23. Kisah Setahun Lalu

491 41 0
                                    

Kejadian mengerikan itu terjadi setahun yang lalu. Tepat beberapa hari setelah MOS. Sosok Ito yang menutup diri dari lingkungan, membuat Austin tidak tega dan berusaha bagaimanapun caranya untuk menarik pria itu dalam Leonidas.

Ratu pernah menjadi primadona anak voli perempuan. Apalagi manis dan cantiknya yang menjadi idaman banyak pria. Begitupun dengan bagaimana Aksa rasakan. Ia jadi tertantang untuk mendekati gadis itu dan memilikinya sebagai kekasihnya.

Akhirnya setelah beberapa kali mencari tahu tentang Ratu, Aksa pun makin menyukai gadis itu. Obsesinya pada Ratu akhirnya dibuat menjadi sebuah janji atas nama Leonidas.

"Kalo gue jadian sama Ratu, gue bakal bayarin Leonidas party. Tapi kalo gue ditolak Ratu, gue bakal keluar dari Leonidas." Begitulah ucapan Aksa kala itu dengan lantangnya.

Aksa akhirnya meminta bantuan Ito sebagai teman seangkatan Ratu. Padahal Ito sendiri tak banyak mengenal Ratu, wanita incaran Aksa.

Waktu demi waktu berlalu, hingga Aksa memberanikan diri untuk menembak gadis itu. Namun hasilnya hanya sebuah penolakan belaka. Hal itu membuat harga diri Aksa seolah dicoreng begitu saja. Lagi-lagi Aksa hanya bisa marah. Sifatnya yang dididik terlalu keras membuatnya menjadi sosok yang pemarah.

Demi nama Leonidas pun, Aksa memaksa Ratu untuk coba menerimanya. Ito sebagai sosok yang hanya menjadi perantara tak bisa melakukan apa-apa selain diam.

Ratu selalu ada setiap perkumpulan Leonidas. Namun Ito dapat membaca dengan persis bahwa gadis itu benci suasana Aksa yang merangkul tanpa batas. Tapi bagaimanapun juga, Aksa adalah pemikat hati banyak wanita. Semakin lama Ratu jadi tunduk dengan semua perhatian yang diberikan Aksa. Tidak ada pria lain yang seistimewa Aksa baginya.

Ia pikir akan begitu. Sampai tibanya pada suatu malam yang ia harap tak pernah ada dalam hidupnya.

"Ratu, kita putus aja ya. Sebenernya waktu itu gua sama anak-anak cuma taruhan buat dapetin lu, gua—"

Tangan Ratu sukses menampar wajah Aksa dengan cukup kencang. Seluruh harapan Ratu tentang ketulusan Aksa malam itu seolah pupus. Ia sampai kini pun tak mengerti apa yang salah dengan hubungan mereka sampai harus berakhir tanpa syarat.

"Aku mau kamu berhenti mikirin aku. Dapetin cowok yang kamu benar-benar suka. Jangan terkekang sama aku. Have a good day as always."

Pesan terakhir Aksa malam itu menjadi perbincangan terakhir dan tatapan terakhir bagi keduanya. Ratu memutuskan untuk keluar dari ekskul voli dan menghapus segala hal tentang Aksa yang ia sukai.

Hati Ratu sangat patah saat itu. Ia pikir, bahkan Aksa tak pernah tahu bagaimana rasanya menjadi Ratu yang berjuang mencintai seseorang sampai benar-benar cinta namun disia-siakan begitu saja. Ratu benci dengan suasana yang ia dapatkan. Ia menghapus dan mengubur seluruh kisah kelamnya hingga tak berjejak sedikitpun.

Malam itu juga, orang pertama yang merangkul dan memeluknya hangat adalah Saveri Alterito. Sosok pria yang merasa bersalah karena mempertemukan Ratu pada pria yang salah. Sejak saat itu, Ratu mempercayakan seluruh yang ia miliki pada Ito. Sejak saat itu juga keduanya menjadi lebih dekat. Lebih dari sahabat. Namun hanya Ito yang merasakan.

Bahkan walaupun kini Ratu mencintai Rakha, wanita itu tetap memandang Aksa sebagai sosok yang pernah menyakitinya. Ratu rasa kini hanya Ito yang mengerti dirinya. Karena itu ia tak bisa harus menjadi kekasih dari teman sendiri atau meninggalkan Ito demi pria lain. Hingga jalan berbohong menjadi rute pilihannya.

Menjadi Ito juga terlalu memuakkan. Ia selalu jatuh cinta pada orang yang salah. Apapun yang ia lakukan selalu tak luput dari Aksa. Dan ia membenci kenyataan itu.

Hingga kini kejadian itu terulang lagi bagai sebuah putaran roda. Aksa tak pernah berubah. Begitupun dengan Ito yang tak pernah memahami kondisi pria itu.

***

Hujan deras turun disertai petir. Layaknya film horror, Atta sudah bersiap dengan masker wajahnya. Ia menyalakan ponsel. Melihat pesannya yang belum juga dibalas oleh Aksa. Mungkin pria itu sedang terlelap sekarang, pikirnya. Atta membiarkan ponselnya dan menonton sebuah film di kamar. Tentunya film kartun dengan genre lucu-lucu atau princess.

Sementara diluar sana, Aksa sudah pulang ke rumahnya. Syukurlah Austin datang dan meredakan pertengkaran diantara keduanya.

Pria itu mengguyur habis seluruh badannya dan hanya mengeringkan sebatas handuk lalu membaringkan tubuh di kasur. Banyak hal menyangkut pada pikirannya.

"Walaupun lo cowok, main kasar sama wanita sama aja gambarin diri lo sebagai waria, Sa!"

Ucapan gentir yang paling ia benci seolah melintas begitu saja. Berulang kali seperti kaset rusak dalam otaknya.

Tiba-tiba ponselnya berdering kecil. Menampilkan pesan dari Ito. Singkat namun bermakna mendalam bagi Aksa malam itu.

"Aksa, sorry. I just want you to understanding people and stop your egoistic, please. Don't hurt anybody again, please."

Aksa masih diam. Kedua matanya tiba-tiba memerah, beberapa detik setelah membaca pesan singkat itu. Nafasnya jadi sesenggukkan disertai air mata yang mulai mengalir membasahi pipinya.

"Sa, kalo akhirnya lo cuma bisa nyakitin cewek, putusin. Jangan seret orang lain buat ngerasain sakit yang sama kayak lo."

Aksa membiarkan air mara bercucuran. Malam menyedihkan itu lagi-lagi datang ditambah petir yang dahsyat. Ia merasa segala keputusannya tak pernah dewasa. Ia merasa segala yang ia lakukan selalu tak berguna. Mungkin sampah sebenarnya adalah dirinya.

"ARGGHHHHG!!!" Teriak Aksa menjambak sendiri rambutnya dan membanting ponsel ke sembarang arah.

Kembali lagi pada Atta yang masih menonton film, ia jadi tiba-tiba khawatir. Entah karena perasaan saja dan ditambah petir dan hujan deras, atau memang karena sesuatu yang buruk akan terjadi.

Atta berjalan menuju jendela yang cukup besar di kamarnya untuk melihat suasana diluar kamar. Tiba-tiba pandangannya terfokus pada seorang pria dengan kaos hitam yang sedang berdiri di depan sebuah CBR hitam, sedang menatap ke arahnya. Atta berpikir sejenak sampai ia mengetahui siapa sosok pria itu.

Atta segera menuruni tangga dan membuka pintu dengan buru-buru. Dari pintu, matanya persis langsung berhadapan dengan sosok Ito yang tanpa jaket dan seluruh pakaiannya basah kuyup.

Pria itu melangkah mendekat. Tatapannya tak berubah sedikitpun dari Atta. Gadis di depannya jadi bingung.

"Ito?"

Suara Atta seolah diabaikan. Refleks, Ito memeluk Atta begitu saja. Membuat baju Atta jadi ikut basah.

"Maaf ya Ta."

Atta jadi bingung. Makin dibuat bingung apalagi oleh permintaan maaf yang ia rasa tak perlu.

Atta memegang kening Ito dengan punggung tangannya. Ia kaget karena badan Ito jadi sangat panas. Atta panik, ia segera memanggil pembantunya.

"Bi! Bi t-tolong Atta ben—"

"Ta," suara Ito jelas terdengar seperti orang ngelindur karena suhu badan yang tinggi.

"Iya, To?"

"Jangan pacaran sama Aksa, ya."

Atta diam. Ucapan Ito saat itu rasanya seperti kalimat terakhir sebelum Ito akhirnya pingsan dalam pelukan Atta.

Akhirnya pembantu beserta ayah dan ibu Atta datang dan membantunya menggiring Ito ke sofa di ruang tamu. Mereka segera mengeluarkan mobil dari garasi setelah mendengar penjelasan Atta yang disertai dengan rasa panik.

Atta segera masuk ke mobilnya. Dibantu ayahnya, badan Ito disandarkan pada kursi mobil. Dengan cepat kedua orang tuanya membawa Ito ke rumah sakit untuk segera melakukan perawatan.

Atta melirik pada badan Ito yang lemas. Nyaris seperti tak bernyawa. Membuat Atta jadi berdebar-debar. Panik dan bingungnya seolah menjadi satu.

"Kenapa Atta gak boleh pacaran sama Kak Aksa, To?" tanya Atta dalam lubuk hatinya tanpa membuka suara sedikitpun.

*tbc

ALTERITO - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang