Jetamine membuka matanya pelan. Terkejut sebentar saat menyadari ruangan asing yang ditidurinya lalu lega saat dia bisa merasakan berat lengan yang melingkar dengan tidak segan di perutnya. Kamar ini gelap sekali, tidak ada cahaya yang hidup karena lampu dimatikan, begitu pula dengan langit yang sudah tak menampakkan cahaya matahari lagi.
Sudah jam sebelas malam, Kata Jetamine dalam hati saat melihat jam di dinding dekat pintu. Mereka sudah tertidur berapa lama? Jetamine tak ingat benar jam berapa mereka mulai tertidur karna seingatnya sesudah makan siang bencana tadi, Leoniel dan dia tidak benar-benar langsung tertidur.
Atau rencana awalnya memang seperti itu sebelum Leoniel dengan nakalnya menyusupkan tangan ke celana dalamnya.
Memutuskan turun untuk mengambil minum, Jetamine menggerakkan sedikit lengan Leoniel dari perutnya lalu bergerak hati-hati menjauh dari pemuda itu. Dirinya benar-benar tak ingin membangunkan Leoniel. Pria itu memang tak menunjukkan sikap peduli, tetapi Jetamine sudah lebih dari cukup mengenalnya sampai mengetahui bahwa perkataan Sero menganggu pikirannya.
Lagipula, bukan dia saja yang terganggu. Kalau dipikirkan lagi, keadaan yang paling sulit disini adalah Jetamine. Disatu sisi dia tak ingin Leoniel diambil darinya, apalagi dengan perempuan semacam Nirle, tapi disisi lain, Jetamine juga tak mengerti hubungannya dengan Leoniel itu seperti apa.
Pria itu tak jarang memberinya tatapan cinta yang menggebu-gebu saat mereka bersama, tetapi Jetamine juga sering melihatnya seperti tidak menganggap hubungan mereka seserius itu.
Bukannya Jetamine cemburu atau apa, Dia memang ingin hubungan mereka tidak usah terlalu cepat serius, tetapi sepertinya hal itu menjadi batu jebakan untuk dirinya, karna sekarang dia bingung mau menempatkan dirinya di sisi mana. Mungkin nanti saat Leoniel terbangun, Jetamine bisa menanyakan pikiran pemuda itu pada hubungan mereka berdua.
Jetamine menuruni tangga pelan, tak ingin menimbulkan suara. Dia hanya ingin mengambil minum, lalu kembali ke pelukan Leoniel. Itu saja. Gadis itu sungguh-sungguh tak ingin bertemu dengan siapapun, terutama Nirle.
Tetapi saat kakinya melewati pintu kaca tempat jamuan makan siang yang ditempatinya tadi, Mata coklat gelapnya melihat punggung Nirle yang sedang berdiri di tepi kolam renang, rambut indah perempuan itu digulung keatas, menampilkan leher jenjangnya yang semakin berkilat disinari cahaya bulan.
Tetapi dia tidak sendiri.
Jetamine melihat Ian sedang berdiri didepan Nirle.
Mereka berdua tampak sedang mengobrol sesuatu yang serius. Kelihatan dari tangan Ian yang berkali-kali meremas gelas ditangannya.
Alis Jetamine berkerut. Dia bukan penguntit! Apapun yang diceritakan mereka berdua sama sekali bukan urusannya. Tetapi, saat melihat Ian memijat pangkal hidung mancungnya, Jetamine tersadar bahwa mungkin saja apa yang dikatakan Leoniel tadi siang benar. Bahwa pemuda itu menaruh hati pada Nirle.
Dengan hati-hati dan berusaha agar tetap dalam kegelapan, Jetamine melangkah mendekat kearah dinding kaca yang memisahkan mereka.
"Jadi kau anggap apa yang terjadi di Hawai?" Suara Ian terdengar lebih lirih.
Dahi Jetamine berkerut. Hawai?
"Sudah kubilang, Ian. Apapun yang terjadi disana tetap disana. Aku tak ingin itu merusak rencanaku untuk menikahi Leoniel." Nirle terdengar tersinggung. Suaranya lebih keras dan kasar daripada Ian.
Ian menghela nafas. Jetamine melihat pria itu sekarang mengacak-acak rambutnya kesal. Lalu tak berapa lama dia melihat Nirle dingin, "Aku penasaran... apa kau juga akan seambisius ini jika awalnya kau dijodohkan denganku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RICH AND RICHER
RomanceJetamine Noarch, seorang gadis berumur hampir dua puluh tahun tak pernah menyangka hidupnya berubah setelah mulutnya yang sombong secara sengaja menghina seorang pria asing yang baru saja dijumpainya dalam lift. "Kau tampak miskin." "Maaf, aku lebih...