Saat memasuki ruang rapat sudah ada beberapa orang di dalamnya. Rendy langsung duduk dan membuka laptopnya memastikan jika file materi yang akan dibahas sudah ada di laptopnya. Sembari menunggu yang lainnya datang,ia memperlajari materi rapat itu.
"Aseeekk Rendy udah dateng ni. Ketua mah beda ya dateng langsung pelajarin materi"
"Ya iya lah Yan. Ren tadi lo dimana emang pas kita telfon?"
Rendy mengalihkan pandangannya sekilas pada kedua sahabatnya itu, "Bandung", lalu kembali fokus memperhatikan laptopnya.
"Eh gila-gila Bandung Ren? Gak ajak-ajak lo mah ke sana"
"Iya kamu jahat gak ajak aku,aku merasa terbohongi disini. Sakit hati aku kamu begitu" ujar Lian dramatis dengan ekspresi wajah terluka.
"Ihhh jijik gue Yan, sono jauh-jauh lo. Gue masih mau waras" balas Reynald merasa geli dengan tingkah Lian.
Mendapat balasan seperti itu Lian justru semakin menjadi,ia mendekat dan duduk di samping Rendy yang tengah fokus lalu mengadu bahwa Reynald menyakitinya.
"Astaga temen gue kok gini amat ya kelakuannya. Lo gak malu Yan?"
Lian langsung merubah raut wajahnya menjadi datar, "Stok malu gue udah habis Nald". Setelah mengatakan itu,Lian terbahak dan Reynald juga ikut-ikut tertawa hingga perutnya keram.
"Udah ayo mulai rapatnya. Udah pada dateng semua"
Mendengar apa yang diucapkan Rendy,Lian dan Reynald langsung berbalik dan ternyata benar semua orang sudah datang dan menatap aneh ke arah mereka seperti mengatakan "haduh gue gak bisa gak ketawa kalau lihat mereka" . Keduanya hanya bisa manggaruk tengkuknya yang tidak gatal lalu duduk di kursi dengan ekspresi yang dibuat cool.
Setelah rapat selesai,ketiga pemuda tampan itu berjalan meninggalkan ruangan. Rendy berjalan ke arah motornya,memakai helm lalu menyalakan mesin motornya. Sedangkan Lian dan Reynald masuk ke mobil putih milik Reynald. Ketinganya melesat meninggalkan lingkungan kampus dan menuju ke rumah Rendy.
Rumah dengan warna cat dominan putih itu menjulang tinggi dengan pohon-pohon di samping rumah yang memberikan kesan asri. Ketiganya turun dari kendaraan masing-masing.
"Ren gue mau ambil hp gue dulu ketinggalan di mobil. Lo berdua duluan aja ntar gue nyusul" ujar Reynald lalu kembali ke mobilnya.
"Aelah dasar pelupa, ya udah yok Ren masuk kan gue gak enak kalau masuk sendiri sedangkan yang punya rumah gue tinggal. Gue udah pengen ngadem sambil main ps ni" ucap Lian sambik menarik Rendy untuk melangkah masuk.
Seorang membukakan mereka pintu dan menyambut keduanya, "Den Rendy sudah pulang sama den Lian juga,mari masuk den"
Rendy mengangguk lalu masuk diikuti Lian disampingnya. Saat kakinya melangkah semakin dekat dengan ruang keluarga,suara-suara orang berbincang kian terdengar.
Rendy menghentikan langkahnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Dilihatnya keluarganya tengah berkumpul di ruang keluarga dengan sebuah kue ulang tahun dengan angka 19 di tengah-tengah meja. Rendy tersenyum miris lalu kembali menampilkan ekspresi datar saat matanya bertubrukan dengan tatapan kakak sulungnya. Lalu keluarganya yang menoleh ke arahnya,tidak dengan ibu kandungnya.
"Ren,ayo kita rayain ulang tahun kalian sama-sama" ucap kakak keduanya,Dion.
"Rendy bahkan lupa kalau hari ini ulang tahun,Rendy ke atas" ucapnya dengan senyum tipis lalu menaiki tangga menuju kamarnya.
"Biarkan saja dia, saya juga tidak mau melihatnya ada di perayaan ulang tahun anakku. Biarkan saja anak tidak tau diri sepertinya melakukan apapun yang ia mau!"
Ucapan wanita yang melahirkannya itu terdengar olehnya, sudah sering ia mendengar kata-kata seperti itu dan yang bisa ia lakukan hanya tersenyum kecil.
Lian yang sempat terdiam saat melihat potret keluarga itu lalu tersadar dan mengikuti Rendy ke kamarnya. Reynald yang baru saja masuk juga sempat terkejut lalu dengan cepat ikut menuju ke kamar Rendy.
Saat Lian dan Reynald masuk dilihatnya Rendy tengah duduk di tepi tempat tidur sembari melepas sepatu yang dipakainya. Sahabatnya itu menampilkan sikap seolah tidak ada yang terjadi,tapi mereka tau bahwa ia hanya menyembunyikan apa yang dirasakannya.
"Ren,lo gak papa?"
"Gak,gue mandi dulu. Kalian kalau mau main ps dulu gak papa asal jangan berantakin kamar gue" ucapnya lalu masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan dirinya.
"Yan ini gimana? Tetep sesuai rencana awal?" tanya Reynald sedikit ragu.
"Gue rasa iya Nald,setidaknya mungkin ini bisa sedikit buat Rendy seneng di hari spesialnya"
"Oke mending bantuin gue hias ini sekarang Yan. Kita gak boleh terus-terusan gini. Lo tau kan Rendy gak suka kalau kita natap dia dengan tatapan ini?"
"Gue paham. Ya udah yok"
Rendy keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan beban yang ia rasakan sedikit berkurang. Saat pandangannya menyusuri kamar,ia tidak menemukan Lian maupun Reynald. Mungkin mereka sedang mengambil camilan pikirnya.
Pintu kamarnya dibuka dengan cukup keras membuat ia yang tengah fokus pada hp nya menatap ke pintu kamarnya. Disana ada Lian yang menampilkan cengiran khas nya.
"Ren sebenernya kita kesini bukan cuma mau main ps tapi mau....."
Tiba-tiba terdengar suara Reynald yang menyanyikan lagu happy birthday sambil membawa sebuah kue lalu keduanya berjalan menuju Rendy dan memintanya meniup lilin.
"Thanks" ucapnya tulus sambil tersenyum.
"Sama-sama Ren,kita emang sengaja ngrencanain ini semua dari awal buat lo"
"Iya Ren, pokoknya kalau diantara kita ada yang ulang tahun harus nglakuin ini. Kecuali buat Lian si"
"Eh enak aja lo gue juga mau kali dikasih kue. Lo aja yang gak usah lah"
"Ya gak dong apa-apaan,gue juga mau kali" ucap Reynald lalu dengan sengaja menjitak kepala Lian.
"Woy main jitak-jitak aja lo. Rasain ni pembalasan gue" Lian dengan cepat menarik kepala Reynald dan menempatkannya di ketiaknya membuat Reynald menggeliat ingin melepaskan diri.
Rendy tertawa melihat kelakuan sahabat-sahabatnya itu.
"Wah si Rendy ketawa,nih rasain juga Ren" Lian juga menarik Rendy dan menjepit kepalanya di ketiaknya yang lain.
Ketiganya lalu tergelak bersama dan melupakan sejenak masalah yang mereka miliki. Seseorang yang berdiri di luar pintu kamar itu mendengar suara tawa adikknya,orang itu adalah Alvian putra sulung keluarga Baskara.
"setidaknya lo bisa ketawa sama temen-temen lo dek di hari ulang tahun lo sendiri,walau itu bukan karena keluarga kita. Setelahnya ia beranjak turun ke ruang keluarga kembali setelah memastikan bahwa adiknya itu baik-baik saja.
Setelah sahabatnya pamit untuk pulang,Rendy merebahkan dirinya dan mulai memejamkan matanya. Kilasan-kilasan memori masa kecilnya muncul.
"Kamu yang telah menyebabkan anak saya kecelakaan. Sudah saya bilang untuk menjaganya karena dia masih lemah tapi apa? Kamu justru membuatnya terbentur batu hingga kepalanya berdarah!!"
"Kenapa kamu ajak di ke kolam renang hah? Kamu sengaja ingin anak saya jatuh? Kamu memang selalu ingin melukai anak saya!"
"Kamu yang menyebabkan ini semua terjadi,dasar anak tidak tau diri!"
"Kamu hanya menjadi sumber malapetaka untuk anak-anak saya!"
"Saya tidak pernah akan mau mengganggap kamu sebagai anak saya!"
"Anak saya hanya Randy,Dion dan Alvian. Saya sangat membenci kamu!"
"Kamu selalu menjadi sumber masalah!"
Rendy terduduk di tempat tidurnya,tangannya bergerak mengacak-acak rambutnya lalu memijat kepalanya yang terasa pening, "Sampai kapan terus begini ma? Apa alasan mama membenci Rendy? Rendy juga bisa lelah ma,Rendy lelah jika harus menjadi orang lain lagi".
Thanks udah baca :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Stairways to Revert
Teen FictionStairways to Revert Singularity : Have I Lost Myself? Can I Return Myself? Memiliki saudara kembar identik akan terasa menyenangkan dan pasti akan saling mendukung satu sama lain. Namun hal itu tidak berlaku pada Rendy Naufal Baskara Putra,pemuda ya...