Spin-Off Seno (2)

7 2 0
                                    



Jihan memang sulit dilupakan. Sifat ceria dan ramahnya membuat Seno terus- menerus jatuh cinta. Dia juga sangat menggemaskan saat sedang kesal. Dan Seno masih tidak bisa melepaskannya begitu saja. Seno tak bisa berhenti menjahilinya. Jihan terlalu menggemaskan untuk ditinggalkan.

Seno masih senang menyembunyikan bukunya. Mencuri pulpennya. Atau mencuri air minumnya. Jihan akan berteriak marah-marah. Lalu mengejarnya. Seno akan selalu berlari dan meledeknya. Seno masih senang dengan semua itu. Tapi dia tetap tidak bisa menahan perasaannya. Dia tidak suka melihat Jihan dijemput pacarnya hampir setiap hari.

Lalu satu hari, saat itu Seno sedang main dengan teman rumahnya yang mengajak Seno main di taman kota pulang sekolah. Seno melihat pacar Jihan di sana. Bersama seorang perempuan dan tampak mesra. Seno semakin tak suka. Seno semakin benci pacar Jihan. Yang ada dipikiran Seno saat itu, pacar Jihan menghianatinya. Tapi Jihan pasti tidak akan mempercayainya. Apalagi, Seno selalu menjahili Jihan setiap hari.

Jadi pada satu kesempatan Jihan dan pacarnya tidak sengaja bertemu Seno di pusat perbelanjaan kota, Seno langsung melempar bomnya.

"Pacarmu ya, Han?"

"Iya dong. Memangnya kamu, jomblo? Ga laku."

Seno hanya mencibir. Diam-diam memaki pacar Jihan yang menatapnya dengan pandangan meremehkan. "Aku sih walaupun jomblo banyak yang mengejar. Kamu kan salah satunya."

Jihan mendelik. Tak terima. Pacarnya juga terlihat tertarik dengan topik ini. Maka Seno semakin menyulut api. "Kemarin kan kamu bilang suka aku." Seno melirik pacar Jihan sebentar. "Sudah punya pacar kok masih menggodaku. Bilang suka aku didepan teman-teman. Aku kan jadi malu."

Sebenarnya, itu kalimat biasa. Seno pun mengucapkannya dengan nada bercanda. Tapi pacarnya Jihan entah bagaimana tersulut emosi. Mereka hampir bertengkar hari itu. Tapi Seno memilih untuk pergi. Tak mau berlama-lama dengan mereka. Tak mau peduli juga pada apa yang terjadi setelahnya.

Karena itu, Seno sangat terkejut saat melihat Jihan datang dengan mata bengkak ke sekolah. Tentu saja otak cerdasnya langsung menyambungkan mata bengkaknya dengan kejadian sebelumnya.

"Matamu kenapa, Han? Kena tonjok siapa?" tanyanya.

Tentu saja dia ucapkan kalimat itu sambil meledek. Tapi juga khawatir karena Jihan tidak pernah datang dengan kondisi separah itu.

Jihan tak menjawab. Dia langsung duduk di kursinya dan tak mau mendengar apapun ucapan Seno. Dia juga memasang earphone agar tidak mendengar suara Seno. Tapi Seno tidak biasa diabaikan. Dia menarik earphone Jihan. Lalu berteriak memanggilnya tepat di telinga Jihan. Maksudnya supaya Jihan marah dan mengomelinya. Paling tidak, Jihan teralihkan dari masalahnya dengan pacarnya.

"Kamu bisa diam tidak?"

Seno benar-benar terkejut saat Jihan bicara dengan nada dingin. Tidak berteriak seperti biasa. Dia benar-benar membeku. Saat itu, Seno sadar dia sudah keterlaluan.

"Kamu tau apa yang aku alami kemarin? Tau akibat dari ucapanmu itu?"

Seno diam. "Apa yang terjadi?"

Jihan langsung mendecih. Air matanya mulai turun perlahan. Dia tertawa kering. Menahan kecewa. "Kenapa kamu bicara begitu kemarin?" Seno diam saat Jihan mendorongnya. "Apa maksudmu? Kamu buat aku jadi terlihat seperti pelacur murahan. Itu maksudmu?"

"Jihan, bukan begitu..."

"Dia putusin aku saat itu juga, kamu tahu?!" Jihan menjerit. Hal yan membuat Seno benar-benar membeku. Dia tahu, kesalahannya benar-benar fatal. Apalagi sampai membuat Jihan menangis.

"Tujuanmu apa sebenarnya?!!" Seno masih membeku. Lidahnya kelu melihat Jihan menangis. Hatinya hancur melihat gadis yang disukainya menangis histeris begitu. "Aku ga ngerti alasan kamu gangguin aku tiap hari. Aku ga merasa pernah bikin salah sama kamu!" Jihan menghapus air matanya sebentar. "Sekarang kamu puas liat aku kaya gini?! Oh, atau masih belum? Masih mau liat aku lebih hancur lagi? Iya?"

"Bukan begitu, Jihan. Aku ga maksud menghancurkan..."

"Itu kenyataannya! Lebih dari itu, kenapa kamu ga coba untuk diam satu kali aja. Satu kali, Seno. Jangan bertingkah seenaknya apalagi sampai menghancurkan orang lain seperti yang terjadi padaku!"

Jihan pergi setelahnya. Tentu saja segera diikuti Amel yang jelas terlihat khawatir. Seno diam. Dia menunduk dan tak berniat mengejar Jihan sama sekali. Kesalahannya pada Jihan terlalu parah. Dia sudah keterlaluan. Saat itu, pertama kalinya Seno merasakan patah hati karena melihat gadis yang disukainya menangis.

Hari-hari setelah itu Seno berusaha untuk berbaikan dengan Jihan. Meski sulit, Seno mengikuti saran dari teman-teman untuk meminta maaf pada Jihan. Berusaha untuk selalu menemani Jihan kapanpun dia butuh teman. Berusaha untuk selalu ada kapanpun saat dia butuh. Lambat-laun Jihan mulai menerima maafnya. Dia mulai terbiasa dengan keberadaan Seno. Sampai pada tahap bergantung pada Seno.

Seno berhasil mendapat maaf dari Jihan. Dia juga berhasil untuk lebih dekat dengan jihan. Sampai pada tahap Jihan selalu mengandalkannya. Memanggilnya kapanpun dia butuh bantuan. Meneleponnya pada saat dia bosan. Memintanya menemani kemanapun dia ingin pergi. Dan Seno selalu ada pada saat itu.

"Aku bertemu cowok tampan hari ini, tau? Dia siswa sekolah teknik. Ganteng lho."

Seno mengernyit saat itu. Ya, kedekatannya dengan Jihan sudah sampai tahap Jihan menceritakan hari-harinya pada Seno. "Gimana cara ketemunya?"

Jihan terkikik. "Kaya di sinetron picisan, Sen. Aku mau ambil barang, tempatnya tinggi. Dia bantu aku."

"Aku juga bisa kalau Cuma begitu."

"Kamu beda. Kalau kamu yang lakukan, rasanya tidak akan sama."

Seno hanya terkekeh. Tidak ingin menimpali lagi. "Kamu masih suka mantan pacarmu, Han?"

"Engga. Aku sudah ga mikirin dia lagi. Aku bahkan sudah lupa sama dia. Kamu tanya, aku baru ingat dia lagi. Tapi ga masalah kok. Aku tidak suka dia lagi."

Seno merasa lega sekali. Dia merasa seolah punya kesempatan untuk memiliki Jihan. Apalagi Jihan juga terlihat sudah mulai bergantung padanya. Selalu mengandalkannya saat dia membutuhkan sesuatu. Jadi satu hari, pulang sekolah Seno membawa Jihan ke minimart di depan sekolah yang baru jadi itu.

"Aku suka Jihan. Tahu?"

Jihan terkejut. Tentu saja. Gadis mana yang tidak terkejut mendengar pertanyaan cinta yang tiba-tiba dari teman sendiri. Saat itu Jihan benar-benar diam tanpa mengatakan apa-apa. Mulutnya terkunci rapat tak mengatakan apapun.

"Kamu bilang kalau kamu sudah ga memikirkan mantan pacarmu lagi. Jadi aku maju sekarang. Aku suka Jihan. Sebenarnya sudah lama, tapi aku sadar diri waktu itu Jihan punya pacar. Jadi aku diam. Sekarang Jihan sudah sendiri, aku maju lagi."

"Itu alasanmu buat aku putus dengan mantan pacarku?"

Seno terbelalak. Panik. "Engga juga. Dulu aku bilang begitu murni karena kekesalanku saja. Aku ga suka lihat kamu sama pacarmu. Sampai ga sadar ngomong jahat begitu. Maaf."

Saat itu Jihan tidak mengatakan apa-apa. Sebaliknya, dia malah menghela nafas. "Seno itu temanku. Aku kaget kamu bilang begitu tiba-tiba."

Seno mengangguk mengerti. Tapi ucapan Jihan selanjutnya malah membuatnya termangu. "Aku belum bisa memastikan perasaanku pada Seno. Kalau Seno, mau silahkan menunggu. Tapi aku tidak bisa memberikan kepastian apa-apa. Aku tidak mau kalau nantinya aku terima kamu jadi pacarku, tapi ternyata kamu hanya pelarian sesaat."

Saat itu, Seno harus puas dengan jawaban Jihan. Pada akhirnya dia memilih menunggu. Dia benar-benar menunggu sampai waktu yang bahkan Jihan sendiri tak memberi tahunya. Saat itu, Seno hanya berpikir kalau dia punya kesempatan.

Ice Cream SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang