Senja

9 2 0
                                    

Ada banyak hal yang ingin kuceritakan pada Rian. Tentang isi hatiku. Tentang perasaanku. Tentang keinginanku yang ingin lebih dari teman bersamanya. Tentang keinginanku untuk tetap bersamanya. Tapi aku tidak bisa menahannya. Aku sudah egois dengan menahan semua yang kurasakan. Aku tak ingin lebih egois dengan menahannya di sisiku. Dia berhak berusaha menggapai mimpinya.

Kak Akbar terkejut saat melihatku masuk rumah sambil menangis kencang. Ibu panik. "Ada apa? Kenapa kamu nangis kencang begini? Ga malu sama tetangga?"

"Rian mau ke Jerman besok pagi. Dia mau kuliah disana."

"Dia jadi menerima beasiswa itu?"

"Ayah tahu?"

Ayah menghela nafas. "Dia datang konsultasi sama ayah waktu dapat undangan tesnya. Ayah pikir kamu sudah tahu."

Aku menangis lagi. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, aku masuk ke kamar. Ibu masih panik. Tapi ayah menenangkan. Dia bilang untuk membiarkan aku tenang dulu. Kak Akbar sendiri juga tak banyak komentar. Tapi aku tahu dia khawatir.

Rasanya benar-benar menyakitkan ditinggal Rian. Aku tidak merasakan ini saat putus dengan Kak Juna dulu. Ini rasanya asing. Sesak. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku ingin menggigit tanganku, tapi Rian bilang jangan. Aku berteriak. Memaki Rian yang baru mengatakan kepergiannya padaku hari ini. Saat dia akan pergi besok. Apa mungkin aku menginap di rumahnya saja? Jadi aku bisa mengantarnya ke bandara besok pagi? Tapi ayah tidak akan mengijinkan.

Rasanya sangat menyesakkan menyadari Rian kali ini akan benar-benar pergi dariku. Bukan hanya menjauh, dia benar-benar pergi. Jauh. Kami terpisah benua dan samudra. Aku tidak akan bertemu dengannya dalam waktu yang lama. Ada banyak cerita tentang Rian yang masih kuingat dengan jelas.

"kamu suka Kak Juna?"

Aku ingat pertanyaan itu. Dia selalu menanyakannya saat aku masih pacaran dengan Kak Juna. Seolah ingin menyampaikan sesuatu. Tapi tidak pernah mengatakan apapun selain pertanyaan itu. Belakangan malah kutahu kalau dia tahu perasaan Kak Juna yang sebenarnya.

"terjebak dalam pertemanan itu menyebalkan."

Dan kalimat itu. Aku menyetujui kalimat itu. Terjebak dalam pertemanan dengan Rian itu menyebalkan. Kami seharusnya lebih dari teman. Aku ga mau berteman dengannya.

Aku ga mau berteman dengannya.

"sejak awal aku ga pernah anggap kamu temanku"

Dia juga ga pernah anggap aku temannya. Tapi dia sangat baik. Dia selalu memperhatikan hal-hal kecil yang bahkan tak pernah kusadari kusukai. Kalau dia tidak menganggapku teman, lalu dia anggap aku apa?

"gapapa bodoh. Aku suka..."

Aku diam. Ucapan Rian saat nonton dengan teman sekelas dulu tiba-tiba terdengar di telinga. Suka?

"kamu beruntung, Mi. Sekarang aku tahu kenapa dia bisa sejatuh itu sama kamu."

Siapa yang jatuh? Saat itu, sudah jelas-jelas Kak Juna jatuh pada Kak Mia begitu dalamnya. Bahkan sampai sekarang. Dia juga tahu itu. Lantas jika bukan Kak Juna, siapa yang Kak Mia maksud? 

"Rian...?"

"jatuh cinta sama teman sendiri itu sulit, Di. Apalagi kalau dia ga peka. Kalau aku sudah mundur teratur."

Saat itu Marcus mengatakannya sambil melirik Rian. Kenapa dia melirik Rian? Marcus juga seperti agak segan saat itu. Dia baru saja merangkul bahuku. Kenapa dia harus meminta maaf pada Rian?

"Cinta datang karena terbiasa. Kalau kamu dekat dengan temanmu, kamu akan terbiasa dengan temanmu. Bukan ga mungkin kamu jatuh cinta sama temanmu sendiri."

Ya. Didip benar. Aku jatuh cinta pada Rian. Kak Juna jatuh cinta pada Kak Mia. Seno jatuh cinta pada Chika. Puti tidak jatuh cinta karena sudah memiliki cintanya sendiri. Lalu jika aku merasakannya setelah putus dengan Kak Juna, apa mungkin Rian juga merasakannya?

"cobalah lebih peka..."

Kak Juna, Seno bahkan Puti selalu mengatakannya padaku. Cobalah lebih peka. Untuk apa? Apa yang harus aku sadari? Apa yang mereka maksud? Apa yang sedang mereka coba sampaikan padaku? Apa yang tidak aku tahu? Kenapa tiba-tiba aku mengingat hal-hal kecil itu?

"aku ini belum punya apa-apa untuk belikan yang baru."

"tapi saya punya pacar tante. Maaf, kalau ngomong begitu, orang bisa salah paham."

"yang tidak peka itu kamu."

Tubuhku membeku.

"Rian..."

Tangisku berhenti seketika. Ucapan-ucapan Rian tiba-tiba terdengar di telingaku. Siapa yang jatuh padaku? Siapa yang jatuh cinta pada temannya?

Aku menelan ludah susah payah. Tenggorokanku sakit. Aku berlari. Jendela kamarku masih terbuka. Aku menatap senja. Matahari yang mulai turun. Malam mulai datang. Saat itu, tubuhku membeku. Benar-benar membeku.

"aku sudah serahkan semuanya. Aku gantung harapanku di kamu. dan kamu ga pernah sekalipun lihat itu."

Rian menggantung harapan padaku. Seperti aku yang sempat menggantung harapan padanya. Rian, menaruh harapan padaku.

Rian.... Mencintaiku?

"kupikir kamu suka orang terkenal?"

Aku menggigit tangan lagi. Larangan Rian sebelumnya menghilang dari ingatanku. Rian sengaja menerima tawaran itu. Rian tahu, jika dia menjadi pemimpin Tim PD, dia akan terkenal. Dia tahu, aku menyukai seseorang yang memilliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Menjadi Tim PD adalah salah satu cara untuk membuktikannya. Dan dia terbukti menjadi sosok panutan. Rian ingin membuktikan dirinya. Bahwa dia pantas untukku?

"tapi terjebak dalam persahabatan itu lebih mengerikan bagiku."

Karena Rian tidak bisa mengutarakan apa yang dia rasakan padaku. Aku selalu menganggapnya teman. Dia tidak bisa mengungkapkan isi hatinya dengan bebas. Dan itu mengerikan. Aku sudah merasakannya.

Aku menangis lagi. kali ini lebih kencang. Senja mulai hilang. Aku jatuh terduduk di bawah jendela. Kamarku gelap. Aku tak punya tenaga menyalakan lampunya.

Rian mencintaiku. Dan aku terlalu bodoh untuk tidak menyadarinya. Dia tidak pernah menganggapku sebagai temannya. Karena sejak awal, aku lebih dari teman. Segala perhatiannya adalah bentuk cintanya yang terpendam. Semua hal yang dia lakukan untukku adalah bentuk perasaannya yang tertinggal. Hatinya yang telah kucuri.

"Rian..."

Rian jatuh padaku sejak awal. Akulah yang lebih dulu menghianati Kak Mia dengan mencuri hati Rian yang tidak kusadari kulakukan. Aku yang lebih dulu melukai Kak Mia yang berakhir menyakitiku juga. Cinta semu Rian pada Kak Mia berakhir karena Rian jatuh padaku.

Sepertiku yang tidak ingin hanya berteman dengannya, Rian juga tidak ingin berteman denganku. Rian juga menginginkan hal yang lebih dari pertemanan. Lalu kenapa dia memilih pergi?

"Bodoh... Bodoh.... Bodoh..."

Aku memeluk lutut. Tak ada yang bisa ku lakukan. Rian akan pergi. Cinta kami tidak nyata. Bahkan air mataku saat ini tidak berguna.




Selesai


Bogor,
November 2019,
Moccachino Chocolate.

Ice Cream SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang