9. Salah

1K 67 1
                                    

Atta berjalan pelan dengan wajah lesu, keluar dari UKS. Ia memutuskan untuk kembali terlelap saat kepalanya kembali terasa pusing. Kini kakinya jadi terasa berat seolah ada yang menahan untuk berjalan.

Ajeng bersama gerombolan kelasnya berlari dengan cepat menghampiri Atta.

"ATTAAAAAA! BABY GUEEEE! LU KENAPAAA?" seru Ajeng disertai tatapan linglung dari Atta.

"ATTA? LU GA KERASUKAN, KAN?" tanyanya sekali lagi pada Atta yang hanya memandang dengan cuek.

"Apa sih?"

"GILA BADAIIII! GUE ADA INFO YANG LU PERLU TAUUUU.." Ajeng menarik lengan Atta dengan paksa dan berlari ke toilet.

Atta hanya mengikuti dengan pasrah tanpa hati yang terasa berdebar sedikitpun. Ajeng mendekatkan bibirnya ke telinga Atta.

"Orang yang gendong lu dari lapangan tadi . . . Kak Aksa!"

Hening.

Sejenak Atta masih diam, berharap Ajeng sedang berbohong saat ini. Namun gadis itu masih menyeringai, menunggu respon Atta.

"Aku? Sama Kak Aksa?" tanyanya dengan wajah lugu yang bikin gemas, pengen tabok.

Ajeng mendorong kepala Atta dengan tujuan meringankan kebodohan Atta. "Otak lu butuh pemutih, Ta." bisik Ajeng dengan wajah serius. Atta jadi makin bingung.

"Buat?"

"Melunturkan segala kebegoanmu."

Akhirnya Atta sadar, apa yang diucapkan Ajeng kali ini tidak bohong. Temannya itu tidak sedang membuat kejutan, namun memang menceritakan kenyataan.

"SUMPAH? DEMI APA? AKU KAN BERAT?" teriak Atta dengan suara yang memenuhi seisi toilet.

"YA ANJENG!"

Lutut Atta rasanya lesu. Ia ingin pingsan sekali lagi, lalu digendong oleh jemari panjang Aksa. Gadis itu berteriak dengan girang. Merasa ia telah mencapai kode satu langkah lebih maju dari sebelumnya.

"Tapi, Jeng..."

"Apa lagiiiiiii?"

"Aku udah bilang makasihnya sama Ito..." Atta memajukan bibirnya.

"Malu lah gua anying, bodoamat!" Ajeng frustasi juga kalau harus bicara lama-lama dengan Atta yang bodohnya bisa meningkat seribu persen kali ini.

Ajeng meninggalkan Atta sendirian di kamar mandi. Membiarkan gadis itu tergemas-gemas sendiri membayangkan wajah Aksa yang ibarat Song Joong Ki.

"Punten mbak, ini toilet bukan pasar." Ucap seorang ibu petugas kebersihan menengok Atta yang tertawa geli sendiri di toilet.

Atta mengambil wajah pura-pura cool. Dan berjalan keluar melewati ibu kebersihan.

Gadis itu pun berlari menuju kelas dengan ekspresi tanpa sakit sedikitpun. Memang benar bahwa cinta membutakan segalanya, begitupun seperti yang ia rasakan pada Aksa. Setidaknya ia mendapat satu sinyal bahwa ia tak bertepuk sebelah tangan. Syukur atau kramatkah?

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Atta selesai membereskan beberapa barangnya dan bergegas keluar bersama Icha. Baru sampai di gerbang keluar, Atta baru ingat bahwa ia meninggalkan powerbanknya di kelas.

"Cha, bentar ya, PB ketinggalan!" pekik Atta segera berlari ke kelas.

Kelas sunyi. Tak ada tanda-tanda kehidupan satupun orang disana. Atta jadi bebas melakukan apapun bahkan menyerukan nama Aksa beberapa kali agar kelas tak terasa sepi.

"Satu satu aku sayang Aksa, dua dua juga cinta Aksa, satu dua tiga maunya sama Aksaa! Asikkk!" Atta tersenyum layak bocah dan mencari-cari powerbank yang sepertinya sudah tak lagi ada di lacinya.

ALTERITO - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang