34. Dari Rakha

137 2 1
                                    

Atta kehilangan jejak Ito. Karena entah apa yang membuat Ito jadi buru-buru mencari harta karun. Padahal kan kaki Atta sudah lelah. Yah, sudahlah. Nanti juga ketemu. Seluas-luasnya hutan masih ada matahari kok.

Atta berjalan sambil menendangi daun-daun yang gugur. Menyenandungkan lagu anak-anak dengan suara mungil.

"Eh, lo Atta ya?" Sebuah suara segera membuat Atta menengok. Heran, karena tak pernah lihat sebelumnya.

"Siapa?"

Lelaki itu berjalan beberapa langkah mendekati Atta.

"Gue Rakha. Pacarnya Ratu. Beberapa hari lalu gue liat lo balik sama Ratu, tapi gak sampai gerbang lo nya dijemput doi, ya?"

Mata Atta terbelalak. Apalagi saat Rakha menyebutkan 'pacar'. Membuat Atta jadi salah tingkah karena mengira Ratu adalah pacar Ito.

"Kamu pacarnyaaa??"

"Iya. Hehe. Kok sendirian? Bukannya lo sama Ito, ya?"

"Kok tahu? FBI?"

"Enggak, tadi kayaknya gue sempat lihat lo aja sama dia jalan bareng. Tapi sekarang lo yang sendirian."

Atta melirik ke sekitar. Tak ada siapapun.

"Kamu juga sendirian."

"Enggak tuh. Berdua. Sama lo."

"Gila." Atta meneruskan jalannya sambil menyenandungkan lagu anak kecil lagi.

Rakha yang merasa tertinggal kemudian mengikuti langkah Atta dan berjalan bersama. Pria itu bertanya banyak hal namun dijawab jutek oleh Atta. Apalagi Atta adalah orang yang tak mudah tertarik dengan pria. Terlebih, kalau prianya terlalu aktif begini. Risih.

"Gak usah banyak omong bisa gak? Berisik tahu." Ucap Atta membuat Rakha tersenyum kecil sebagai bentuk sabarnya.

"Gue tahu gue berisik."

"Gue tahu kalau air punya memori."

"Gue juga tahu kalau lo dekat sama Ito."

"Dan gue juga tahu kalau Ito sama Aksa cuma taruhan buat dapetin lo."

Atta menghentikan langkahnya. Entah kenapa kalimat terakhir itu membuatnya lebih tertarik.

"Maksudnya?"

Rakha tertawa dengan bentuk penuh ejekan.

"Lo gak tahu kan? Kalau Aksa sama Ito sekarang cuma taruhan buat dapetin lo. Yang kalah kena punishment. Lo kayak gak tau Leonidas aja." Rakha melanjutkan jalannya.

"Maksud lo apa cerita kayak gini ke gue?!" Seru Atta yang sudah mulai geram.

"Gak ada maksud apa-apa. Gue cuma mau lo tahu aja. Dan juga gue mau kasih pelajaran ke Ito, buat jangan suka rebut cewek orang. Gitu aja, simple."

Atta mempercepat langkahnya. Ia menyusul Rakha. Pria itu di depan sana sedang tersenyum puas.

"Gue gak suka ada orang jelekin orang yang gue sayang tanpa alasan!" Seru Atta kembali melontarkan kalimat tanpa ampun lagi pada Rakha.

"Itu fakta."

"Dan Ito bukan Leonidas. Gue tahu siapa Ito lebih dari yang lo tahu." Jari telunjuk Atta sukses menunjuk tajam mata Rakha. Berharap bisa menusuk dua bola mata itu dan menjadikannya bakso.

Rakha tersenyum kecil. Gadis itu dengan muaknya langsung berjalan mendahului. Tanpa tahu kemana ia akan pergi. Apa tempat pulang atau jatuh ke jurang.

Atta sendiri masih tak mengerti kenapa Rakha perlu memberitahu hal semacam itu pada Atta. Tentu saja Atta tidak percaya. Mana mungkin Ito yang selama ini selalu baik, akan berbohong padanya. Terlebih lagi, ini soal perasaan.

Langit mulai mendung. Namun Atta masih saja berputar di daerah yang sama. Ponselnya tak ada sinyal, serta GPS pun tak mampu digunakan. Atta tidak bisa menghubungi Ito. Ia jadi bingung harus melakukan apa. Sementara gemricik hujan mulai turun diiringi angin yang cukup deras.

Sementara Ito sudah sampai ke garis finish, Atta masih tak kunjung menyusul. Ito pikir gadis itu sudah kembali ke tenda. Atau kini mungkin sedang berduaan dengan Aksa.

Karena khawatirnya, Ito mengecek pada tenda, bertanya pada Icha dan jawabannya hanya belum datang. Ito pun segera menuju tenda OSIS, menemui Aksa yang sedang bermain gitar bersama anak OSIS lain.

"Lo gak balik sama Atta?" Ucap Aksa dengan kedua mata membulat. Pria itu langsung meletakkan gitarnya dan berlari ke arah hutan.

Sebagai panitia, Aksa tahu persis bentuk jalanan hutan tempat lomba mencari harta karun itu. Ia bahkan paham seluk beluk yang bisa saja membuat peserta tersesat.

Hujan turun makin deras. Atta bahkan tak mengenakan jaket yang diberikan Aksa malam tadi. Badannya jadi kedinginan, ditambah udara pegunungan yang memang cukup dingin.

"Mamah, Atta pengen pulang.." erang Atta dengan suara lemahnya bersandar pada pohon besar di sampingnya.

Setelah beberapa menit mencari, Aksa akhirnya menemukan Atta tengah bersandar pada pohon dan baju yang basah kuyup.

"Ta, masih sadar kan?"

"Hah? Oohh Kak Aksa..." suara Atta mulai tak karuan.

Dengan segenap tenaganya, Aksa menggendong Atta ala bridal style dengan buru-buru. Ia berusaha menutupi badan gadis itu dengan blazer OSIS miliknya yang kini juga ikut basah kuyup.

"Ito dimana.." sayu-sayu suara Atta berbisik kepada Aksa yang sibuk menyusuri jalanan pulang.

Sesampainya di tempat, Aksa langsung membawa Atta ke tenda PMR. Dimana seluruh petugas langsung menangani dengan intens. Terlebih keadaan Atta sudah menggigil parah.

Ito masih menunggu di tenda pria kelasnya, hingga mendapat kabar bahwa Atta sudah ada di tenda PMR. Dengan segenap tenaganya, Ito berlari ke tenda PMR. Menemukan sosok Atta basah kuyup dan terbaring lemas. Seluruh tubuh gadis itu bergetar karena dinginnya suhu yang diterima tubuhnya. Ito jadi merasa bersalah. Seharusnya ia tak terlalu marah sampai meninggalkan gadis itu. Seharusnya ia tahu bahwa Atta tidak akan baik-baik saja kalau sendirian. Seharusnya ia tahu itu.

Ito melirik pada Aksa yang duduk di ujung tenda dengan pakaian sama basahnya. Pria itu memandang ke arah Atta dengan putus asa. Entah apa jadinya kalau Aksa telat sedikit lagi.

"Sorry, Sa."

"Gak apa-apa. Yang penting Atta udah ditangani PMR." Jawab Aksa singkat, berdiri dari tempatnya semula duduk dan menepuk pundak Ito pelan.

Tidak, bukan Atta yang salah. Namun Ito yang terlalu egois. Begitulah isi pikiran Ito selama berjam-jam menunggu keadaan Atta membaik. Menemani gadis itu sampai ia bisa bangun dan tersenyum kembali.

Lagi-lagi Alterito, kamu egois.

*tbc

ALTERITO - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang