Saat ini Brian sedang menunggu Ara di depan rumahnya. Menatap jendela kamar Ara di atas.
Brian benar-benar gelisah, cemas dan khawatir dengan Ara yang tidak kunjung ada kabar.
Kemudian, Ara keluar dari rumahnya. Berniat membuang sampah. Tak di sangka, Ara melihat Brian yang sudah berada di depan pagar rumahnya.
"Ra.." panggil Brian
Gawat. Ara bahkan belum menyiapkan mental dan dirinya untuk bertemu dengan Brian saat ini.
Dan lagi.... Ara sedang tidak menggunakan jilbab.
Ia hanya menggunakan kaos lengan panjang polos dan celana piyama bergambar bunga-bunga vintage.
Ara menghiraukan Brian dan terus berjalan menuju tempat sampah di depan rumahnya untuk membuang sampah.
Brian mengikuti Ara.
Ara kembali untuk masuk ke dalam rumahnya.
"Ara..." panggi Brian lagi
Ara memeberhentikan langkahnya, tanpa menengok Brian.
"Aku pake kerudung dulu ke dalem." Kata Ara pelan
Brian tidak membalasnya. Ia langsung menutup mulutnya rapat-rapat.
Sedangkan Ara langsung masuk kembali ke dalam rumah untuk mengenakan jilbab.
"Kenapa kesini?" Tanya Ara
Brian langsung bangkit dari duduknya di motor.
"Kamu kenapa gak ada kabar?" Tanya cemas Brian
Ara memalingkan wajahnya. Ia takut kalo tiba-tiba dirinya menangis di hadapan Brian. Ara gak mau keliatan lemah.
"Gak."
"Gak apa Ra?"
"Ya, gak kenapa-kenapa..."
"Jangan bohong Ra..."
Ara menatap intens Brian.
"Jadi kamu mau aku jujur?" Kata Ara serius
Brian terdiam
"Aku udah tau semuanya,Bri."
"Tau apa Ra?" Tanya Brian terlihat bingung
"Kamu sama Rose dan Jeffrey."
Brian kaget bukan main dengan pernyataan yang di lontarkan oleh Ara.
"Kaget ya? Kok bisa aku tau... "
"Ra... aku bisa jelasin"
"Iya emang kamu harus jelasin. Tapi gak sekarang. Aku capek. Aku mau tidur. Aku mau rebahan. Aku gak mau dulu mikirin hal ini."
Brian berusaha untuk mendekati Ara.
"Jangan deket-deket, please?" Kata Ara sedikit tegas
Ara memijat pelipisnya, "Pulang yah? Aku capek."
"Ra.... aku sayang sama kamu..." kata Brian memelas
Ara melihat mata Brian. Tidak ada kebohongan. Pancaran mata Brian menunjukkan ketulusan.
Ara memejamkan matanya. Ia harus sadar.
"Kamu pikir aku gak sayang sama kamu?" Kata Ara dengan nada sedikit bergetar
Tidak. Air mata Ara sudah siap untuk jatuh.
"Kamu mau tau gimana perasaan aku saat ini? Rapuh."
"Maafin aku Ra..."
Ara menahan air matanya agar tidak jatuh.
"Masalahnya adalah aku merasa di tampar dari kanan dan kiri. Aku di bohongin sama pacar sendiri dan pacar aku ada masalah dengan sahabat aku."
Brian menatap Ara dengan perasaan bersalah.
"Tapi aku juga harus sadar... mungkin ini juga gak sepenuhnya salah kamu Bri... pasti itu juga karena aku.."
"Nggak Ra. Kamu sama sekali gak tau apa-apa tentang masalah ini."
"Iya memang bukan tentang masalah ini, Bri. Tapi, bagaimana perilaku aku ke Doy tempo hari. Seharusnya, cinta itu bukan dipilih. Tapi, aku malah memilih kamu untuk kisah cinta aku. Dan aku gak tau, apa memilih kamu itu adalah kesalahan? Sebenernya itu yang aku pusingin,Bri. Masalahnya ada dalam diri aku..." benak Ara
Ara menundukkan kepalanya untuk menangis. Ia membenci dirinya sendiri. Benar-benar benci.
"Ra? Kamu kenapa?" Tanya Brian penuh dengan kekhawatiran dalam raut wajahnya
Ara mengangkat wajahnya, melihat wajah Brian yang mencemaskan dirinya.
"Aku mau masuk." Kata Ara
"Yaudah. Kamu istirahat ya Ra. Kita lanjut lagi nanti aja."
Ara berhenti sejenak.
"Kayanya..."
Brian menatao Ara.
Ara menatap Brian ragu.
"Kita break dulu deh, Bri.."
Saat ini, Ara sedang berada di taman perumahan tempat dia tinggal sebelum pindah.
Dimana ia bertemu Doy untuk pertama kalinya.
Ara terlihat kosong.
Ara mengayunkan ayunannya.
"Sendirian aja?"
Ara langsung mengangkat wajahnya.
Rupanya Doy yang datang. Ara melihat Doy bingung. Kenapa dirinya ada disini?
Doy duduk di ayunan samping Ara.
"Kenapa lo kesini?" Tanya Ara
"Gue kaya punya firasat aja. Kalo lo butuh seseorang."
"Tapi bukan lo juga orangnya."
"Terus kenapa pas malem itu lo nelepon gue?"
"Ya.. ka-karena gak ada lagi yang harus gue telepon!"
Doy tertawa kecil.
Ara menatap Doy. Menjelajahi tiap detil wajahnya.
Sedangkan Doy sedang melihat sekeliling taman.
"Menurut lo. Apa kita berhak untuk memilih?"
Doy menengok ke Ara
"Berhak."
"Berlaku untuk cinta?"
Doy menatap aneh Ara.
"Menurut gue, kita berhak untuk memilih untuk siapa kita mencintai. Tapi ada satu hal yang gak bisa di pilih."
"Apa?"
Doy diam sejenak memalingkan wajahnya dari Ara.
"Hati."
"Kok?"
"Lo bebas memilih orang untuk dicintai. Tapi lo gak punya hak untuk memilih hati siapa yang harus lo dapetin."
"Hati gak bisa di bohongin. Lo juga tau. Makanya lo lebih milih Brian kan daripada gue?"
"Hah?"
Doy menghela nafasnya kasar, "Udah sore. Gak mau pulang?"
"Maksud lo apa dengan kalimat terakhir tadi Doy?"
Doy hanya diam.
"Jawab Doy."
Doy menatap Ara
"Sama kaya perasaan gue ke lo. Tapi gue gak ada hak untuk memaksa hati lo untuk pilih gue. Itu maksud gue Ra."
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Imam • Kim Doyoung✔[SUDAH DITERBITKAN]
Fanfictionketemu temen SD tiba-tiba udah hijrah terus di ajak ta'aruf sama umi abinya? gimana tuh reaksi nya Ara?