Cinta Melati

6 2 0
                                    


Aku tidak tahu apa yang Rian dan Rivan bicarakan. Tapi sejak kejadian itu, Rivan memang jarang datang ke UKS lagi. Kami mulai merekrut anggota PMR baru. Ada cukup banyak anggota baru yang bergabung. Dua diantaranya tentu saja Melati dan Rivan. Oh ya, sejak kejadian itu Rivan jadi mendekatiku. Dia sering mengirimkan pesan manis yang mengingatkanku pada Kak Juna dulu. Sebenarnya aku agak risih, tapi tetap meresponnya demi kesopanan. Toh, aku tidak menunjukan ketertarikan padanya. Paling tidak dia memahaminya.

Rian juga masih direpotkan dengan Melati. Gadis cantik itu semakin agresif untuk mendekati Rian. Kadang sampai benar-benar mengabaikan orang lain saat dia menyapa Rian. Puti bahkan terang-terangan memusuhinya karena sifat agresifnya.

"Wajahnya saja cantik, tapi sikapnya jelek sekali. Aku ga suka. Dia mengganggu banget."

"Tapi dia cantik, Put. Kalau aku jadi Rian, aku ga ragu menerimanya. Lumayan untuk kupamerkan di sosial media."

"Memangnya kamu pikir itu apa bisa kamu pamerkan di sosmed?! Ini kan manusia."

"Jaman sekarang kan banyak orang pamer pasangan. Apalagi kalau pasanganmu cantik. Lagipula kenapa juga Rian harus diperbudak oleh cinta begitu. Sampai harus menutup mata pada gadis secantik Melati."

Aku terkejut. "Memangnya Rian sepertimu sampai diperbudak cinta? Lagipula Rian memangnya jatuh cinta sama siapa?"

Seno dan Puti kompak mendelik padaku. Mereka menghela nafas bersamaan. Aku jadi sebal. "Dia juga terlalu agresif. Tingkahnya mengganggu. Wajar kalau Rian tidak suka. Kalau kamu sih, aku tahu sekali pasti akan menyerangnya sebelum dia datang padamu." Kami tertawa saat itu.

Sikap menyebalkan Melati barang kali bukan hanya dugaan. Saat itu hari Rabu. Aku pergi sekolah diantar oleh Kak Akbar. Aku baru turun dari motor di depan gerbang. Melati tiba-tiba mendatangiku setelah turun dari mobilnya.

"Kak Ami, aku mau bicara." Nada ketus Melati membuatku terkejut. Kak Akbar yang saat itu sedang memutar motor menoleh dan menatapku.

"Kak Ami bisa menjauh dari Rian, ga?"

Aku mendelik. "Maksudmu apa?"

"Kak Ami harus jauhi Rian. Kakak kan tahu aku suka Rian. Kakak jangan mengganggu dong."

Aku menghela nafas. Suasana seperti ini rasanya familiar. Aku pernah menghadapinya. Tapi dulu aku tidak terganggu sama sekali. Kali ini Melati tanpa tanggung-tanggung melabrakku di depan gerbang sekolah. Ada lebih banyak orang yang menonton. Ini memalukan.

"Kamu yang suka Rian, kenapa aku yang mengganggu? Seingatku sekarang kamu yang mengganggu ku."

Jangan salahkan aku. Aku sudah berkali-kali bilang kalau Melati itu sangat menyebalkan. Bukan salahku kalau sekarang aku melawan dan membela diri.

"Tapi kakak mengganggu. Gara-gara kakak aku ditolak."

"Bukan salahku kamu ditolak. Kamu mungkin kurang menarik perhatiannya. Kenapa salahkan aku?"

"Karena kakak memang salah. Kalau ga ada kakak, Rian akan bisa melihat cewek lain."

"Apa hubungannya denganku?!"

"Kakak jangan bodoh dong! Semua juga tahu kalau kakak itu pengganggu. Karena kakak Rian jadi ga bisa dekat sama cewek lain. Kakak jangan egois dong. Kalau kakak ga suka Rian, biar dia cari sendiri cewek lain yang lebih suka dia."

Entah bagaimana, kalimatnya itu sangat menggangguku. Aku merasa marah dan tak terima dengan ucapan Melati. Kak Akbar turun dari motor setelah memarkir motornya. Tampak tak suka pada Melati yang marah-marah padaku. Kami jadi tontonan di depan sekolah.

"Aku ga mengganggu. Aku ga melakukan apapun. Kalau kamu suka Rian, dekati dia dengan benar. Kalau aku jadi Rian, aku juga akan lari kamu dekati begitu. Perempuan kok agresif sekali."

Melati mungkin marah. Dia tak terima aku katai begitu. Dia menamparku. Menarik rambutku. Aku jelas membalas. Tak terima diperlakukan seperti itu. Itu adalah pertama kalinya aku bertengkar disekolah. Karena laki-laki. Saat dengan Jihan dulu kami tak sampai seperti ini. Pertengkaran kami lebih dewasa dan berkelas.

Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku sendiri menyadari kalau aku terlalu emosional saat itu. Aku membalas segala yang Melati lakukan padaku. Itu jelas sangat bukan aku. Aku terbiasa menghadapi masalah dengan tenang.

"Lepaskan Rian! Dia berhak bahagia. Kalau kamu ga suka lepaskan dia. Jangan simpan sendiri. Egois!"

Aku ditahan Kak Akbar. Melati ditahan Seno. Keadaan kami berdua sudah berantakan. Seragam kami berdua juga kusut. Kancing atas seragam melati copot. Aku melihatnya menggantung. Tapi Melati tidak berhenti sama sekali. Dia masih berusaha melepaskan diri dari Seno. Di tengah kami, Revi berusaha menjauhkan kami satu sama lain.

"Jangan sembarangan bicara. Cuma karena aku diam selama ini bukan berarti aku ga bisa merobek mulutmu!" Aku tidak banyak melawan. Akal sehatku sudah kembali. Revi menatap kami dengan tajam. Jelas tak akan lolos dari hukumannya. Kami tertangkap oleh dua orang Penegak Disiplin sekaligus.

"Ikut saya ke kesiswaan!" Suara tajam Seno terdengar menusuk di telingaku. Aku mengikutinya sementara Melati masih berusaha lepas. Seno menariknya paksa. Saat itu, aku melihat Rian di depan ruang kesiswaan. Menatapku dengan pandangan dingin yang belum pernah dia tunjukan padaku.

"Jelaskan."

Aku diam. Melati juga diam. Tidak menjelaskan apapun. Aku diam karena tidak punya apapun untuk dijelaskan. Melati yang memulai pertengkaran dengan alasan yang tidak masuk akal.

Rian menghela nafas. Dia terlihat kecewa pada kami. Aku tak punya apa-apa untuk dikatakan. "Saya minta penjelasan. Ami, kamu biasa tenang menghadapi masalah. Kenapa kamu seperti ini?"

"Aku Cuma membela diri. Dia menamparku duluan. Selain itu, dia yang datang duluan padaku dan marah-marah. Aku ga paham apapun yang dia ucapkan, tapi dia malah nampar aku."

"Kamu bukan orang bodoh, Ami. Kamu harusnya paham apa yang ku bilang. Kamu memang egois, wajar kalau pacarmu selingkuh."

"Melati." Melati diam dengan teguran Rian. Dia menunduk. Rian meliriku sebentar. "Apa yang udah kamu bilang? Kenapa kamu marah?"

Melati diam. Dia tidak bilang apapun. Dan aku tidak punya kewajiban untuk menjawab pertanyaan itu. Aku diam juga. Rian mungkin tidak sabar dengan kediaman Melati sehingga dia menatapku akhirnya. Aku menggeleng. Menolak untuk menjawab. Lagipula aku tidak paham apapun yang Melati ucapkan padaku.

"Aku suka Rian. Kamu tahu, tapi Ami..."

"Kak Ami..."

"Kak Ami mengganggu. Karena Rian ga bisa jauhi A.. Kak Ami, Kak Ami yang harus jauhi Rian."

Aku membuang muka. Tak mau mendengar apapun yang dijelaskan Melati. Kenapa aku harus menjauhi Rian? Temanku sendiri? Kenapa aku tak bisa menyimpan Rian untukku sendiri? Apa salahnya?

"Melati, saya rasa ini seharusnya tidak dilanjutkan lagi. Masalah ini bermula dari alasan pribadi."

Rian melirik Revi yang terlihat malas. Tapi gadis itu mengangguk dan langsung duduk menggantikan Rian di depanku tepat setelah Rian bangun. Dia keluar sementara Revi melanjutkan interogasi kami.

Aku benar-benar kagum pada keprofesionalan mereka. Aku tahu alasan Rian pergi dan menyerahkannya pada Revi adalah karena ada namanya yang menjadi sumber keributan. Dia membiarkan Revi menangani masalah ini karena Revi adalah orang ketiga. Tapi saat itu, aku merasa telah melewatkan sesuatu.

Ice Cream SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang