Spoin-Off Seno

7 2 0
                                    


Selama hidupnya, Seno baru satu kali jatuh cinta. Saat itu kelas 2 SMP. Seno pertama kali jatuh cinta pada seorang kakak kelas di sekolah. Orangnya cantik. Supel. Ramah. Seno sering bertemu dengannya saat di perpustakaan. Dia selalu menyapa Seno. Saat Seno kesulitan memahami pelajaran dan lari ke perpustakaan untuk mencari referensi, dia akan selalu membantu Seno. Seno jadi terbawa perasaan. Apalagi dia sangat lembut.

Tapi dia punya pacar. Karena itu Seno diam. Dia tidak mendekat ataupun menjauh. Hanya meminta bantuan saat dia butuh. Lalu membantunya saat dia membutuhkannya juga. Selebihnya, dia hanya diam. Tidak mendekat. Karena Seno tidak pernah tahu bagaimana rasanya jika seseorang yang kita suka didekati orang lain. Seno tak ingin mengambil resiko. Seno hanya berusaha untuk menjadi dirinya sendiri. Menghiburnya, membantunya. Tapi tidak bersikap mendekat. Seno berhasil menyembunyikan perasaannya dengan baik bahkan sampai si kakak kelas lulus.

Sayangnya, definisi cinta itu berubah saat dia masuk SMA. Seno pertama kali melihat Jihan di kantin sekolah saat istirahat. Panitia OSIS berkumpul di sisi kantin sementara siswa baru berpencar mencari teman. Seno melihatnya sedang membeli minum dengan Amel. Teman dekatnya yang sampai lulus tidak pernah terpisahkan.

Dia cantik. Rambutnya di ikat tinggi. Leher jenjangnya terlihat cantik. Seno suka. Dia juga kelihatannya ramah dan supel. Seno mulai membandingkan Jihan dengan si kakak kelas. Tapi Jihan berbeda. Dia bukan si kakak kelas.

Saat pembagian kelas sudah di umumkan, Seno terkejut melihat nama Jihan ada di absen ke sepuluh. Dia nyaris berteriak kegirangan. Tapi ternyata dia juga sekelas dengan Ami dan Rian. Juga Hadi dan Ricky. Jadi dia berteriak pada temannya itu. Menyamarkan kegirangannya karena satu kelas dengan Jihan dengan baik.

Seno mencoba bersikap ramah. Berusaha menarik perhatian siapapun yang dia mau. Sejatinya dia memang tidak bisa diam, Seno berhasil menarik perhatian banyak orang. Termasuk Jihan. Seno senang. Jihan mulai menaruh perhatian padanya.

Sebagai bendahara kelas, tugas Jihan adalah menarik uang kas kelas dari tiap siswa. Seno termasuk diantaranya walaupun dia ketua kelas. Seno akan sengaja menghindar. Bukan karena dia tidak punya uang, tapi karena memang sengaja. Dia ingin Jihan terus mencarinya. Jadi dia bisa lebih mengobrol dengan Jihan. Dengan alasan uang kas tentu saja.

Tapi Seno adalah ketua kelas yang bertanggung jawab. Jadi dia akan selalu membayarnya jika Jihan sudah misuh-misuh kekurangan uang. Seno suka menjahili Jihan. Wajahnya akan memerah kesal. Menggemaskan.

"Jangan tertawa kamu! Aku capek tahu. Kamu pikir nyapu sendirian di kelas itu menyenangkan? Bantu aku dong!"

Seno tak akan membantu. Sebaliknya, dia akan berjalan-jalan di dalam kelas dengan memakai sepatu. Atau sengaja meloncat-loncat agar debu dari sepatunya jatuh di lantai. Lalu jihan akan marah-marah karena lantai kotor lagi. Dia akan maju mengejar Seno dan berusaha mencubit pinggangnya. Seno tentu saja lari menghindar. Menyebabkan lantai semakin kotor.

"Bukannya bantuin malah kamu kotori lantainya! Tau rasa kamu!"

"Jangan marah-marah begitu dong. Nanti kamu cepat tua. Kulitmu keriput nanti!"

Lalu Jihan akan semakin marah.

Sayangnya, Seno lagi-lagi harus menelan ludah pahit. Saat itu hari Seno baru selesai latihan PMR. Ami dan Rian sudah pulang. Tapi Seno harus mampir ke kelas karena bukunya tertinggal di laci. Saat itu, Seno melihat Jihan masih di kelas. Sendirian.

"Ngapain kamu sendirian di dalam kelas? Awas loh, kelas ini berhantu."

Jihan melotot. Agak takut. Tapi dia tak banyak peduli. Malah sibuk dengan ponselnya. Seno tak suka diabaikan. Jadi setelah mendapatkan bukunya, dia bergerak diam-diam ke belakang Jihan. Ingin mengintip. Tapi setelahnya Seno malah membeku.

"Ngapain kamu?" Jihan sewot saat menyadari Seno ada di belakangnya. Sudah dipastikan mengintip ke dalam ponselnya.

"Jangan ikut campur, dong. Ga sopan tahu."

Seno mencibir. "Makanya, supaya aku jadi sopan beritahu dong."

Jihan mendecih. Mengambil tasnya lalu keluar dari kelas. Tak mau peduli pada Seno yang masih membeku. Masih terkejut pada kata-kata manis yang terkirim di ponsel Jihan. Yang diyakini Seno dikirim pada seorang cowok.

"Kamu pulang sama siapa?" Seno bertanya setelah berhasil menguasai diri. Tetap mencoba mencari peruntungan meski tahu kalau dia tak punya kesempatan.

"Mau tau aja. Yang pasti bukan sama kamu."

Saat itu Seno hanya diam. Menatapi Jihan yang menjingkrak girang melihat seorang cowok di gerbang sekolah. Dengan motor balap yang mewah. Seno hanya tersenyum kering. Kecewa pada diri sendiri yang lagi-lagi kalah. Jihan punya pacar.

Kenyataan kalau Jihan ternyata sudah punya pacar ternyata tidak membuat perasaannya menghilang sama sekali. Ini yang membuat Seno heran. Saat dia tahu si kakak kelas sudah punya pacar, Seno mampu melupakannya dalam kurun waktu singkat. Lantas, kenapa Jihan berbeda? Seno tak bisa melupakannya begitu saja. Entah kenapa. Jihan terlihat berbeda. Seno tak bisa melupakannya. Yasudah biar saja lah. Jangan lupakan Jihan.

Ice Cream SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang