Jetamine melirik kearah Leoniel dan Ian yang duduk berhadapan dan tetap saling melemparkan pandangan dingin kearah satu sama lain. Kening Jetamine mengernyit, tadinya dia lapar sekali karna Leoniel tak hentinya membawanya mondar-mandir, tapi melihat situasi canggung yang tiba-tiba ini, perutnya mendadak kenyang.
Sekarang mereka sedang berada di sebuah restoran ternama. Biasanya saat Jetamine kesini, dia akan memesan ruang VIP agar menjauh dari suara bising keramaian. Tapi, melihat keadaan Leoniel dan Ian yang seperti siap melempar bom tiap waktu, Jetamine akhirnya memilih meja biasa.
Setidaknya jika Leoniel dan Ian saling membunuh, dia bisa menyamar jadi orang asing, hehe.
"Jadi..." Suara dalam Leoniel terasa serak dan terseret, khas suara jika tenggorokan kita kering. "...buat apa kau kesini."
Ian yang ditanya seperti itu melirik Jetamine sekilas, mengirim kode ke Leoniel bahwa dia tidak yakin akan membuka percakapan didepan gadis itu. Tapi Leoniel tetap bergeming, menandakan pemuda itu tidak perduli jika ada yang mendengarkan, membuat Ian menghela napas kesal.
"Aku disuruh papa membawamu pulang." Jawab Ian cepat.
Mata Jetamine sedikit terbelalak, Papa? Papa? Papa??? Jetamine melirik kearah Leoniel dari sudut matanya, lalu mengalihkan perhatian kedepan, menelusuri wajah Ian yang bisa dibilang memiliki kemungkinan nol persen untuk menjadi saudara dari seorang Leoniel.
Wajah Leoniel memang terlihat lebih muda dari Ian yang wajahnya terlihat lebih dewasa dan tenang, tapi Leoniel, pemuda itu mempunyai garis rahang yang tegas, dengan tatapan mata yang sedikit tajam dan alis yang datar serta bibir yang penuh berbelah, Leoniel jelas lebih bisa dibilang tampan dibanding wajah Ian yang terkesan manis.
Sementara jetamine masih sibuk dPerkataan Ian membuat bahu Leoniel menegang. Pemuda itu menegakkan tubuhnya dan memandang Ian tajam, "Lalu kau merasa kau berhak untuk menguntitku?"
Alis Jetamine semakin menekuk. Menguntit? Gadis itu melirik Ian yanh menghela nafas lalu mengangkat kedua bahunya tinggi.
"Aku tidak menguntitmu. Bahkan, kalau bisa dibilang. Aku tak bisa menemukan jejakmu dimanapun di Paris ini. Aku bahkan sudah memesan tiket untuk pulang senin depan. Sampai akhirnya..." Mata Ian memandang Jetamine aneh lalu tersenyum manis, "Aku baru tahu dunia sesempit itu."
Mengernyit jijik, Jetamine memutar bola matanya lalu memilih untuk tak ikut dalam pembicaraan dan melempar mukanya kearah kiri, tanda tak perduli.
Leoniel melirik Ian dan Jetamine lalu mendengus kesal, "Darimana kau kenal Jetamine? Pasti kau mau memakainya sebagai alasan untuk menyeretku pulang, kan?"
Ian tampak tersinggung, "Aku jumpa dengannya di apartemenku."
"Kau seapartemen dengannya?" Leoniel menunjuk Jetamine dengan jari jempolnya. Mata biru pemuda itu masih memandang Ian tajam.
"Iyalah. Jangan bilang kau seapartemen dengannya juga? Karna itu berarti kita bertiga tinggal di satu atap yang sama."
Leoniel meneguk ludahnya gugup, "Tidak penting. Apapun itu kau pasti akhirnya memakai dia untuk menyertetku pulang."
"Mungkin saja."
"Kau-"
"-tunggu" Jetamine memotong pembicaraan mereka. Gadis itu mengangkat alisnya tinggi dan menuding mereka dengan telunjuknya. "Kalian enak saja menyeret-nyeretku dalam masalah keluarga kalian-"
"-kami bukan keluarga" / "-tidak seperti itu"
Jetamine mengangkat tangan keatas, menghentikan suara Leoniel serta Ian yang mencoba untuk memotong perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RICH AND RICHER
RomanceJetamine Noarch, seorang gadis berumur hampir dua puluh tahun tak pernah menyangka hidupnya berubah setelah mulutnya yang sombong secara sengaja menghina seorang pria asing yang baru saja dijumpainya dalam lift. "Kau tampak miskin." "Maaf, aku lebih...