Seingatku, hari itu sudah satu bulan aku sekolah disini. Pagi tadi pembina OSIS memberi pengumuman kalau semua kelas X harus memiliki kegiatan ekstrakurikuler. Seluruh kegiatan sudah diperkenalkan saat kemping dulu dan jujur saja aku tertarik pada PMR. Di sekolahku dulu tidak ada kegiatan PMR. Maklum saja sekolahku terletak di kampung. Ada ekskul futsal dan bulu tangkis saja sudah bersyukur.
"Kamu yakin mau ikut PMR, Mi? Apa menariknya sih?" Puti bertanya di waktu istirahat. Dia di kelas X-4, tepat disebelahku. Kami duduk di bangku panjang depan kelas sambil makan siomay.
"PMR kan bantu siswa kalau upacara. Dan bisa punya peluang jadi perawat, kan?" Salma, teman sekelasku, menjawab. Aku mengangguk. Puti memang selalu mengeluh dan bertanya kalau tak sesuai dengan pemikirannya.
"Tapi Ami kan ga niat jadi perawat. Bukannya dulu kamu bilang mau jadi penulis? Apa hubungannya dengan PMR?"
"Aku pilih PMR hanya untuk mengisi waktu. Lagipula apa masalahnya? Memangnya kamu mau pilih ekskul apa?"
Puti menyeringai . Salma mengernyit heran. Aku dan Yuyu sudah memahami apa yang ada di pikirannya tidak banyak berkomentar. "Aku ikut basket. Kalian tau kan kalau cowok-cowok ganteng sekolah berkumpul di tim basket."
Sesuai dugaan. Sifat centil Puti sudah mendarah daging sejak SD. Tidak aneh kalau dia melakukan sesuatu demi bertemu dengan cowok ganteng. Aku sudah menghubungi Kak Mia kalau aku akan bergabung dengan ekskulnya. Sedikit agak lambat dari waktu yang ditentukan mendaftar, tapi Kak Mia masih mau berbaik hati menerima.
"Kamu gak tau kan kalau ada dokter ganteng yang bimbing ekskul PMR?" Yuyu mengangkat alisnya sambil menatapku. Mulutnya bergerak tanpa suara. "dokter Dito."
Mulutku membulat mengerti. Kita berdua menyeringai. "Sepertinya dia juga masih sendiri."
Puti tentu saja langsung menoleh. Sorot matanya terlihat bersemangat dan penasaran. Tapi aku dan Yuyu tidak berpikir untuk memberitahunya. Biarkan saja dia dengan sifat centilnya. Salma juga sepertinya penasaran, tapi dia lebih mudah diatasi ketimbang Puti yang centil minta ampun.
Pada saat itu, aku hampir menggoda Puti lagi. Tapi ucapanku mendadak berhenti saat mataku bertemu tatap dengan mata tajam itu. Aku terdiam seketika. Begitu juga teman-temanku. Kami diam sambil membungkuk sopan saat dia lewat didepan kami dengan tiga orang cowok kelas X, sepertinya, di belakangnya. Tiga cowok itu menunduk.
Kak Juna hanya lewat di depanku tanpa melakukan apa-apa. Tidak juga menyapa atau menegur siapapun. Tapi cukup membuat kami diam atau mundur ketimbang terkena semprot kemarahannya. Dia melirikku sambil berjalan lurus melewatiku menuju ruang BK. Dia cukup mendapat julukan kakak kelas tergalak saat MOS dulu. Dan Ketua Penegak Disiplin itu juga dikenal bersifat kejam. Tidak segan menghukum siswa yang melanggar aturan.
"Duh ganteng-ganteng judes banget." Puti menyeplos setelah Kak Juna dan tiga cowok itu masuk ke ruang BK di sebelah ruang guru.
"Tapi dia ga sejudes itu, tau. Waktu kemping kemaren aku lihat dia tersenyum." Yuyu menimpali. Es jeruknya yang sudah habis dia buang ke tempat sampah. "Senyumnya lucu banget. Kaya artis korea." sambungnya.
"Masa sih? Dia judes banget kok. Malah kudengar anak-anak kelas sebelas memusuhinya. Soalnya dia Ketua Penegak Disiplin." Salma maju sambil berbisik. Takut terdengar orang lain.
"Anak buah Pak Yudi memang lebih banyak dimusuhi kelas sebelas. Itu sudah biasa." Ucap Yuyu santai. Tapi ikut berbisik dengan Salma. Yang tentu saja kami ikuti dengan kompak.
"Iya, tapi Kak Juna beda. Kudengar, Kak Juna adalah yang paling banyak menangkap pelanggaran kelas sebelas. Dia paling sering menghukum. "
"Tapi dia baru satu bulan jadi ketua PD?!" sangkalku tak percaya. Yuyu dan Puti mengangguk. "Bukannya semua PD diambil dari kelas dua belas? Artinya dia baru menjabat sebagai ketua PD?"
"Karena itu dia ditakuti sama siswa. Bahkan Kak Iman saja segan"
"Kalian sedang apa?"
Kami terlonjak. Puti yang sedang minum es bahkan tersedak. Kak Mia menatap kami satu persatu dengan pandangan aneh. Disampingnya seorang cowok tinggi berkacamata terkikik menertawakan kami.
"Kalian kenapa? Kenapa terkejut banget melihatku?" Kak Mia bertanya lagi.
Aku menggeleng. Begitupun tiga temanku. "Tidak ada apa-apa. Cuma kaget saja. Kak Mia datang darimana?"
"Dari sana." Kak Mia menjawab polos. Menunjuk ujung koridor. Rian disampingnya masih terkikik. "Jangan tertawa. Tidak ada yang lucu!"
"Ami, nanti pulang sekolah kita berkumpul di UKS. Pertemuan pertama untuk ekskul PMR. Datang ya..."
Aku mengangguk. Memelototi Rian yang masih terkikik. Kak Mia tak banyak berkata lagi. Dia pergi dengan Rian mengikuti disampingnya. Mereka mengobrol santai.
"Mereka dekat?" tanya Puti entah pada siapa.
Salma mengangguk ringan. "Aku lihat Kak Mia pulang diantar cowok itu kemarin"
Aku diam. Puti juga diam. Hari itu, tak ada yang aneh dariku. Hanya menatap dengan pandangan yang penasaran dengan kedekatan mereka.
---
"Kami ucapkan selamat datang bagi siswa yang baru bergabung di PMR. Perkenalkan nama saya Juna, ketua PMR tahun lalu."
Aku terperangah. Begitupun beberapa siswa baru yang bergabung dengan PMR tahun ini. Di depan sana, Kak Juna, Ketua PD, sedang memperkenalkan diri dengan ceria. Sangat jauh berbeda dengan kesan angkuh dan tegas yang selama ini terlihat. Aku memang sudah pernah melihat Kak Juna dalam versi yang manis, tapi melihatnya langsung berinteraksi dengan kami tetap saja mengejutkan.
"Aku baru tahu dia bisa bersikap semanis itu." aku mengangguk setuju pada ucapan Rian. Aku menemukannya duduk sendirian di pojok ruangan.
"Aku sudah lihat. Tapi tetap kaget juga..."
Seperti yang sudah di prediksi. Pertemuan pertama kami hanya berisi perkenalan singkat mengenai kegiatan PMR yang akan datang. Juga berkenalan dengan seluruh anggota yang hadir saat itu. Tidak seperti saat MOS dulu, Kak Juna banyak tertawa hari itu.
"Hai... kamu yang sakit saat itu..." Kak Juna menyapaku. Aku mengangguk sopan. Rian juga sepertinya agak terkejut. Menatapku dengan pandangan bertanya.
"Selamat datang di PMR, siapa namamu?" dia bertanya lagi. Kali ini duduk di depanku dan Rian.
"Ami, kak. Kelas X-3." aku menjawab sopan. Mengacuhkan Rian yang terlihat tak terima. "Saya Rian, kak." dia menyerobot.
"Aku tidak tanya kamu. Lagipula aku sudah tau kamu dari Mia. Gimana hubunganmu sama dia? Sudah berapa lama?"
"Kamu pacaran sama Kak Mia?" tanyaku refleks. Rian menepuk mulutku sambil melotot. Kak Juna terkikik tak mau ikut campur. Aku tak mengerti.
"Oh iya, ku dengar pacarnya Mia bergabung dengan PMR juga?" Kak Rosa bertanya.
Aku meringis menyadari kesalahanku. Rian mungkin tidak ingin hubungannya menghebohkan sekolah. Apalagi Kak Mia termasuk kakak kelas cantik yang diidamkan siswa lain. Kak Mia sendiri di meja obat sudah merona malu. Aku menggaruk kepala canggung.
Kak Juna menepuk kepalaku sambil tertawa. "Kamu polos sekali, Ami."
Aku tertawa canggung. Diam-diam meminta maaf pada Rianyang kini menjadi bahan ledekan teman-teman anggota yang lain. Hari itu, akutak merasakan apapun. Hari itu, tidak ada yang aneh dariku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Cream Senja
Teen Fiction"Terjebak dalam cinta lama memang menyebalkan. Tapi terjebak dalam persahabatan itu lebih mengerikan bagiku." - Rian Ya. Rian benar. terjebak dalam pertemanan amat sangat menyebalkan. Karena berteman dengannya sangat menyebalkan. Maka biarlah kita t...