20. Mengenalnya

725 60 2
                                    

Setelah mendapat telpon dari Si Mbok, Ito tak menyelesaikan makanannya, justru malah langsung melejit bagai roket kembali ke rumah sakit. Ia menyuruh Atta untuk menyelesaikan makan saja dahulu, tapi gadis itu memilih mengikuti Ito walau perutnya masih belum puas.

Keringat bercucuran di kening dan leher Ito. Pria itu masih dengan ekspresi panik dan jantung berdebar, berjalan menuju bagian perawatan dan menemukan ibunya yang terbaring lemas.

"Gimana kata dokter?" tanya Ito pada Si Mbok yang langsung berdiri saat mendengar langkah kaki Ito.

"Dokter bilang, Nyonya sepertinya terlalu banyak minum semacam kapsul atau obat-obatan pelangsing gitu, sampai efeknya seperti keracunan. Tapi dokter bilang gapapa den—" ucapan Si Mbok terputus.

Dilihatnya kedua mata Ito memerah, tangannya mengepal menahan emosi.

Ito mendekat dan menatap bundanya dengan lekat. "Siapa yang suruh mamah minum obat pelangsing macam gitu?" tanya Ito dengan suara goyang.

"JAWAB SIAPA YANG SURUH MAMAH MINUM OBAT-OBATAN KAYAK GITU?!" teriak Ito yang langsung menjadi perhatian pengunjung dan perawat di sekitar.

Atta sampai di ruangan. Setelah memakan beberapa sendok lagi, ia akhirnya berlari secepat yang ia bisa untuk menemukan Ito. Namun ekspresinya jadi kaget. Apalagi saat ia datang, Ito membentak ibunya seolah tanpa perasaan.

"Ito gak pernah minta mamah jadi cewek cantik! Coba bilang sama Ito, Papah yang suruh? Iya? Ito telpon Papah sekarang."

Bunda Ito menahan tangisnya. Ia melambaikan tangan kanan pada Ito sebagai tanda 'jangan'. Namun lelaki itu rupanya masih cukup keras kepala. Ponselnya berbunyi panggilan namun tak kunjung mendapat jawaban dari seberang sana.

"Bajingan." Umpat Ito pelan dengan kaki kanan yang ditepuk-tepukkan ke lantai seolah tak sabar.

Atta yang menyaksikan kelakuan Ito jadi tidak tahan. Hatinya terasa sakit, apalagi sebagai wanita yang takut suatu hari nanti akan dikarmakan oleh keturunannya.

Atta mendekat pada Ito dan mengambil paksa ponsel Ito. Melempar ponsel Ito ke lantai dengan emosi yang sama. Untung saja ponsel itu tidak pecah, karena menggunakan case dan pelindung layar yang cukup tebal.

"Minta maaf sama Mamah." Pinta Atta menatap lekat kedua mata Ito.

Ito diam. Tersenyum miris. Bagaimana mungkin emosinya dapat melawan gadis yang ia harapkan kini?

"Buat apa? Kamu pikir yang saya lakuin barusan itu, salah?"

Tubuh Atta bergetar. "Minta maaf sama Mamah, Ito." lagi-lagi suara Atta berusaha mencairkan suasana marah Ito.

Pria itu tak banyak bicara. Namun jelas di kedua matanya menggambarkan kecewa, marah, dan sedih yang menjadi satu.

"Minta maaf sama orang yang sudah mengandung, menyusui, dan merawat kamu sampai besar sekarang ini, To." Sekali lagi Atta mengucapkan pernyataan yang sama. Membuat Ito makin geram dan tak tahan untuk mengutarakan emosinya.

Ito melangkahkan kaki untuk mendekat. "Lo pikir lo siapa? Bangga lo bisa ngatur hidup gue?" bisik Ito pelan, mengambil ponselnya dari lantai lalu segera keluar dari ruangan yang membuatnya jadi pusat perhatian.

Atta diam. Ia tidak mampu membalas ucapan Ito. Entah kenapa, rasanya kali ini ia seperti diterjang seribu tombak langsung ke dalam hatinya. Kedua matanya berkaca-kaca. Ingus juga mulai turun membasahi hidung bagian dalamnya. Ia melihat Si Mbok memperhatikan dari jauh.

Atta jadi tidak tega. Tidak, ia tidak boleh mundur. Ito hanya butuh pengertian, agar ia bisa belajar mengerti perasaan orang lain.

"Maafin Ito ya, Non." ucap Si Mbok seolah mewakili Bunda Ito yang masih mengusap-usap matanya untuk menyembunyikan air mata.

ALTERITO - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang