Aku tergopoh-gopoh mengambil tas kecil favorit saat mendengar suara klakson motor menderu di depan rumah. Kupakai sepatu kets dengan asal-asalan. Yang penting menempel di kaki. Dia tersenyum melihatku keluar terburu-buru.
"Santai saja. Aku ga terburu-buru"
Kupukul kepalanya lantaran kesal. Jika dia tidak terburu-buru kenapa dia menekan klakson sekencang itu? Tanpa banyak bicara aku naik ke boncengannya. Sepeda motor butut itu melaju membelah keramaian.
"Jahat banget sih kalian. Ini aku lagi flu tau ga?!"
Aku terkikik tak peduli. Suara di seberang terdengar sengau. Khas orang flu. Pria dibelakangku juga tidak peduli banyak. Malah menggeserku dari layar ponsel. "Makanya jangan sok romantis. Memangnya kamu pikir menyenangkan main hujan-hujanan." Tanganya bergerak membayar es krim pada kasir.
Kami keluar sambil membawa es krim masing-masing. Petugas kasir menatap kami dengan alis bertaut heran. Tapi tak banyak komentar. Cowok itu menunjuk kursi yang diatur di depan gerai.
Cewek di telepon menggerutu. "Aku rindu. tahu gak? Kenapa juga harus hari ini. Kan bisa besok-besok kalau aku sudah sembuh. Ini namanya curang."
Aku tertawa. Membiarkan cewek itu menggerutu begitu saja. Tak banyak peduli. Kami duduk di kursi. Terdengar suara membersihkan hidung dari seberang. Aku meringis jijik.
"Kan romantis main hujan sama pacar. Memangnya kalian berdua?"
Kali ini aku mencibir. "Yasudah, tak usah dibawain deh."
"Jangan begitu dong, cantik. Ini aku seharian di rumah, bosan tahu? Bawakan es krimnya ke sini. Sekalian dengan siomay ya. Aku nunggu tukang siomay yang biasa lewat ga ada. Bawain dong..."
Dia merengek dan aku hanya memutar mata malas. Cowok di sebelahku juga mencibir. Dia hanya berdehem ringan. "Iya nanti kita mampir ke sana. Kamu cepat sembuh. Jangan menyebar virus ke kita."
Dia merengut. Kami masih bertukar sapa satu dua kalimat sebelum menutupnya. Aku menertawakan hidungnya yang merah karena flu. Setelahnya, kami berdua diam. hening menyapa. Aku menyibukkan diri dengan es krim yang ku beli.
Tak perlu bertanya-tanya. Kita hanya pergi ke gerai minimart di depan sekolah. Ini sudah biasa kita lakukan saat sore hari. Membeli es krim atau minuman dingin yang jumlahnya bahkan tidak pernah lebih dari dua puluh ribu disana. Lalu dilanjutkan dengan sesi bercerita selama lebih dari dua jam di depannya.
Tidak banyak yang berubah dari gerai itu. Perbedaannya mungkin hanyalah toko sepatu di sampingnya kini berubah menjadi warnet. Yang kali ini sedikit ramai oleh siswa-siswa yang sedang mengerjakan tugas atau bermain game. Oh, dan ada tempat duduk dan meja yang membuat kami nyaman duduk dan bercerita disana.
Yang baru menelepon itu adalah Puti. Salah satu teman dalam perkumpulan kami. Baru saja mengeluh karena terkena flu akibat pulang kehujanan. Dia bilang kemarin habis kencan dengan pacarnya dan malah pulang kehujanan.
Aku melirik cowok yang duduk di depanku. Tak banyak yang berubah. Hanya kacamata barunya yang terlihat lebih bergaya.
"Rasanya sudah lama banget sejak terakhir kali..."
Aku mengangguk setuju. Sebentar lagi kuliah di mulai. Artinya nyaris tiga bulan kita tidak datang ketempat ini lagi. Padahal gerai ini selalu menjadi tempat bercerita yang menyenangkan bersamanya. Rian namanya, kawanku yang terbilang paling dekat. Sambil memakan ice cream vanila favoritku, aku menatap jalanan yang sedikit ramai oleh kendaraan. Juga mengingat pertemuan pertama kami sejak tiga tahun yang lalu.
Hai? Adakah yang baca cerita Mochin? Ini cerita ke empat yang Mochin publikasi di Wattpad. Dan memang baru punya nyali nyapa pembaca heheh...
Semoga kalian suka :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Cream Senja
Teen Fiction"Terjebak dalam cinta lama memang menyebalkan. Tapi terjebak dalam persahabatan itu lebih mengerikan bagiku." - Rian Ya. Rian benar. terjebak dalam pertemanan amat sangat menyebalkan. Karena berteman dengannya sangat menyebalkan. Maka biarlah kita t...