Saat dirinya baru saja keluar dari mobil, sebuah mobil volvo berwana putih metalik memasuki garasi. Mobil tersebut berhenti disamping Leoniel dan terparkir rapi. Mobil Ian. Siluet pemuda itu semakin terlihat jelas saat kakak tirinya itu tersenyum padanya dari balik kaca pekat mobil.
Alis Leoniel mendadak bertaut. Tumben sekali Ian pulang selarut ini. Leoniel melirik Nirle yang baru saja keluar dari dalam mobilnya dan perempuan itu terbingung saat melihat Leoniel masih berdiri.
"Leon? Gak masuk?" Kata Nirle. Dia menenteng heels nya ditangan kanan. Mungkin kakinya sakit. Tak heran sebenarnya, mengingat heels itu bisa digunakan untuk membunuh orang dengan tumit yang seperti itu.
"Duluan saja..." Leoniel sedikit melirik mobil Ian, memberi kode bahwa dia sedang menunggu Ian untuk sama-sama memasuki rumah.
Dari wajah Nirle, perempuan itu tadinya ingin menunggu bersama, Tapi saat Nirle melihat Ian yang keluar dari dalam mobil, dirinya tersenyum canggung.
"Kalau begitu, aku duluan saja ya, Leon."
Baik Ian maupun Leoniel tak menjawab perkataan Nirle. Leoniel hanya tersenyum kecil, sementara Ian sendiri sibuk mengambil sesuatu dari jok belakang mobil.
Nirle pun tak ingin menyapa Ian. Jadi Leoniel simpulkan bahwa mereka berdua sedang perang dingin.
Alis Leoniel berkerut saat pengetahuan itu memenuhi pikirannya. Jika memang mereka berdua terlibat perang dingin, apa yang bisa menyebablan Ian pun tampak menarik diri?
Dia tahu bagaimana kakak tirinya ini begitu mengagumi Nirle, tidak ada satu hal pun yang bisa membuat seorang Ian tak menghiraukannya. Kalaupun ada, berarti topik mereka berdua sangat sensitif.
Leoniel melangkah semakin dekat dengan mobil Ian. Mobil itu baru. Terlihat dari jok nya yang masih berplastik, Leoniel bisa mengira benda itu baru dibeli sekitaran dua sampai tiga bulan yang lalu, mungkin sekitaran saat Leoniel juga membeli mobil barunya yang dia tinggalkan di Paris.
"Mau kubantu?" Tawar Leoniel retoris, karna tentu saja, tanpa Ian jawab pun, Leoniel tetap membantunya.
Tangan Leoniel menarik dua buah plastik besar berlogo supermarket. Sepertinya, Ian baru saja pulang setelah membeli...
Leoniel melongok kedalam plastik.
Bir, wine, ice cream, popcorn... dan alat kontrasepsi?
"Kau mau ngadain pesta?" Tanya Leoniel setelah melihat banyaknya keempat benda tersebut di dua plastik ditangannya. Belum lagi dua plastik lainnya yang ada ditangan Ian.
Sedangkan Ian yang ditanya seperti itu hanya menghela nafas dan menutup pintu mobil menggunakan siku.
"Mungkin?" Katanya cepat.
Mereka berdua keluar dari bagasi dan langsung masuk kedalam rumah melalui pintu yang terhubung keruang tamu.
Leoniel yang penasaran pun akhirnya bertanya lagi, "Tumben sekali. Biasanya kau tak semangat ikut-ikut pesta... seperti ini."
Dirinya menyinggung soal alat kontrasepsi itu pastinya. Pria macam apa yang membeli alat itu sampai sebanyak itu?
Ian melirik Leoniel lalu tersenyum miring. Hatinya sedang buruk, dan Leonie tahu itu.
"Aku sedang ingin... mencari wanita baru. Mungkin?"
Perkataan Ian menimbulkan lebih banyak kerutan di dahi Leoniel. Pria itu melihat punggung Ian yang berada didepannya dalam-dalam, "Bagaimana dengan Nirle?"
Nama Nirle yang dibawa-bawa oleh Leoniel membuat Ian mengeratkan gerahamnya. Ian benar-benar tak ingin lagi mendengar atau terhubung dengan nama itu. "Apa maksudmu? Dia milikmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
RICH AND RICHER
RomanceJetamine Noarch, seorang gadis berumur hampir dua puluh tahun tak pernah menyangka hidupnya berubah setelah mulutnya yang sombong secara sengaja menghina seorang pria asing yang baru saja dijumpainya dalam lift. "Kau tampak miskin." "Maaf, aku lebih...