"ATTAAAA!" Suara kencang dari lantai bawah bagai mengganggu mimpi indah Atta.
Pintu kamar terbuka, menampilkan sosok Icha dan Ajeng yang sedang berkacak pinggang. Kedua mata Atta rasanya masih berat untuk terbuka. Melihat kemalasan Atta, Icha lalu mengambil ember dari kamar mandi lalu mencipratkan air sedikit demi sedikit pada wajah Atta.
"Puji kerang ajaib! Puji kerang ajaib!" Seru Icha seperti melakukan ritual pada Atta.
Atta mengedepikan mata berulang kali, mimpi indahnya tiba-tiba berubah seperti mimpi hujan. Atta melempar bantal ke asal arah, namun malah memantul kembali ke arahnya.
"BANGUN LO! UDAH GUE BILANG JANGAN CHAT SAMPE MALEM SAMA KAK AKSA!" Seru Icha melempar ponsel Atta ke karpet berbulu.
Atta langsung bangun. Ia tersontak panik karena ponsel kesayangannya yang sering terbanting itu malah dibanting lagi dengan saja oleh Icha.
"ANJRIT!" seru Atta masih dengan mata meram. Ia segera berlari lalu berguling di karpet dan memeluk ponsel seperti guling.
Icha tersenyum miring. "Ayok. Katanya mau coba kafe baru dekat sekolah?" Seru Aretha dari balik pintu, menongolkan kepala dan memberikan ekspresi kesal karena menunggu.
Atta membuka matanya. Ia menghembuskan nafas dengan kesal. "Mandi dulu." Ucap Atta singkat dan segera berjalan tanpa energi menuju kamar mandi.
Ketiga temannya mau tidak mau harus menunggu Atta yang waktu mandinya kurang lebih setengah jam. Untuk bersiap pun Atta memerlukan waktu setengah jam. Total untuk persiapan, butuh waktu satu jam.
Setelah bersabar dengan segala penantian, keempat gadis itu akhirnya berangkat juga. Hari itu mereka hangout pagi menggunakan mobil milik Ajeng. Berhubung orang tua Ajeng juga sedang menggunakan mobil satunya, jadi Ajeng bisa membawa mobil ini untuk bermain dengan teman.
Sesampainya di kafe, suasana cukup ramai. Orang-orang berlalu lalang. Ada yang bawa pacar, teman, atau bahkan pacar teman.
Kafe bertajuk "Ngaupi Atas" itu memiliki ruang terbuka untuk pelanggan yang membutuhkan ruang merokok. Sehingga tak jarang juga orang-orang membawa rombongan untuk bervape ria sambil menikmati kopi dan makanan manis kecil-kecilan.
Sementara Aretha mengantri untuk pesanan, ketiga temannya memilih tempat untuk duduk sebelum diambil orang lain. Awalnya mereka tak banyak bicara dan fokus pada ponsel masing-masing. Beberapa menit setelahnya, Atta segera menarik ponsel masing-masing dan menumpuknya di tengah meja.
"Hangout bukan main hp!" seru Atta menekuk lengan di depan dada.
Namun sepertinya ucapan Atta tidak berguna. Walau sudah tidak pegang ponselpun, Icha dan Ajeng malah tak memulai pembicaraan. Akhirnya suasanya jadi sunyi sampai Aretha selesai mengantri pesanan.
Suasana kafe begitu ramai sampai Atta dibuat penasaran. Barangkali saja Aksa akan datang kemari untuk mencicip kopi bersama gerombolan gengnya.
Atta mengedarkan pandangan. Ia tidak menemukan satupun orang yang ia kenal. Oh, bukan tidak. Ternyata belum. Sepasang mata Atta menatap pada seorang pria yang duduk sendirian sambil bermain ponsel tanpa henti. Posisinya cukup jauh namun dalat terlihat jelas. Dekat dengan lingkup jendela.
Atta menepuk-tepuk lengan ketiga temannya untuk segera menatap ke arah matanya menatap sekarang.
"Eh guys, itu . . . Ito bukan sih?" Tanya Atta ragu karena memang akhir-akhir ini penglihatannya sering memburuk. Mungkin terlalu banyak melihat senyum Aksa.
"Hah mana deh?" Tanya Ajeng melikuk-likukkan kepalanya seperti ular sanca.
"Lah, Ito? Ngapain sendirian?" Ucap Aretha refleks saat menemukan sosok Ito yang dimaksud Atta.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTERITO - On Going
Teen Fiction"Cinta pertama itu bukan orang pertama yang kamu pacari, tapi orang pertama yang mampu melihatmu tanpa jaim dengan nyaman." -Austin Nicholas - Gara-gara menyatakan perasaan secara terang-terangan, Atta jadi buronan gengster SMA Tjraka. Selain diinca...