Bab 35 : Its Our Deal.

2.1K 133 6
                                    

"Jadi, barang-barangmu mau diletakkan diruang tamu atau dimana?"

Suara Ian terdengar lagi. Kali ini, pria itu sembari mengangkat kedua tangannya yang dipenuhi kantung belanjaan Nirle.

Melihat itu, Nirle tersenyum miris. Dia sangat menyesal dan merasa tidak enak karna dirinya hanya membawa satu kantung kecil sedangkan Ian membawa hampir seluruh belanjaannya.

Ian yang mengerti apa yang gadis itu pikirkan, hanya memutar bola matanya dan tersenyum. Seakan-akan mengatakan kalau dia sendiri tidak apa-apa direpotkan oleh Nirle.

"Langsung kekamarku saja deh. Tidak enak juga kalo diletakkan sembarangan." Nirle menatap kantung itu lagi, "Yakin tidak mau dibantu?"

Mendengar itu, senyum Ian berkembang lagi, "Yakin. Ini tak berat sama sekali kok."

Setelah mengatakan itu, mereka berdua tidak lagi berbicara. Selain Nirle tak tahu apa topik yang baik untuk diceritakan, sepertinya Ian juga terlalu lelah untuk diajak berdebat lagi, jadi sepanjang jalan, yang dilakukan Nirle adalah melihat kesegala arah kecuali kearah Ian.

Dia juga tak mau dikira mencuri-curi pandang.

Beberapa menit kemudian, mereka berdua dikejutkan oleh suara bantingan pintu dari arah barat, dengan seorang pria yang tak langsung pergi.

Leoniel.

Setelah membanting pintu, pria itu memilih untuk bersandar di dinding putih disebelah kusen dan merenung. Ian mengerutkan alisnya. Pria itu menatap Nirle sekilas lalu memutuskan untuk maju menemui Leoniel.

"Ada masalah dengan papa?" Tanya Ian.

Tubuh Leoniel menegang lalu dia melihat Ian dan Nirle. Tatapannya menerawang sebentar lalu ia berkata, "Kalian berdua baru pulang?"

Ian melihat Nirle lalu mengangjat kedua tangannya yang masih memegang banyak kantung belanja kedepan Leoniel.

"Belanjaan kami ternyata banyak."

Pria itu mengangguk mendengar penjelasan Ian lalu langsung menatap Nirle lagi, "Aku ingin bicara denganmu sebentar, Nirle."

Mendengar ajakan yang tiba-tiba itu, Nirle langsung curiga. Matanya menajam lalu menatap Ian. Sedetik kemudian, dagunya terangkat kearah Leoniel.

"Apa maumu?"

Leoniel menatap Ian lagi lalu langsung menghela nafas. Tanpa basa-basi, dia meraih lengan dalam Nirle menggunakan tangan kirinya lalu sedikit menyeret perempuan itu, "Ikut saja. Pergi dulu ya, Ian."

Mereka berdua -Leoniel yang berjalan didepan dengan lengan Nirle yang masih digenggamnya- pergi meninggalkan Ian sendiri.

Pria itu hanya mematung melihat Nirle yang dibawa oleh Ian sampai akhirnya mereka hilang dari pandangan.

Dalam hati, Ian sebenarnya penasaran apa yang akan dibicarakan oleh Leoniel. Tapi dia mencoba untuk mengusir semua itu.

Tatapan mata Ian terlempar kearah pintu coklat dari kayu jati asli yang sebelumnya dibanting Leoniel.

Pastilah yang membuat pria itu sedemikian marah seperti tadi adalah masalah perjodohan ini.

Dari awal, Leoniel memang begitu gencar untuk mencari cara membatalkan pernikahannya. Pria itu juga awalnya tidak marah dan tidak menolak, karna masih menganggap ini hanyalah bercandaan orang tua mereka.

Mungkin, tadi adalah titik akhir kesabaran Leoniel karna melihat semakin hari, rencana pernikahan ini semakin final.

Ian menghela nafas kasar, lalu dia meletakkan kantong-kantong plastik belanjaan yang ada ditangannya di lantai.

RICH AND RICHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang