6. Mamski

1.1K 67 0
                                    

Ito memberhentikan motornya di halaman depan. Rumahnya cukup besar untuk seukuran keluarga sederhana. Tanpa berkata banyak, Ito masuk ke rumah meninggalkan Atta yang masih berdecak kagum dengan kolam ikan di halaman.

Ito memasuki kamar dan bersegera mengambil bukunya. Ia mengecek beberapa barang sebelum kembali ke sekolah dan keluar kamar dengan buru-buru.

"Ito? Ada yang ketinggalan nak?" sapa suara serak wanita dari dapur kepadanya.

Ito membalikkan badan perlahan dan memberikan senyum yang tertahan. Wanita tua dengan lebam di tangan kanannya itu tersenyum manis lalu kembali ke dapur untuk mengambil sesuatu. "Bentar sayang, Mamah udah buat makanan!"

"Ga usah, Mah. Ito berangkat dulu." Pria itu buru-buru berjalan keluar dari rumah.

Atta memasang senyum termanisnya yang tak dihiraukan oleh Ito. Namun suara panggilan dari wanita tua tadi terdengar sampai halaman, membuat Atta menengokkan kepalanya karena penasaran.

"Ito, Ito! Ini sayang! Mamah udah bungkus buat kamu!"

Atta melangkah mencari suara tersebut, namun Ito menarik tangannya dengan kasar untuk segera naik ke motor.

"Ito, Ito!"

Wanita itu keluar dari rumah, matanya bertemu dengan kedua mata Atta dan tersenyum penuh bahagia. Tatapan Atta jadi salah fokus pada lebam di lengan wanita itu. Ia kemudian menepuk-tepuk punggung Ito sebagai tanda berhenti.

"To, ada yang manggil!" bisik Atta dengan mata yang terus tertuju pada wanita tadi sampai Ito mulai menjalankan motornya.

Atta mencubit keras punggung Ito, "Ito! Bisa ga sih jangan egois! Walaupun aku gatau ibu tadi itu siapa, tapi seenggaknya kamu perlu menghargai orang lain. Putar balik motornya, sekarang." Pinta Atta dengan nada serius.

Ito langsung memberhentikan motornya. Jam masih menunjukkan pukul enam lebih lima belas. Setelah mendengar perkataan Atta, Ito akhirnya memutuskan untuk melakukan perintah Atta. Ia menancap gas cukup kencang dan berhenti dengan tepat di halaman depan. Sosok wanita tua itu masih duduk di teras sambil berbincang dengan ikan.

"Mamah," panggil Ito setelah turun dari motor.

Ia melepas helmnya dan meraih kotak makan di samping bangku ibunya. "Ito berangkat dulu. Mamah jangan lupa sarapan. Assalamualaikum." pamit Ito mencium tangan ibunya dan kembali menaiki motor.

Kedua mata wanita itu berkaca perlahan, ia tersenyum pada Atta sambil melambaikan tangan pada keduanya. Perjalanan juga jadi canggung karena omongan Atta tadi.

Sesampainya di sekolah, Atta segera menyerahkan helmnya dan berjalan mendahului Ito. Namun pria itu memanggilnya dari jauh dengan tiba-tiba.

"Thanks." Ucap Ito singkat tanpa senyum.

"Buat?"

"Mungkin kalau bukan karena omongan lu, gua bakal jadi anak durhaka. Itu nyokap gua, lu boleh kenalan." Jelas Ito melangkah dengan cepat menuju kelas.

Atta mengikuti langkah Ito dan berjalan bersama Ito menuju kelas. "Besok aku main ke kamu lagi yaa!" seru Atta tersenyum bungah.

***

Jam pelajaran terakhir diisi oleh BK, dimana pada hari ini merupakan perkenalan pertemuan pertama dari Pak Suryo yang sebelumnya banyak berhalangan hadir karena acara sekolah. Ito yang duduk di pojokan sudah siap dengan earphone di telinganya, barangkali bosan mendengar ocehan selama satu jam.

Tak lama Pak Suryo pun masuk dan semua murid memberikan salam sore untuknya.

"Selamat sore, ini hari pertama kita bertemu, ya?" Sapanya dengan senyum ramah yang membuat Atta terpesona.

Setelah berbicara dengan kalimat yang cukup mutar-mutar, Pak Suryo akhirnya menuju inti pembicaraan karena jadwalnya yang sedang sibuk dengan urusan lain.

"Yang jelas, Bapak harap di kelas XI tahun kalian ini jangan sampai sama seperti tahun kemarin. Bapak tidak mau ada murid yang ikut geng nakal seperti Leo-Leo apalah itu. Tolong bijak dalam berteman ya, sekian." Jelas Pak Suryo mengambil beberapa buku di meja.

Atta mengacungkan tangan, "Memangnya Leonidas seburuk itu, Pak?" tanyanya yang dijawab seruan malas dari teman sekelas.

Ito memberhentikan musik dari ponselnya. Lirikannya yang tajam menatap pada Pak Suryo dan Atta.

"Nongkrong malam-malam, merokok, minum-minum, clubbing, atau semacamnya. Kalian tidak perlu tahu yang penting jangan mendekati yang semacam itu." Ucap Pak Suryo menjatuhkan sebuah buku ke lantai.

"Memangnya bapak tahu persis keburukan anak-anak geng itu sampai segitunya?" Tanya Atta membuat seisi kelas menyorakinya karena rewel.

Ito semakin penasaran dengan sosok Atta yang menurutnya sulit ditebak. Ia kembali teringat dengan perintah Aksa malam tadi yang memintanya untuk memata-matai Atta. Ia jadi bingung, mengapa gadis itu berani menentang pendapat guru dengan lantang.

"Bukannya selagi bapak belum tahu secara langsung bagaimana keadaannya, lebih baik bapak tidak menyinggung secara langsung dengan pandangan buruk?" Jelas Atta membuat seisi kelas hening dibuatnya.

Pak Suryo diam, panggilan di ponselnya tiba-tiba membuat Pak Suryo bergegas keluar tanpa menutup dengan salam. Pertanyaan dan pernyataan Atta seolah gantung tanpa jawaban. Hal itu membuat Atta disoraki teman sekelas karena rupanya wajah polosnya menutupi pikiran liar yang tak terbayangkan.

"Kenapa juga sih lo tanya kayak gitu?" Icha tertawa ngakak sampai memegangi terus perutnya yang terasa sakit karena hari pertama datang bulan.

"Yaa, soalnya.. Kak Aksa kan anggota Leonidas, dan aku tau banget kalo Kak Aksa bukan tipe orang yang seburuk itu. Senakal-nakalnya Leonidas ga akan ngelakuin hal di luar batas, Cha!" seru Atta memukul meja dengan wajah kesal.

Ito melepad earphonenya lalu merapikan buku-buku di laci dan meja. Telinganya masih tersambung dengan perbincangan Atta dan Icha yang mengulas seputar Aksa tanpa henti. Memang mungkin Atta memiliki perasaan sedalam itu pada Aksa.

Ding dong deng .... jam pelajaran telah berakhir, sampai jumpa di hari berikutnya. Ding dong deng ...

Setelah bel pulang berbunyi, Ito menjadi orang pertama yang keluar kelas sendirian. Icha memandang Ito dari jauh dengan ekspresi yang tak terlewat santai, menggerutu sendiri karena Ito di matanya bagai pria misterius yang kehidupannya tidak jelas.

"Udah, jangan diliat mulu Itonya. Nanti Icha suka, lho. Hihi," bisik Atta tertawa jail dibalas pukulan dengan buku tulis yang mendarat tepat di ubun-ubunnya.

Ito menarik ponsel dari saku celana sambil menjinjing kunci motor. Tiba-tiba seorang pria tinggi yang beberapa senti lebih pendek darinya merangkul dia lalu berjalan bersama.

"Anter gua ke supermarket bentar kuy! Gua ada tugas prakarya, nih!" Ucap pria tadi tersenyum lebar yang dianggap cukup risih oleh Ito.

"Lo juga ada motor," Ito tak banyak bicara dengan suasana yang tak disukainya.

"Gua traktir starbucks nanti!" serunya mengacungkan jari kelingking.

Ito tergoda. Bagaimanapun juga ia memang suka untuk minum kopi, apalagi di tempat yang lumayan. Ito tersenyum tipis, meruntuhkan seluruh dinding pertahanan gengsinya.

"Oke."

Sementara di belakang mereka, dua gadis memperhatikan dengan bingung. Begitu saat ia memandang Ito yang notabenenya anak pasif, bisa berteman akrab dengan Aksa.

*tbc

ALTERITO - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang