Walaupun dalam perjalanan seharusnya menjadi waktu bagi Atta untuk sesi tanya jawab, nyatanya Atta tetap saja tak mampu membuka bibirnya untuk bertanya-tanya. Pada akhirnya kini Atta dan Ito hanya diam dan fokus pada jalanan masing-masing.
Sesampainya di rumah sakit yang dituju, Atta segera melepas helmnya dan berjalan masuk mendahului Ito. Sementara pria yang masih membetulkan posisi parkirnya, menyusul pelan di belakang.
Atta pun sampai di sebuah ruangan VIP yang lumayan besar karena keluarga Icha adalah keluarga mampu untuk menyewa kamar rumah sakit seukuran itu. Atta mengetuk pintu kamar pelan lalu memberi salam dan segera masuk. Ia melihat Icha yang sedang santai di sofa tunggu sambil bermain ponsel.
"Eh, udah dateng aja, Lu!" seru Icha menyodorkan keripik kentang McD dan tersenyum cilik.
Sementara ibunda Icha juga sedang sibuk berdandan ria. "Bentar ya Atta sayang, teman ayah Icha bentar lagi ada yang mau jenguk, jadi tante harus dandan cantiiiikkk duluu. Hadeuhhh!" kata Bu Tika, Ibunda Icha sambil mengotak-atik pensil alisnya.
Tak lama pintu terbuka lagi, disertai suara salam pria yang jarang terdengar oleh Ibunda Icha.
"Assalamualaikum om." Salam Ito dengan ramah, meraih tangan Ayah Icha dan menciumnya. Tentu saja hal itu membuat Icha tersedak, dan pensil alis yang dibuat Bu Tika tercoret sampai pelipis.
Ito memandang ke seisi ruangan. Ia kemudian membungkukkan badannya 90 derajat lalu memberikan senyum ikhlas.
"Oiya, gimana tante? Apa yang sakit?" Tanya Ito merangkul Bu Tika layaknya seorang pacar.
"A-anu, . . "
Atta jadi bingung harus bagaimana menanggapi sikap Ito yang menurutnya malah berlebihan. Icha selesai meminum air mineralnya dan segera menarik Atta untuk keluar dari kamar.
Icha mengajak Atta ke tangga darurat. Saking panik bin kagetnya, Icha sampai keringat dingin dan menatap Atta dengan bingung tak karuan.
"Lo bacain dia mantra apaan?!" seru Icha menunjuk hal tak jelas dengan telunjuknya.
"Ga ada."
"TERUSSS????"
"Ya, gatau lah." Atta jadi malas, rasanya perbuatan Ito kali ini seolah untuk memancing perhatian banyak orang.
"Lo udah pastiin kan? Dia ga kerasukan?" tanya Icha sekali lagi dengan mata yang tak bisa santai sedikitpun.
"Apaan sih, Cha! Ya mana Atta tahu! Tanya aja sendiri!" Atta segera menghindar dari Icha dan berjalan kembali ke kamar rawat inap tadi.
Atta masuk ke kamar perlahan. Baru saja ingin melihat yang normal, ia justru melihat Bu Tika mengusap lembut ujung kepala Ito layaknya anak sendiri. Namun entah mengapa Atta malah ambigu, seperti melihat orang pacaran.
"Permisi, Tante. Atta sama Ito ada tugas kelompok. Maaf ya, gak bisa lama. Hehe," Ucap Atta seolah memberi kode mata pada Ito untuk segera bersikap normal.
"Ooh gitu, yaudah. Kapan-kapan main ke rumah ya, sayang." Jawab Bu Tika seolah berbicara pada kucing peliharaannya, Ito si pussy cat.
"Ito, pulang." Pinta Atta melirik pada Ito dengan mata yang tertahan untuk tidak melompat.
"Cepat sembuh tantee!" Ucap Atta berjalan mundur terus menarik tangan Ito.
"Okee, Love you gantengku sayang!" teriak Bu Tika memberikan kecupan manis ala-ala selebgram.
Keluar dari kamar pun, Atta menutup pintu dengan kasar. Lalu segera menarik tangan Ito yang dicengkram tanpa ampun untuk cepat-cepat keluar rumah sakit. Walaupun Icha memergoki wajah Atta yang totalitas marah, Icha masih bingung dengan perlakuan Ito barusan.
Begitupun Ito. Padahal lelaki itu hanya bermaksud menghibur Bunda Icha. Bukan membuat singa mengamuk seperti sekarang ini. Lagipula kalau dipikir, untuk apa juga Atta marah?
Keduanya pun sampai di parkiran.
"Ito jangan sok manis depan orang!" seru Atta melepas cengkraman layak elang yang sedari tadi dirasa risih oleh Ito.
"Kenapa?"
"Ya, itu kan sama mamahnya orang lain!"
"Kenapa? Kenapa gak boleh? Pasal berapa yang melarang?"
"Pasal 1 ayat P!"
Ito menatap bingung. "Hah? Apaan?"
"Pasal pertama ayat perasaan! Kalau sok manis gitu, nanti Tante Tika jadi suka! Ntar Ito nikah sama tante-tante, jadi pebinor!"
"Pebinor?"
"PEREBUT BINI ORANG, ITO!" Atta lagi-lagi masih marah dengan segala manjanya.
Ito menahan tawanya. Baru kali ini ia ingin tertawa karena manisnya gadis SMA berkelakuan seperti masih di taman kanak-kanak. Ito mengambil helm Atta lalu memakaikannya.
"Udah nanti lagi bacotnya." Ucap Ito sedikit kelabasan untuk tertawa.
Atta segera naik ke atas motor yang sudah dinyalakan oleh Ito. Kedua bibirnya masih seperti bebek, menahan amuk dan badmood dalam dada yang ia juga tidak tahu kenapa. Masa sih, liat Ito manis dikit ke orang lain jadi bikin cemburu. Memangnya Atta siapanya Ito?
Suasana dalam perjalanan jadi sunyi. Apalagi Ito merupakan sosok yang tak akan memulai pembicaraan kecuali hal penting. Namun malam itu, nampaknya suasana macet Jakarta membuat Ito ingin hanyut lebih lama untuk mengenal Atta yang diinginkan Aksa.
"Atta?" panggil Ito pada Atta yang tak menyaut sedikitpun. Ito menoleh pada spion. Gadis itu menatap ke sisi lain dengan wajah yang tak santai.
"Udah dong, ngambeknya." Ujar Ito mengeraskan suaranya dan menyandarkan pundak pada Atta.
"JAGA JARAK GA LO?" bentak Atta pada Ito yang mulai seenaknya melakukan apapun yang dia mau.
Ito tersenyum kecil. Tiba-tiba ia merasa bersalah juga kalau harus berlama-lama berbincang dengan gadis itu.
"Sebenarnya, gue mau setiap nyokap gue yang sakit, bisa rasain hal yang sama kayak nyokap Icha tadi. Bahagia, seneng, ga kepikir sama penyakitnya. Gue gak mau nyokap gue sedih waktu sakit, ngerasa susah karena feel like nobody love her. Gue mau dia juga rasain dicintai sama orang yang dia harapkan. Makanya gua lakuin hal begitu." Jelas Ito tanpa menengok Atta sedikitpun. Terserah menurutnya, apakah Atta akan mendengar atau tidak. Namun penjelasannya hanya untuk memberitahu tujuan sebenarnya bahwa ia, benar-benar menyayangi ibunya. Dan ia ingin ibunya bisa senyum dengan bahagia walau hanya satu hari.
Tiba-tiba kedua tangan Atta melingkar di perut Ito. Gadis itu berbisik kecil sukses membuat jantung Ito berdebar.
"Ito, jangan sedih ya. Atta bakal jadi teman Ito! Atta gak akan tinggalin Ito sendirian!" seru gadis itu dengan suara lembutnya dan tersenyum kecil pada kaca spion.
Ito jadi canggung. "Ta, lepas tangan lo." Kata Ito dengan nada dinginnya, seolah kembali menunjukkan sosok jutek yang biasanya. Yah, Atta tanpa banyak kata juga langsung melepas tangannya. Begitu dengan jalanan yang mulai reda macetnya.
Motor CBR milik Ito akhirnya berhasil sampai di perumahan Atta. Gadis itu memberikan helm pada Ito dan merapikan rambutnya yang kusut karena angin jalanan.
"Makasih ya, To. Hati-hati di jalan." Ucap Atta yang hanya dibalas anggukan tanpa senyum oleh Ito.
Pria itu pergi begitu saja bagai debu yang ditiup angin. Sementara Atta langsung masuk istananya alias kamar dan membenamkan seluruh badannya di kasur kesayangan.
Entah mengapa, Ito terlihat lebih keren hari ini. Mungkin karena baru kali ini Atta melihat Ito sebagai sosok yang tulus dan penyayang. Atta membalikkan badan, menatap langit-langit.
"Saveri Alterito, sebenarnya . . . Kamu itu siapa, sih?"
Atta terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri bagai kutukan. Seolah memang Ito adalah orang kasar yang tidak peduli pada orang lain. Namun di sisi lain dia adalah pria yang sangat peduli, terutama dengan ibunya. Ia tidak pernah bisa menebak Ito. Apalagi Ito memperhatikannya terus akhir-akhir ini. Jantung Atta jadi berdebar.
Senyum Ito di spion tadi yang sempat di tatap Atta, semuanya ia ingin tahu mengapa selalu Ito tutupi di sekolah.
*tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTERITO - On Going
Teen Fiction"Cinta pertama itu bukan orang pertama yang kamu pacari, tapi orang pertama yang mampu melihatmu tanpa jaim dengan nyaman." -Austin Nicholas - Gara-gara menyatakan perasaan secara terang-terangan, Atta jadi buronan gengster SMA Tjraka. Selain diinca...