21. Mengenalnya (2)

866 63 7
                                    

Alarm di ponselnya membangunkan Atta dari tidur singkat. Ia menarik nafas dalam-dalam dan mengulet karena sebagian tubuhnya belum terima untuk bangun. Akhirnya hari kembali berputar pada Senin. Hari yang mengerikan bagi seluruh ambisius dunia.

Pagi itu Atta sudah siap dengan cepat. Terlebih lagi jadwal ulangan tengah semester sudah menantinya. Jiwa kemagerannya sungguh berjolak, menolak untuk mempelajari tumpukan buku yang bahkan tak bisa selesai dalam sehari.

Atta pun melangkah turun dan berangkat dengan ojek online karena ayahnya harus berangkat awal mendahuluinya hari ini. Tidak seperti waktu lalu, kini ia lebih bisa mengatur waktu sarapan dan tak terburu-buru.

Motor CBR hitam andalan Ito juga sampai di waktu yang sama dengan Atta. Ia memarkirkan motornya di parkiran kelas XII, samping motor Aksa. Seperti biasa saja, bahkan tanpa rasa bersalah. Sebagian orang mungkin tidak memperhatikan deretan motor itu. Padahal mayoritas seolah dikuasai oleh Leonidas.

Ito membuka jaketnya lalu menjinjing barang itu dan berjalan pelan menuju kelas. Dari jauh ia melihat Atta yang berangkat dengan arah yang berlawanan darinya. Gadis itu tersenyum pada guru dan menyalami beberapa petugas taman juga. Senyum itu seolah membuat Ito lebih damai dengan dirinya.

Atta menyadari ada sosok yang memperhatikannya. Ia melirik pada sekitar, namun tak menemukan satupun orang yang mencurigakan. Rupanya Ito buru-buru berjalan masuk kelas. Namun itu tak menarik perhatian Atta sedikitpun.

Ito segera duduk di bangku ujung belakang dan membuka buku kimianya. Baginya tak ada lagi waktu untuk belajar di rumah. Apalagi ibunya masih dirawat di rumah sakit. Ayahnya juga tak tahu persis akan pulang jam berapa dan kapan. Pria itu terlalu sibuk pada pekerjaannya.

"ROBI PINDAH SEKOLAH YA ANJIR!" seru salah seorang murid perempuan sambil menebalkan lipstiknya.

"Kata siapa lo ah, pagi aja udah gosip!"

"SERIUS!" Gadis itu menceritakan secara detail kejadian malam-malam antara Robi dan Aksa.

Ito mendengar percakapan itu karena keduanya berbicara dengan nada yang kencang dan bersautan dengan siswa lainnya. Syukurlah tak ada namanya disebutkan dalam perbincangan itu.

"Padahal si Robi ini udah ambil tes ke perguruan tinggi di Amerika, cuy! Miris banget."

"Kasian ya,"

"Pasti kecewa banget ortunya."

"Udah gitu masih sempet aja banyak gaya."

"Iya anjir, macam waria!"

Tawa kencang terdengar, menganggu fokus Ito yang lama-lama makin muak dengan perbincangan omong kosong. Menurut Ito sendiri, bahkan mungkin Robi tidak sepenuhnya salah. Pria itu hanya butuh teman. Ia hanya butuh orang-orang yang bisa merangkulnya tanpa pandang materi. Namun tak ada satu pun yang memahami.

Atta masuk lalu duduk di bangkunya. Baru beberapa menit, sambil mengipas-ngipas rambut karena panas. Ito tetiba menggebrak mejanya dan melirik cukup tajam ke arah gerombolan anak kelas yang masih menggunjing.

"Hari ini ada tugas matematika. Gue cuma ingetin. Nanti kalian di suruh maju tapi ga bisa ngerjain, bisa-bisa diusir lu pada." Ucap Ito dengan suara yang sangat mengintimidasi. Pria itu melangkah keluar kelas dan membuang kertas yang ia temukan di lantai.

"Apaan sih, sensi banget." Bisik salah seorang wanita yang merasa diancam oleh Ito.

"Emang Ito gitu dari kelas X. Selalu sendiri kemana-mana, kutu buku, ngesok, sombong, amit-amit gue punya temen kek dia!" seru Annabelle sambil menggidikkan badannya dan menatap punggung Ito dengan jijik.

ALTERITO - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang