Ara langsung berdiri dari duduknya.
"Ta'aruf?"
"Iya sayang. Kamu duduk ya, dengerin dulu Om Rahmat bicara."
Ara yang kaget langsung duduk kembali.
Ara melihat ke arah Doy dengan tatapan sedikit kesal. Namun, berbeda dengan Doy. Doy terlihat santai.
Ara merasa ini agak sedikit terburu-buru. Nggak! Bahkan ini terlalu mendadak?!
"Doy sama neng Ara kan udah gede. Keluarga kita juga udah pada kenal lama. Kenapa gak sekalian aja kalian ta'aruf? Ya... Kita juga bakal kasih waktu buat kalian saling kenal tapi tanpa pacaran."
Ara kembali menganga.
Ara belum lagi merasakan pacaran setelah kelas 3 SMA. Dan dia masih ada perasaan untuk bisa merasakan indahnya pacaran anak kuliahan.
Dan sekarang, ia tiba-tiba di suruh untuk ta'aruf???
Sudah gila pasti.
"Doy sih setuju ya sama Abi nya. Masa Ara nggak?" Kata umi nya Doy.
Ara hanya mengigit bibirnya.
Johnny hanya melihat cemas adik satu-satunya itu.
"Dek... Gimana?" Tanya mamah nya Ara.
"Gak tau. Adek pusing."
"Mungkin terlalu tiba-tiba ya? Yaudah kasih waktu aja buat Ara om, Tante." Ucap Johnny.
Johnny pun mengelus pundak Ara.
Ara melihat Johnny penuh arti. Johnny hanya mengangguk dan berbisik 'gak apa-apa.'
Keluarga Doy pun pulang.
Ara langsung melihat mamah papahnya kesal.
"Ini jaman apaan sih? Masih jodoh-jodohan aja?! Gak suka adek mah!"
"Dek... Bukan gitu dengerin mamah dulu."
Johnny menenangkan Ara.
"Kamu tau kan? Keluarganya Dhika itu terkenal islami banget. Umi nya ketua perkumpulan zakat di Cimahi. Abinya yang punya travel haji."
"Terus?!"
"Dhika anak baik dek... Sholeh. Pinter. Sopan."
"Yaa terus??"
"Mamah mau kamu sama dia. Biar kamu kebawa baik juga. Biar keluarga kita juga kebawa baik juga. Mamah merasa keluarga kita masih kurang ilmu agama. Mungkin dengan mempersatukan keluarga kita, kita jadi bisa menjadi umat muslim yang baik lagi sayang ."
"Tapi Ara gak bisa gak pacaran mah! Ara, mau..... Pacaran..."
"Ya kan ini kamu sama dia kan saling kenal dulu. Udah, kamu pikirin dulu ya. Tapi mamah cuma mau denger jawaban 'Iya.' bukan penolakan. Kamu udah dewasa dek.. kamu harus tau mana yang baik buat kamu sampe akhirat nanti."
Ara kaget, kenapa mamahnya tiba-tiba begini.
"Papah?"
Papahnya Ara hanya mengangkat bahu nya.
"Papah ngikutin mamah."
"Nyebelin!"
Johnny mendekat kan dirinya ke Ara.
"Sabar ya dek."
"Ih kakak!!!"
Johnny kabur dah itu.
Paginya.
Ara dengan malas turun dari kamarnya menuju meja makan.
"Gak mood makan."
"Udah ah jangan banyak gaya kamu dek. Cepetan makan."
"Gak mau!"
Ara pun langsung pergi dan mengambil kunci motornya.
Eh pas udah di tengah pintu ada sosok Doy disana.
"Assalamualaikum..."
"Walaikumsalam... Sini nak Dhika."
"Nggak usah! Doy ayo berangkat gue udah telat!"
Ara pun menarik tangan Doy. Tapi belum juga keluar Doy udah menghempaskan tangan Ara.
Ara kaget bukan main.
"Ra... Gak gini. Kita bukan muhrim." Ucap Doy yang sedikit menyeramkan
Ara terdiam sejenak dan pergi meninggalkan Doy.
Doy menyusul Ara.
"Naik mobil Ra."
"Gak. Makasih."
"Ra.... Gak usah kaya anak kecil. Masuk Ra."
Ara liat Doy kesel. Dan memasukan kunci motornya ke tas dan masuk tanpa permisi ke mobil Doy.
"Sikap Lo itu kaya anak kecil banget Ra.. Lo tuh udah gede."
Ara cuma diam. Gak tau harus bilang apa. Karena, Ara pikir... Dia masih belum sedekat itu untuk beradu argumen dengan Doy.
"Apalagi Lo bentak-bentak mamah Lo. Surga itu ada di telapak kakinya Ra."
"Doy, berhentiin gue di halte depan."
"Kenapa?"
Doy menoleh ke arah Ara.
"Gue males dengerin Lo ngomong."
Kata-kata itu secara spontan keluar dari mulut Ara.
Ara yang langsung menyadari kesalahannya itu pun hanya bisa menggurutu dirinya dalam hati.
Doy melihat Ara kaget.
"Becanda." Kata Ara
"Gak lucu Ra."
"Gak apa-apa. Yang penting udah usaha."
"Ra, Lo gak boleh kaya gitu sekali lagi."
"Iya ah bawel kaya pacar aja."
"Ga ada istilah pacaran Ra di Islam itu."
Ara hanya bisa menghela nafasnya kasar.
Ia berharap ia bisa cepat sampai ke kampusnya.
Dan kenapa pula coba Bandung hari ini macet???
Gak hari ini doang sih, tiap hari juga macet.
"Tau gini gue naik motor aja."
"Nyalahin gue nih?"
"Siapa yang nyalahin Lo anjir haha"
"Ra..."
"Hm?"
"Lo tuh cewek lho Ra.. gak cocok ngomong kasar gitu."
"Ini gak kasar Doy.. anjir itu cuma kata pelengkap doang."
"Pelengkap dosa?"
Ara hanya bisa diam dan menelan ludahnya.
Gak bisa deh Ara melawan argumen nya Doy.
Ara merasa apa yang doy katakan itu benar tapi.....
Terdengar sedikit menyebalkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Imam • Kim Doyoung✔[SUDAH DITERBITKAN]
Fanfictionketemu temen SD tiba-tiba udah hijrah terus di ajak ta'aruf sama umi abinya? gimana tuh reaksi nya Ara?