26. Saingan

475 39 5
                                    

Ito membaca materi berulang kali. Selagi menunggu Atta yang cukup lama di toilet. Tiba-tiba ia jadi kepikiran soal ucapan Atta barusan.

Benar juga, bahwa ia merindukan keluarga lamanya. Ia juga rindu persahabatan yang cukup mengesankan seperti saat itu.

Ding dong ding ding dong

Ponsel Atta berbunyi. Syukurlah gadis itu tidak membawa ponsel ke toilet, sehingga Ito bisa mengintip panggilan yang sampai pada ponselnya.

'Kak Aksa'

Ito mengernyitkan dahinya. Kenapa juga pria macam Aksa harus mengganggu waktu belajar gadisnya. Eh, salah. Maksudnya adalah calon gadisnya. Ito melirik ke arah kamar mandi. Nampaknya Atta juga masih lama untuk keluar. Ia memutuskan untuk mengangkat panggilan dari Aksa. Iseng saja, sih.

"Halo? Atta?" suara di seberang sana terdengar sangat lembut.

"Apa?"

"Hah? Siapa nih?"

"Gue, Saveri Alterito."

Terdengar cekikikan kecil Aksa seolah menertawakan kelakuan konyol Ito sekarang. Pria itu mengumpat beberapa kali.

"Anjing anjing, ngapain sih lo?"

"Pacaran."

"Hah?"

"Kenapa? Marah lo?"

Tak ada jawaban. Sepertinya jawaban Ito seolah dapat dengan mudah dipercaya Aksa. Walaupun kenyataannya tak seindah itu.

Kemudian Ito mendengar suara kunci kamar mandi terbuka. Ia segera mematikan panggilan itu dan mengembalikan ponsel Atta ke tempat semula.

Ia langsung kembali mengubah raut wajah menjadi jutek dan segera melanjutkan belajarnya dengan Atta. Sayangnya gadis itu bahkan tak curiga sedikitpun.

Beberapa jam berlalu. Hari pun mulai gelap. Atta akhirnya memutuskan untuk pamit dan menunggu ojek online menjemput. Langkahnya seirama dengan Ito yang mengantarnya sampai gerbang.

Tak lama mata kedua insan itu tersilaukan dengan sinar mobil yang menyorot persis ke arah mereka. Raut muka Ito jadi berubah serius. Mobil itu pun parkir di depan gerbang rumah Ito.

Pria dengan jas hitam dan dasi merah berlarik hitam segera turun dan tersenyum ke arah Ito. Namun nampaknya Ito tak berniat menjawab senyum itu sedikitpun.

Atta mempersempit jarak dengan Ito untuk berbisik. "Psst, siapa itu, To?". Namun Ito justru menarik badan Atta dan merangkulnya. Pria itu menarik senyum dengan paksa ke arah bergantian antara pria tadi dan Atta.

"Sayang, ini papah aku. Cowok brengsek yang hobinya cuma kerja." Ucap Ito menatap Atta dengan senyuman yang jauh berbeda dari apa yang Atta kenal.

Pria di seberang sana nampak menatap Ito dengan heran. Terlebih lagi ucapan Ito sukses membuat remuk hatinya. Ayah Ito sendiri tidak pernah mengizinkan Ito untuk membawa pacar ke rumah. Namun kini lelaki tengil itu justru seperti membalaskan seluruh emosinya yang selama ini ia tahan.

"Ngapain kamu?" tanya Ayah Ito dengan wajah serius.

"Ini pacar aku. Dulu juga Papah pernah bawa cewek ke rumah kayak gini kan?"

"JAGA OMONGANMU ITO!"

"SIKAP LO JUGA HARUS DIJAGA! Jangan mentang-mentang udah lebih tua dari gue, lo bisa seenaknya kasih contoh gak baik ke anak! Gue tau lo kerja, tapi dari apa yang gue lihat, lo bukan kerja. Lo cuma main sama cewek lo yang mungkin sekarang udah lo nikah siri." Jelas Ito menaikkan nada bicaranya.

"SAVERI ALTERITO!"

"GAUSAH TERIAKIN NAMA GUE! Mulut Papah bahkan terlalu sampah buat bicara hal semacam itu. Ayo, Ta. Cancel ojeknya, gue anter lu pulang." Ito segera menarik tangan Atta dan dengan cepat mengeluarkan motornya untuk segera pergi dari tempat mengerikan ini.

Kepala Ayah Ito jadi pening rasanya. Seharusnya di waktu seperti ini, ia bisa menenangkan diri di rumah. Namun rupanya rumah tak pernah menjadi tempat yang baik sejak kesalahan itu.

***

Atta merebahkan tubuhnya di kasur empuk bernuansa peach. Kedua matanya menatap langit-langit kamar sambil berpikir seribu hal. Sepanjang perjalanan tadi juga Ito jadi tak banyak bicara. Pria itu juga sepertinya cukup tergesa-gesa dalam menjalankan motor. Atta jadi penasaran. Mengapa Ito bisa sebenci itu terhadap Ayahnya sendiri. Terlebih sampai menggunakan kata kasar tanpa aturan.

Atta mendesah kecil. Rasanya banyak hal tentang Ito yang memang ia tidak pahami. Ito jauh berbeda dengan Aksa. Ia paham bagaimana ia bisa mengenal Aksa sangat jauh hanya dalam satu bulan. Tapi ternyata sesulit itu untuk memahami pria seperti Ito yang padahal hanya pendiam.

Sementara Ito tanpa banyak pikir langsung bergegas menuju tempat nongki malam ini bersama Leonidas. Pikirannya yang sedang kacau selalu sukses membawanya kepada pelukan hangat Leonidas.

Sesampainya disana, ia melepas helmnya dan berjalan cepat menuju salah satu meja yang sudah cukup ramai. Kedua matanya berpapasan dengan mata Aksa. Entah harus muak karena menjadi saingannya, namun Ito memilih berdamai sehari dengan Aksa. Bagaimanapun, setidaknya ia tidak boleh menghancurkan suasana nyaman Leonidas hanya karena cintanya.

"Kenapa muka lo?" Sapa Austin yang baru selesai memesan beberapa kopi.

Ito hanya menggeleng. Ia mengambil sebatang rokok dari sebuah bungkus rokok milik bersama yang diletakkan di atas meja. Ia membakar ujung rokok itu lalu menghisapnya pelan dan menghembuskannya ke udara. Ia memijat keningnya beberapa kali. Setelah dipikir-pikir, yang dia lakukan memang salah. Apalagi di depan Atta.

"Katanya habis pacaran, kok lesu?" tanya Aksa menyenggol lengan Ito dengan sengaja.

"Gue gak pacaran. Percaya aja lo." Jawab Ito tanpa menatap Aksa sedikitpun.

"Oh. Masalah bokap lagi?"

Ito diam. Tak menggubris pertanyaan Aksa. Yang ia inginkan saat ini hanya tenang bersama rokoknya dan membicarakan hal lain yang lebih berguna.

Austin menepuk kedua tangannya beberapa kali. "Guys, gue udah buka kerja sama bareng Geng Tius. Mereka bilang bakal jaga wilayah dekat stasiun. Katanya juga, mulai sekarang mereka yang akan jaga stasiun dari bahaya preman dan pencopet."

Seketika tepuk tangan bergemuruh mengisi seluruh ruangan. Terlebih kafe malam itu cukup sepi ketimbang lain hari. Jadi semua pasang mata seolah menatap ke arah Leonidas dengan bingung.

Aksa menggeserkan secangkir kopi hitam miliknya pada Ito. "Ngopi dulu, bray." ucap Aksa menaikkan sebelah alisnya.

Dari apa yang Ito hadapi malam itu, ia bersyukur bahwa Aksa tidak seegois waktu dulu. Nyatanya pria itu memang jauh menjadikan teman beberapa derajat di atas pacar. Ito pun salut dengan sikap Aksa yang bisa membedakan mana situasi pacaran dan mana situasi berteman. Baginya malam itu yang dibutuhkan hanya rangkulan hangat teman.

"Austin sesayang itu ya sama Leonidas," kata Aksa sambil meletakkan ponselnya ke meja.

"Bukannya emang seharusnya?"

"Gue pikir dia bakal berhenti urusin masalah geng setelah sadar sama kesibukan kelas 12. Tapi nihil."

"Gue rasa dia cuma belum nemuin orang yang tepat buat jaga buah tangannya untuk kedua kalinya." Ito mematikan rokoknya dan berjalan ke toilet untuk panggilan alam kecil.

Setelah selesai menyelesaikan urusan alamnya, Ito berdiri di depan cermin sambil memandangi dirinya. Seperti melihat pecundang, Ito ingin meninju kaca itu berulang kali. Rasanya ia seperti daun yang terbang tanpa arah. Ia terus merasa salah atas apa yang terjadi pada keluarganya.

*tbc

ALTERITO - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang