Happy reading temen-temen 💕
Semudah itu hatimu berpaling?
—About Us—
Alishka terduduk lemas setelah mendengar semua penjelasan Fajar dan ayahnya. Apa karena ini ia merasa kehidupannya berubah?
"Maafkan Ayah. Ayah hanya tidak ingin kalian merasa kecewa dengan kejadian masa lalu."
Taizo mengucapkan itu seakan menjadi manusia paling bersalah di dunia ini. Tapi, mau bagaimana pun Alishka tidak bisa menyalahkan pria itu.
"Kemana Mama sama Papa?" tanya Alishka.
Fajar meneguk ludahnya dengan susah payah. Akhirnya adik kecilnya menanyakan hal ini.
"Mama dan Papa meninggal karena kecelakaan itu."
Bahu Alishka turun saat mendengar ucapan Fajar. Meninggal? Sesuatu yang tidak akan pernah kembali lagi.
"Ada Kakak, Lish. Kakak bakal jagain kamu," ujar Fajar namun tak dihiraukan oleh Alishka.
"Kenapa nggak pernah datang? Kemana 10 tahun ini?"
"Kakakmu Ayah titipkan pada teman Ayah yang ada di Jerman. Kalian bertemu karena Ayah yakin kamu udah bisa nerima semua yang terjadi."
"Paman, Melody akan ikut sama aku setelah ini," ucap Fajar sedikit penuh tekanan.
Taizo terdiam. "Biarkan Alishka yang menentukan."
Fajar menatap Alishka meminta jawabnan.
"Aku akan tetap bersama Ayah di sini. Kalau Kakak masih peduli sama aku, Kakak cukup datang ke sini."
****
Apa yang terjadi hari ini sungguh di luar dugaannya. Alishka merasa kepalanya semakin pusing dan memutuskan untuk meminum obat perasa sakitnya.
Setelah merasa lebih baik, Alishka membuka laptopnya lalu membuka email-email yang masuk pada benda elektronik yang satu itu. Tiba-tiba, matanya menyipit ketika melihat notifikasi yang muncul pada laman browsernya.
"Ada apaan sih?" gumam Alishka sembari menunggu browsernya terbuka.
Tangannya dengan ahli menggeser-geser mouse pada laptop dan berhenti pada laman yang paling menarik menurutnya. Beberapa kali ia berusaha tidak penasaran, namun setiap kata yang ada membuatnya semakin jauh berpikir dan akhirnya mematikan laptopnya secara paksa.
"Si Rama mau kuliah di luar negeri? Kok bisa masuk website sekolah ya?" Alishka menoleh pada jendela yang tertutup gorden berwarna putih pudar.
"Alishka."
Gadis itu menoleh ke arah pintu kamar yang hanya tertutup oleh kain panjang.
"Ayah?"
Ia berjalan keluar dan menemukan Taizo duduk di sofa dengan pandangan kosong. Alishka kembali ke kamarnya dan melirik Haikal yang sudah berlabuh pada alam bawah sadarnya. Lalu, siapa yang memanggil namanya?
"Alishka."
Lagi-lagi Alishka mendengar namanya dipanggil seseorang. Bulu tangan gadis itu mendadak berdiri dan merasakan hawa yang tak mengenakkan. Ia langsung menuju kasur dan membaringkan tubuhnya di sebelah Haikal. Selimut yang hanya memuat satu orang itu langsung ia tarik untuk menutupi sebagian tubuhnya.
"Alishka."
"Please, siapa pun itu please jangan apa-apain gue. Gue cuma gadis biasa, nggak ada manfaatnya kalo lo gangguin gue," ucap Alishka begitu saja tanpa ia sadari.
Tak ada jawaban. Alishka membuka selimut yang menutupi wajahnya dan mencoba mendengar namanya lagi, namun nihil.
Setelah memastikan namanya tak dipanggil lagi, Alishka beranjak menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, mungkin ini sudah waktu dirinya untuk mengistirahatkan diri.
Namun, selembar kertas berwarna biru tergeletak di bawah jendela kamarnya membuat gadis itu kembali heran. Ia membaca isi kertas itu dan mengernyit aneh.
Buka jendela.
"Lo siapa sih? Jangan nulis yang aneh-aneh deh," ucap Alishka memberanikan dirinya setelah membaca kertas itu yang menyuruhnya untuk membuka jendela.
Tok tok tok
Alishka tergagap. Ternyata orang yang menuliskan kertas tadi belum pergi. Tangan gadis itu menggapai kunci jendela dan menelan air ludahnya sendiri. Keringat dingin sudah membanjiri keningnya hingga membuat nyali Alishka ciut untuk membuka jendela.
"Kalau gue buka, nanti dia ngelakuin hal yang nggak wajar lagi. Enggak usah dibuka deh."
Alishka menjauhkan diri dari jendela, namun ketukan dari luar kembali terdengar.
Karena merasa penasaran dan risih, gadis itu membuka jendela dengan sekali hembusan napasnya. Tidak apa siapa-siapa. Hanya ada kardus-kardus bekas dari tetangganya yang ia temukan. Alishka memperhatikan sekitarnya, benar-benar tidak ada orang ataupun tanda-tanda yang memberinya kertas untuk membuka jendela.
Baru saja ingin menutup jendelanya kembali, tangannya dicekal oleh seseorang dari bawah jendela. Hampir saja Alishka ingin berteriak kalau tidak langsung dibekap oleh orang itu. Alishka yakin orang di depannya ini hanyalah ilusi ataupun mimpinya yang salah jalan. Alishka melepaskan bekapan orang itu dan menarik napas berat.
"Ini pasti mimpi," gumam Alishka pelan, namun tak berani menatap orang yang membekap mulutnya tadi.
"Gue bukan pangeran dalam mimpi lo itu. Keluar dulu, gue perlu bicara sama lo," balas orang itu ketika mendengar gumaman Alishka yang menurutnya sangat tidak masuk akal.
Alishka menepuk pipinya pelan lalu mencubit lengannya.
"Bukan mimpi. Ngapain lo ke sini? Lo tau dari mana gue pindah ke sini?"
"Banyak nanya banget sih, keluar dulu."
Terdengar derap langkah kaki yang mengarah ke arah kamar Alishka, membuat gadis itu menoleh ke belakang.
"Lewat depan aja, lo kayak maling kalo di sini."
Setelah itu Alishka langsung menutup jendelanya dan menuju pintu depan. Ia masih tak percaya dengan apa yang barusan ia lihat. Serasa dirinya masih bermimpi tentang orang itu yang tiba-tiba datang ke rumahnya dan menjadi orang pertama yang mengetahui tentang kepindahannya.
Gadis itu membuka pintu yang tadinya sudah dikunci oleh ayahnya. Ternyata orang itu sudah duduk di tempat biasa ayahnya duduk. Alishka masih di ambang pintu, ia masih bingung dengan kedatangan orang tersebut.
"Gue ke sini bertamu, bukan jadi maling," ucapnya spontan membuat Alishka menoleh ke arahnya.
"Maksudnya?"
"Gue mau minta bantuan lo buat bantuan gue persiapan UN dan yang pasti gue nggak nerima penolakan," ujarnya santai sembari mengeluarkan bungkus rokok dari saku jaket yang ia kenakan.
"Walaupun gue mau tetap aja gue nggak bisa," balas Alishka masih bersikap dingin dengan lawan bicaranya.
Orang tersebut terkekeh dan membuang asap rokok yang mengepul dari mulutnya. "Lo butuh berapa?"
"Gue nggak butuh harta dari lo. Lebih baik lo bayar guru lain aja yang lebih dari gue. Sekarang udah malem, besok gue mau sekolah," jawab Alishka bersiap menutup pintu kayu itu.
"Oke, gue bakal pulang. Tapi, besok pagi gue bakal ke sini lagi."
Alishka terdiam dengan pintu yang baru ditutup setengah. Orang itu membuang puntung rokoknya dan memasang topi untuk memutupi kepalanya. Tak lama, terdengar suara deruman motor dari arah belakang rumah Alishka dan perlahan menghilang menuju jalan raya.
"Ryan, sebenarnya gue nggak bisa nolak, tapi lo belum ngerti keadaan gue."
Tbc
Love you guys ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
ABOUT US || COMPLETED
Teen FictionBermula dari sebuah pertemuan tak sengaja, membuat dunia terlihat berubah. Bersamaan dengan hadirnya seseorang yang menjadi sekat untuk mereka. Ketika semuanya hampir terucap, sebuah rahasia yang selama ini tertutupi terbongkar. Tentang rasa, hati...