Minhee menggeleng gelengkan kepalanya. Sejak ia sampai dirumah sakit pagi tadi, sampai sekarang jam sudah menunjukan pukul 3 sore tapi reito masih asik bermain dengan sang ayah.
Istri son dan anak mereka memang sudah pulang dari rumah sakit. Jadi putra tunggal kang minhee itu dapat berlarian bebas tanpa takut menabrak brankar rumah sakit. Minhee lebih memilih untuk menemani istri son yang menggendong bayinya diruang tamu.
"Bekasnya jahitannya...masih sakit? Minhee bertanya dengan ragu, ia hanya belajar bahasa thailand dari son -untungnya laki laki itu sempat memaksa minhee untuk belajar jadi ibu satu anak itu bisa berkomunikasi dengan keluarga son di thailand, termasuk istrinya.
"Tidak sakit" yang lebih muda menjawab
"Dulu saat reito lahir, *P tidak bisa bergerak bebas hampir 1 minggu. Jahitannya terasa sangat sakit" minhee bercerita sambil tangannya mengelus sayang si bayi yang sedang tertidur
*P adalah sebutan 'kakak' dalam bahasa thailand, kalo di korea ada hyung sama noona kan? Penggunaannya persis kayak gitu
"Apa benar benar sesakit itu?" Minhee menggangguk
"Syukur orang orang pintar nemuin teknologi baru yang bikin kamu ga sakit pas lahiran. Kamu masi 19, masih usia yang rawan untuk hamil dan punya anak. Pasti rasanya sakit banget kalau anak 19 kayak kamu harus ngerasain sakitnya ngelahirin sama kayak yang p' alami" sekarang gantian minhee mengelus rambut ibu dari sang bayi
"Aku kagum pada P. Mungkin jika aku yang ada diposisimu, aku memilih jalan yang berbeda dengan yang P lakukan" kata yang lebih muda
"P kenapa ingin mempertahankannya?" Minhee mengulas senyum tipis, ia memandang reito yang sedang tertawa dengan son di halaman rumah lewat pintu kaca.
"Anakku tidak bersalah, orangtuanya yang bersalah. P tidak ingin dia hidupnya terpaksa diakhiri saat dia bahkan tidak tahu dan tidak bersalah sama sekali. P salah, jadi p bertanggung jawab. Lagipula dia anak P sendiri, setengah jiwa P ada padanya. Meski dia ditolak oleh seluruh dunia sekalipun, P tidak bisa membencinya. Dan lihat sekarang, P tetap hidup disini karenanya, P bertemu orang orang baik seperti suamimu karenanya" mata yang lebih tua tak lepas dari anaknya, mata yang sama yang menangis saat melihat gumpalan darah yang ingin dibunuh oleh kekasihnya dulu sudah lahir dengan darah ditubuh.
"Saat reito lahir, P menangis keras. Kakak P dan nenek P juga menangis. lalu Son mengajukan diri untuk menjadi ayah dari reito. Mulanya P tidak mau, tapi kata son ia tidak ingin anak P hidup tanpa ayah. Son bersikeras dan P tidak bisa melarangnya, P juga tidak ingin bayi P diolok olok orang karena hidup tanpa ayah" minhee menyelesaikan ceritanya dengan senyuman
"Dulu saat bertemu dengan p son, aku sangat kaget P son menunjukan foto reito. Dia bilang reito anaknya, dia bercerita bagaimana P sangat keras kepala dan tidak ingin P son jadi ayah diatas kertasnya reito. Tapi P akhirnya membiarkannya. Karena itulah kami jadi dekat, aku suka bagaimana tulusnya P son pada P" minhee tertawa
"Petch langsung jatuh begitu saja?" Yang kecil mengangguk malu malu
"Syukurlah petch jatuh pada orang yang tepat"
"Papa, waktu ini mama menangis keras" son yang sedang menggambar mobil di kertas gambar langsung menghentikan tangannya.
"Mama menangis? Kenapa?" Reito menunduk, matanya tak berani menatap balik sang papa yang tengah penasaran
"Waktu ini rei kenalin mama sama papa temennya rei. Mama langsung nangis, mama naik mobilnya juga nangis sama ngebut jadi Rei takut. Sampai dirumah mama nangis dikamar, mama kunci pintu. Pas dibuka, mama peluk rei terus bilang aneh aneh, katanya rei ga boleh tinggalin mama. Terus mama minta rei buat nemenin tidur" si kecil memegang erat ujung bajunya, terlampau takut untuk melanjutkan cerita
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Baby - HWANGMINI
Fanfiction"ya elo emang gampang gue ajak tidur kan? bisa aja lo juga gitu ke orang lain" "kalo ga mau tanggung jawab gausah ngeles, gue bakal rawat dia sendiri supaya pas dia lahir nanti dia bisa tau sebejat apa ayahnya dulu" iya, ini tentang kang minhee yan...