Saat itu kurang lebih dua minggu setelah kami membicarakan Jihan. Aku tidak tahu apa yang terjadi setelahnya. Seno belum menceritakan apapun. Pagi hari aku pergi diantar Kak Akbar sampai ke gerbang depan sekolah. Tidak ada yang spesial. Setidaknya begitu. Sampai di depan ruang kelas IPA, aku di cegat oleh salah satu siswinya.
Aku terkejut karena Jihan secara tiba-tiba memanggilku. Yang membuatku terkejut adalah karena dia terlihat sangaat tidak bersahabat. Dia mungkin tidak marah, tapi dia jelas kesal. Cara dia memanggil dengan suara yang nyaring itu jelas membuatku jadi pusat perhatian anak-anak di jurusan IPA.
"Aku mau ngomong sama kamu. Tentang Seno."
Aku hanya mengangguk ringan. Melirik beberapa orang yang tampak berbisik penasaran. Aku tak ambil peduli.
"Kamu kencan sama Seno kemarin?"
Aku terperangah. Saat itu seingatku hari senin, kemarin berarti hari minggu. Aku memang baru saja pergi bermain dengan teman-teman dari kelas. Kebetulan memang dijemput Seno ke tempat tujuan.
"Enggak."
"Aku lihat kamu dibonceng Seno. Kamu jangan bohong."
Bisik-bisik disekitarku mengencang. Beberapa hanya menatap penasaran. "Aku ga kencan. Kemarin Seno memang bonceng aku. Kita main di rumah Marcus sampai sore."
"Jangan bohong. Mana ada perempuan main ke rumah laki-laki."
Apa salahnya? Toh saat itu kita main dengan teman-teman yang lain. Kenapa Jihan harus marah?
Tatapan teman-temannya dari kelas IPA membuatku tidak nyaman. Terlihat menghakimi. Aku tidak pernah menghadapi situasi macam ini. Bingung harus apa.
"Memangnya apa urusannya denganmu? Kencan atau enggak, seharusnya ga ada hubungannya denganmu."
"Jadi kalian beneran kencan kemarin? Kamu pasti alasan Seno menghindari aku."
Aku semakin terperangah. "Apa hubungannya denganku?"
"Kamu pasti mempengaruhi Seno supaya dia jauhi aku. Aku suka Seno, kamu harusnya jangan mengganggu."
Sekarang aku benar-benar tercengang. Tak habis pikir sama sekali bagaimana Jihan bisa berpikiran sempit seperti itu. Kalau yang sedang jatuh cinta selalu sebodoh ini, aku memilih menghindar. Saat itu aku tanpa sadar memutar mata jengah. Berada dalam situasi seperti ini ternyata sangat menyebalkan. Pantas saja Puti akan mengomel sepanjang hari kalau hal ini terjadi dalam hubungannya dengan Kak Didi.
"Jangan memutar mata! Jangan paksa Seno melupakanku. Aku tahu dia masih suka aku. Dia masih tunggu aku. Kamu jangan ganggu."
Aku menghela nafas. "Sejak kapan dia tunggu kamu? Kapan tepatnya kamu minta dia untuk tunggu?"
"Itu bukan urusanmu."
"Iya. Harusnya memang bukan urusanku. Tapi sekarang kamu yang minta aku bergabung dalam urusanmu dengan Seno. Aku bahkan masih diam lihat kamu pacaran dengan laki-laki lain saat kamu minta Seno menunggu selama lebih dari setahun."
Keadaan berbalik. Tatapan menuduh itu kini malah tertuju pada Jihan. Aku hanya mendecih. Apa anak IPA selalu seperti ini? Kupikir mereka cerdas dan penuh wibawa.
"Kenapa kamu masih percaya diri kalau Seno masih suka kamu. Kamu sudah melewatkan waktu selama lebih dari setahun. Banyak yang berubah termasuk perasaan Seno padamu. Kenapa kamu malah menumpahkan masalahmu sama aku?"
"Kamu pasti pengaruhi dia untuk lupa sama aku. Aku suka dia sekarang. Kamu harus jauhi Seno biar dia ga terpengaruh."
"Terpengaruh atau engga, kamu ga akan bisa merubah apapun. Keadaan sudah berubah, Jihan. Bahkan sudah sejak lama berubah. Kenapa kamu baru menyadari sekarang. Terlambat bahkan bukan kata yang tepat untuk menggambarkan cinta kamu. Seno sudah melupakanmu sejak lama. Selama itu, kemana saja kamu?"
Jihan diam. Perlahan bulu matanya basah. Dia terisak tepat di depanku. Aku terkejut dan menengok sekeliling. Meminta bantuan. Tapi anak-anak IPA yang menonton kami malah diam dan berbisik. Tatapan menuduh itu masih terarah pada Jihan. Membuatku tak nyaman juga kasihan pada Jihan.
"Aku ga percaya. Kenapa Seno tolak aku? Dia seharusnya senang karena udah nunggu aku sejak lama. Dia nolak aku pasti karena kamu."
Aku menggeleng. Masih tak habis pikir dengan pemikiran pendeknya. "Menunggu terlalu lama itu melelahkan, Han. Seno kelelahan, jadi dia memilih istirahat. Sayangnya, tenaganya sudah habis saat akan melanjutkan. Dia berhenti menunggu. Aku ga melakukan apapun."
"Tapi kalian dekat. Dia pasti suka kamu. Makanya dia berhenti nunggu dan tolak cintaku."
Aku menggeleng. Saat itu, mataku menangkap tubuh Seno yang berdiri di belakang kerumunan anak IPA. Dia meringis meminta maaf tanpa suara. Aku hanya mengangguk. Dia kemudian menerobos kerumunan dan berdiri disampingku.
"Ami itu sahabatku, Han. Dia ga ada sangkut pautnya denganku. Aku bisa yakinkan itu."
Jihan mengangkat wajahnya. Terkejut melihat Seno berdiri disebelahku. Aku melirik Seno sebentar sebelum mundur selangkah. Memberi mereka ruang untuk bicara.
"Tolong jangan sangkut pautkan orang lain sama cerita kita. Aku berhenti menunggu sama sekali ga ada hubungannya sama Ami. Murni karena aku memang ingin berhenti. Seperti kata Ami tadi, menunggu itu melelahkan. Aku sudah kehabisan tenaga untuk menunggu kamu, karena itu aku berhenti. Kalau akhirnya kamu terlambat jatuh cinta padaku, itu bukan salah Ami."
Saat itu aku melihat tatapan Seno melembut. Tapi jelas berbeda dengan caranya menatap Jihan setahun yang lalu. Aku menyadarinya. Dia memang sudah melupakan cintanya pada Jihan sejak lama. Hanya baru menyadarinya akhir-akhir ini saat aku putus dengan Kak Juna.
Seno menyelipkan rambut Jihan di belakang telinga. Hal yang selalu dilakukannya, dulu. Dia tersenyum. "Aku memang menolak untuk mencintai kamu lagi. Tapi bukan berarti aku menolak untuk mengenal kamu. Bukan berarti aku menolak untuk berteman dengan kamu. Aku masih akan jadi teman kamu, Han. Hanya teman."
"Tapi aku mau lebih dari teman..." Jihan masih terisak. Suaranya sengau.
Seno menggeleng. "Keadaan sudah berubah. Akan menyakitkan kalau kita pacaran tanpa cinta dihatiku. Lupakan cinta kamu, Han. Jangan pernah berpikir untuk mencoba menunggu seperti aku. Rasanya ga menyenangkan sama sekali. Kamu akan banyak terluka. Sebaiknya lupakan dan tak perlu mencari pelarian apapun." Seno menatap sekelilingnya. Amel yang menatap khawatir tepat dibelakang Jihan. Dia tampak tak ingin mengganggu, tapi juga ingin menarik Jihan dalam pelukannya. "Kamu punya banyak teman yang mencintai kamu. Cobalah cari cinta baru yang lebih menyenangkan. Jangan hanya terjebak sama cinta lama yang menyesakkan. Kamu ga akan mau mencobanya..."
Seno tersenyum. Menepuk kepala Jihan pelan. Lalu berbalik padaku. Dia mendecih sambil melangkah pergi. "Kamu itu jarang peduli sama sekitarmu. Tapi sekali kamu bicara kamu buat anak gadis orang menangis. Kejam sekali."
Aku mencibir sambil mengikuti langkahnya menuju kelaskami. Siswa IPS tampak penasaran pada apa yang terjadi di lorong IPA. "Bukan salahku kalau dia selemah itu sampai menangis segala. Lagian dia itu menangis karena kamu tolak tahu! Kamu yang kejam."
Hai?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Cream Senja
Teen Fiction"Terjebak dalam cinta lama memang menyebalkan. Tapi terjebak dalam persahabatan itu lebih mengerikan bagiku." - Rian Ya. Rian benar. terjebak dalam pertemanan amat sangat menyebalkan. Karena berteman dengannya sangat menyebalkan. Maka biarlah kita t...