18. Lucu

860 68 5
                                    

Ito mendekatkan dirinya beberapa langkah. Mengunci jarak antaranya dan Atta. Wajahnya seolah tiba-tiba jadi serius.

"Lo janji jangan bilang siapa-siapa ya."

Atta mengangguk.

"Sebenarnya selama ini gue jadi bawahan Austin dan disuruh kerjain semua tugas rumah Austin." Ujar Ito membohongi Atta.

Atta kaget. Rasanya image Austin yang selama ini cukup baik jadi runtuh. Atta jadi turut prihatin pada Ito. Ia pikir, Ito adalah sosok yang memiliki kekuatan di mata kakak kelas, apalagi Ito berteman dekat dengan Aksa.

Ito berdehem. Menghancurkan konsentrasi Atta yang masih sibuk memikirkan perjuangan Ito selama ini. Karena Atta tidak memberikan respon apapun, Ito akhirnya memilih untuk masuk kembali ke kafe. Ia segera memberi kode pulang pada Austin, apalagi kini posisinya sedang tidak aman. Kedua matanya juga sudah menemukan sosok Icha dan sekawanannya menatap kepadanya.

Ito bersegera berjalan ke parkiran. Ia melihat Atta masih di posisi sama dengan jari di tangan kanan yang menopang dagu.

"Udah jangan bengong mulu," Sapa Ito kembali menghancurkan lamunan Atta.

"Ito!" Panggil Atta, tak menghiraukan sapaan Ito sebelumnya.

Ito menghentikan langkahnya lalu berbalik untuk menatap Atta. Tatapannya memberikan jawaban 'Apa' dengan datar.

"Atta mau jadi teman Ito!" Seru gadis itu menunjuk Ito dengan jari telunjuk.

"Hah?"

Atta melangkah pada Ito. Ia mempercepat langkahnya sampai berlari dan tak mengubah tatapannya sedikitpun. Suasana semacam ini membuat Ito De Javu. Rasanya seperti ia pernah merasakan hal semacam ini sebelumnya. Dengan tunjukan yang sama, suara yang sama, dan tentunya gadis yang sama.

Atta sampai di hadapan Ito. Masih berusaha mengatur nafasnya. Hal itu membuat jantung Ito berdebar cukup kencang. Dirasakannya seperti seluruh oksigen dalam kantung paru-parunya terkuras habis hanya dengan melihat kedua mata Atta yang serius. Ito berkedip beberapa kali, berharap yang ia lakukan sekarang hanya mimpi belaka.

Atta tersenyum.

Deg.

Detik itu juga seluruh pertahanan Ito runtuh. Rasanya seperti sukses sudah Atta membuat dirinya berhenti berdetak.

"Aku mau jadi teman kamu. Aku gak akan biarin kamu ditindas kayak gitu!" seru Atta menyadarkan jantung Ito agar tetap berdenyut.

"Maksudnya?"

"Kemanapun, kapanpun, bagaimanapun, atau bahkan apapun yang terjadi, Ito harus cerita sama Atta. Seburuk apapun itu, Atta bakal jadi orang pendengar pertama yang akan selalu ada buat Ito."

Ito terdiam di tempat ia berdiri sekarang. Entah mengapa suasana sepi hari itu membuat Ito makin merasakan hal yang tak seharusnya ia rasakan.

Ucapan sama yang pernah ia dengar sebelumnya, kini ia dengar lagi dari gadis yang berbeda. Entah mengapa kalimat sama itu membuat Ito jadi muak. Setelah kembali mengingat Ratu yang mengkhianati persahabatannya karena pria lain. Akhirnya Ito memilih menganggurkan pernyataan Atta dan berjalan pergi ke tempat motornya diparkirkan. Meninggalkan Atta masih di titik yang sama, sendirian.

***

Malam itu Ito selesai membasuh ujung rambut sampai telapak kaki dengan air hangat. Hujan juga sudah mulai sering turun padahal baru awal bulan September.

Ia meneguk segelas kopi yang sudah disiapkan pembantunya di meja belajar. Walaupun kadang Ito lebih suka minum susu, namun hari ini kepalanya terlalu pening hingga butuh sesuatu yang pahit. Ia kemudian mengambil buku dari lemari dan membaca beberapa bagian halamannya. Ito lebih suka membaca buku motivasi atau referensi mengenai kehidupan daripada novel atau semacamnya.

ALTERITO - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang