Saat itu Seno pikir kisahnya dengan Jihan sudah selesai. Dia sudah mengatakannya pada Jihan. Sayangnya Seno lupa, dia tidak mengatakan apa yang membuat hatinya berubah. Jadi saat pagi harinya Seno datang ke sekolah, dia dikejutkan dengan kerumunan orang-orang di koridor kelas IPA.
"Itu dia biangnya datang."
Seno menoleh. Menautkan alis tak peduli pada dua gadis IPA yang menunjuknya dengan sinis. "Biang apa?"
Yudi, ketua OSIS, merangkul bahunya dengan santai. "Mantan dan gebetan barumu berantem. Senang ya? Kamu jadi merasa tampan sekali pasti?"
Seno mendelik. Dia mengangkat bahu dan mengangkat alis. Memainkan kerah seragamnya dengan bangga. Dan tentu saja mendapat dorongan di kepala dari Yudi. Tapi tubuhnya menegang saat mendengar suara Ami dari kerumunan.
"Menunggu terlalu lama itu melelahkan, Han. Seno kelelahan, jadi dia memilih istirahat. Sayangnya, tenaganya sudah habis saat akan melanjutkan. Dia berhenti menunggu. Aku ga melakukan apapun."
Seno terbelalak tentu saja. Saat Yudi bilang 'mantan dan gebetan baru', Seno pikir itu berarti Jihan dan Chika. Entah bagaimana Seno bisa memikirkan Chika. Dia pikir gadis bermulut pedas itu pasti bisa menanganinya dengan baik. Kata-katanya bisa membuat orang mati berdiri di tempat. Jadi Seno tak akan ikut campur. Dia ingin menonton saja berlagak pangeran. Tapi yang dilihatnya sekarang malah membuat dirinya benar-benar mati berdiri. Kenapa Ami?
"Tapi kalian dekat. Dia pasti suka kamu. Makanya dia berhenti nunggu dan tolak cintaku."
Saat itu barulah Seno mengingat ucapan Chika kemarin. Seno memang menolak untuk kembali pada Jihan. Tapi tidak meluruskan inti masalahnya. Dia tidak bilang kalau bukan Ami yang membuatnya menolak. Akhirnya dia maju ke samping Ami. Tidak ingin melibatkan sahabatnya yang tidak tahu apa-apa.
"Ami itu sahabatku, Han. Dia ga ada sangkut pautnya denganku. Aku bisa yakinkan itu."
Jihan mengangkat wajahnya. Terkejut melihat Seno berdiri Ami. "Tolong jangan sangkut pautkan orang lain sama cerita kita. Aku berhenti menunggu sama sekali ga ada hubungannya sama Ami. Murni karena aku memang ingin berhenti. Seperti kata Ami tadi, menunggu itu melelahkan. Aku sudah kehabisan tenaga untuk menunggu kamu, karena itu aku berhenti. Kalau akhirnya kamu terlambat jatuh cinta padaku, itu bukan salah Ami."
Seno menyelipkan rambut Jihan di belakang telinga. Hal yang selalu dilakukannya, dulu. Dia tersenyum. "Aku memang menolak untuk mencintai kamu lagi. Tapi bukan berarti aku menolak untuk mengenal kamu. Bukan berarti aku menolak untuk berteman dengan kamu. Aku masih akan jadi teman kamu, Han. Hanya teman."
"Tapi aku mau lebih dari teman..." Jihan masih terisak. Suaranya sengau.
Seno menggeleng. "Keadaan sudah berubah. Akan menyakitkan kalau kita pacaran tanpa cinta dihatiku. Lupakan cinta kamu, Han. Jangan pernah berpikir untuk mencoba menunggu seperti aku. Rasanya ga menyenangkan sama sekali. Kamu akan banyak terluka. Sebaiknya lupakan dan tak perlu mencari pelarian apapun." Seno menatap sekelilingnya. Amel yang menatap khawatir tepat dibelakang Jihan. Dia tampak tak ingin mengganggu, tapi juga ingin menarik Jihan dalam pelukannya.
"Kamu punya banyak teman yang mencintai kamu. Cobalah cari cinta baru yang lebih menyenangkan. Jangan hanya terjebak sama cinta lama yang menyesakkan. Kamu ga akan mau mencobanya..."
Seno tersenyum. Menepuk kepala Jihan pelan. Lalu berbalik pada Ami. Dia mendecih sambil melangkah pergi. "Kamu itu jarang peduli sama sekitarmu. Tapi sekali kamu bicara kamu buat anak gadis orang menangis. Kejam sekali."
Ami mencibir di belakangnya. Mengikuti. Tak mau lagi peduli pada Jihan yang kini dipeluk Amel. Diam-diam, Seno meliriknya. Menatap Amel memohon pertolongan. Dan Amel mengangguk memahaminya.
Sejak saat itu, Jihan menjauh darinya. Tidak lagi mau berurusan dengannya. Dia juga masih memusuhi Ami dan masih mengira kalau Seno menyukai Ami. Atau Ami menyukai Seno. Yang manapun, membuatnya memusuhi Ami. Dan Seno merasa tidak suka. Dia tidak ingin hubungan cintanya membuat sahabatnya di musuhi. Tapi sifat keras kepala Jihan tentu saja tidak akan menerimanya.
"Gapapa, Sen. Kamu melakukan hal yang benar. Kalau tidak begitu, dia mungkin akan terus berharap sama kamu. Dan akan terus memusuhi Ami."
"Sekarangpun dia masih memusuhi Ami."
"Setidaknya kamu sudah jelaskan. Kalau dia ga mau dengar, ya bukan salahmu. Salahnya sendiri Cuma menjadikanmu pelarian sementara. Kalau putus sama pacarnya, datangi kamu. punya pacar baru, kamu ditinggal. Aku yang melihatnya saja gemas sekali."
"Aku memang menggemaskan, sih."
"Aku gemas ingin bunuh kamu, Sen. Kamu bunuh diri pelan-pelan demi dia. Tapi dianya ga peduli. Lebih baik ku bunuh sekalian."
"Kalau aku mati, kamu jadi janda nanti."
"Biar saja. Kalau suamiku sebodoh kamu, lebih baik aku menjanda."
Seno menyeringai senang. "Jangan begitu. Kasihan anak-anak kita nanti tidak punya papa."
Seno akan menjerit kesakitan setelah itu. Chika menjambak rambutnya tanpa ampun. Dan tidak ada yang peduli menolongnya. Jika sudah begitu, Seno akan memohon ampunan pada Chika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Cream Senja
Teen Fiction"Terjebak dalam cinta lama memang menyebalkan. Tapi terjebak dalam persahabatan itu lebih mengerikan bagiku." - Rian Ya. Rian benar. terjebak dalam pertemanan amat sangat menyebalkan. Karena berteman dengannya sangat menyebalkan. Maka biarlah kita t...