gua juga Kak Aksa bukan tipe orang yang gampang ilfeel. Buat gua yak, bakminya!" jelas Ajeng menarik senyum simpul dan melahap dengan sigap makanan Atta.

Walaupun tak sepenuhnya kembali, perasaan Atta masih cukup berdebar. Ia masih merasa di ambang yang tidak jelas bagaimana nasibnya esok.

***

Ito mengeluarkan buku fisika tebal dari tasnya. Setelah tidur lebih awal karena kelelahan, ia akhirnya merasa bosan di jam terlalu pagi untuk para murid berangkat sekolah. Ito memutar-mutar pulpennya sambil mengerjakan soal yang merumitkannya.

Tiba-tiba kepala seorang gadis dengan rambut terurai muncul dari balik pintu kelas. Sosok yang tak asing, yang selama ini menjadi penyemangatnya untuk terus belajar.

"Serius banget sih, To?" seri gadis itu berjalan masuk dengan wadah makanan berisi sandwich.

Ito menarik senyum di ujung bibirnya, menarik kotak makan tersebut lalu membukanya. "Enak nih?" katanya berekspresi sangat senang.

"Sama-sama pak bos." Sindir gadis cantik dengan nametag 'Chantika Ratu Arasyi'.

"Semalem balik jam berapa?" tanya Ratu pada Ito yang makan sambil membuka-buka halaman bukunya.

"Jam 11, makanya gua berangkat pagi hari ini." Ito mengambil botol minumnya di tas, sembari minum beberapa tegukan, ia teringat dengan buku Indonesianya yang tertinggal di rumah.

"Eh, bentar. Buku Indo gua ketinggalan. Gua balik dulu, thanks buat sarapannya." Ucap Ito tersenyum dan berjalan cepat keluar kelas.

Jauh dari Ito yang sudah diisi dengan kebahagiaan pagi, Atta justru mendapat hari yang cukup sial. Karena kehabisan gas di pagi hari, Bunda Atta jadi tidak masak untuk pagi ini. Atta akhirnya berangkat dengan perut dan otak sama-sama kosong.

Sampai di gerbang belakang, Atta bersalaman dengan ayahnya dan segera masuk gerbang. Ia berjalan pelan dengan wajah murung karena tidak mendapat nasi goreng pagi favoritnya. Namun selagi ia berjalan menyusuri parkiran yang masih sepi, ia merasakan seperti ada langkah kaki yang mengikutinya. Atta lalu memberhentikan langkahnya. Ia menengok ke belakang dan menemukan segerombolan pria yang tak ia kenal sedang berdiri dengan baju yang berantakan. Salah satu di antaranya tersenyum jahat.

Atta memutuskan untuk mempercepat langkahnya namun, seluruh pria itu ikut mempercepat langkah layak kejar-mengejar. Ia mendengar salah satu pria di gerombolan itu memantulkan bola tenis ke lantai dengan cukup kencang, seperti akan memburunya..

Atta akhirnya terus berlari tanpa melihat ke belakang. Ia memejamkan mata berharap semua yang ia lalui sekarang hanya mimpi.

BRUUUKK

Ia merasakan badannya menabrak badan tegak nan tinggi dengan sangat kencang. Sosok tersebut memundurkan kaki kanannya untuk menahan dorongan Atta sementara tangan kanannya meraih punggung Atta dengan relfeks.

Atta memejamkan matanya dan mencekram erat seragam orang di hadapannya.

"Kenapa?" tanya suara berat yang tak asing di telinga Atta.

Atta menenggakkan kepala dan berkedip beberapa kali menatap kedua mata Ito yang berekspresi datar.

Atta cengir. "Hehe, Ito.." bisiknya masih menatap wajah datar Ito.

Ito membetulkan posisi Atta lalu berdiri kembali dengan tegak. "Ito, tadi ada cowok-cowok ngikutin aku! Ito, Atta takut, Tooo!" kata Atta masih tak melepaskan cengkraman erat dari seragam Ito.

Ito mengedarkan pandangannya. Menemukan sosok teman satu gengnya yang sedang bersembunyi di balik dinding besar. Ia menghembuskan nafas dengan tatapan kesal yang dibalas senyum peace oleh teman-temannya.

Ito menarik tangan Atta dengan kasar untuk segera lepas dari bajunya. "Yaudah. Sekarang udah ga ada. Mungkin lu cuma halu. Minggir, gua ada urusan."

Namun Atta justru menghalanginya untuk pergi. "Gaboleh!"

"Apaan sih? Minggir."

"Gaboleh! Temenin aku dulu sampai aman!" teriak Atta dengan suara nyaring.

"Ya, sekarang juga udah aman." Ito menggeser tubuh mungil Atta dan segera berjalan ke parkiran untuk mengambil motornya.

"GABOLEH ITO!" kini Atta naik dengan paksa ke motor Ito.

"Pokoknya Ito boleh perginya sama aku! Nanti kalau ada yang jahat ke aku gimana?!" lanjut Atta.

Ito menghembuskan nafasnya dengan berat, "Ini helm. Pakai, biar ga ditilang polisi." Ito menyodorkan sebuah helm dan mulai menjalankan motornya untuk pergi.

*tbc

ALTERITO - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang