Leoniel benar-benar mengejutkan Sero. Sangkin terkejutnya, sepeninggal anak kandungnya itu, Sero tidak melanjutkan kembali pekerjaannya.
Selama bermenit-menit lamanya, Sero hanya menatap pintu jati tempat dimana Leon pergi sambil membanting pintu.
Pikiran Sero pun saat ini terpecah belah. Disatu sisi, dia memikirian pekerjaannya yang tak kunjung selesai.
Harusnya ini pekerjaan bagian Leoniel. Tapi karena kemarin Leoniel mengalihkan bagian ini ke Sero, jadi terpaksa Sero yang harus menyiapkannya.
Tadinya, jika pria nakal itu tidak bertengkar dengannya, Sero ingin menyerahkan pekerjaan ini kepada Leoniel.
Tapi memang takdir berkata lain, seperti terjatuh dan tertimpa tangga, bukannya membaik, beban pikiran Sero semakin bertambah dengan rengekan Leoniel.
Permintaan pria itu untuk membatalkan pernikahannya sepertinya serius.
Dari cara bicara Leoniel, Sero tahu dia memang benar-benar mengharapkan pernikahan itu batal. Tapi mau bagaimana lagi? Pernikahan kan bukan hanya disetujui oleh satu keluarga saja.
Sero juga harus menjaga perasaan keluarga Nirle. Bagaimana perasaan sebuah keluarga jika anak mereka dipulangkan? Itu akan sangat melakukan.
Dahi Sero berkerut.
Dia tiba-tiba memikirkan perkataan Jetamine terakhir kali padanya tentang dia yang tidak tahu cara membahagiakan Leoniel.
Tok.. Tok.
Suara ketukan pintu terdengar; membuyarkan lamunan Sero. Alis pria itu berkerut lebih dalam.
Hatinya bertanya-tanya siapa lagi yang berniat menganggu waktunya? Ini sudah malam.
Leoniel? Tidak mungkin, pria itu kan sedang marah dan Seri tahu jika kemarahan Leoniel tidak semudah itu reda.
Si pengetuk tidak menunggu jawaban dari Sero karna sebuah kepala sudah menyeludup masuk melalui celah pintu yang terbuka.
'Ian?', pikir Sero.
"Apa papa sedang sibuk?" Tanya Ian yang masih mengintip dari pintu.
Menghela nafas sebentar, Sero menjawab, "Tidak. Masuklah."
Dia melihat senyum lebar muncul di pipi Ian. Pria itu melangkah santai sambil memasukkan tangannya kedalam celana. Ian berkeliling ruangan dan mengambil satu buku dalam rak.
Sero tetap memperhatikan Ian ketika dia duduk disebuah sofa di dekat jendela. Pria itu menyenderkan punggung dan membuka buku ditangannya dalam diam, seakan-akan dia kesini hanya untuk membaca buku.
Padahal Sero yakin seratus persen ada yang sedang ingin dibicarakan Ian, dan entah kenapa dia bisa menebak topiknya.
"Ini sudah larut, kenapa papa masih belum tidur? Apa tidak ngantuk?" Tanya Ian tanpa melihat Sero.
Sementara itu, seringaian Sero muncul di bibirnya.
Pria tua itu menghela nafas lalu mengambil pulpen. Jika Ian memutuskan untuk berbasa-basi terlebih dahulu, Sero juga bisa melakukannya.
Tangan Sero membuka dokumen yang tadinya tertutup diatas meja kerjanya.
"Pekerjaanku masih banyak, Ian."
"Mau kubantu?" Tawar Ian.
Sero menyeringai lagi. Pria itu menawarkan bantuan, tapi dia tidak beranjak dari duduknya.
"Tidak perlu...," Sero melirik Ian, berusaha melihat reaksi pria itu saat dia melanjutkan perkataannya, "Bagaimana tadi dengan Nirle?"
Dan berhasil!
KAMU SEDANG MEMBACA
RICH AND RICHER
RomanceJetamine Noarch, seorang gadis berumur hampir dua puluh tahun tak pernah menyangka hidupnya berubah setelah mulutnya yang sombong secara sengaja menghina seorang pria asing yang baru saja dijumpainya dalam lift. "Kau tampak miskin." "Maaf, aku lebih...