Sekelebat ingatan tiba-tiba berputar di kepalanya diiringi rasa sakit di kepalanya yang masih terasa sangat sakit. Rasa sakit fisik juga rasa sakit akibat ingatan masa lalu yang menyakitkan membuatnya ingin memejamkan matanya menghentikan segala rasa sakit yang dia rasakan.
Namun alam bawah sadarnya terus menyakinkan jika ada orang-orang yang masih peduli padanya juga janjinya yang harus dia tepati. Dia meyakinkan dirinya sendiri untuk tetap kuat,rasa sakit ini sudah pernah dirasakan sebelumnya,cukup sering dan selama ini dia yakin mampu melewatinya.
Naura terus membuat Rendy membuka matanya, dalam hatinya ia berdoa agar orang yang di telfonnya tadi segera datang dan Rendy bisa baik-baik saja.
Sementara anggota keluarga Baskara yang tengah berbincang di ruang tengah serentak melihat seseorang dengan jas putih yang memasuki rumah mereka.
Alvian berdiri, "Maaf anda siapa? Ada urusan apa di rumah kami?"
Rian menatap satu persatu orang di ruangan itu,tidak ada yang menampilkan ekspresi khawatir. Ia merasa bingung dengan situasi yang terjadi di rumah ini. Baru pertama kali dirinya melihat secara langsung seluruh anggota keluarga Baskara.
Rian membungkuk tanda hormat, "Saya dr. Rian, saya ingin bertemu Rendy. Bisakah saya menemuinya,ini keadaan darurat"
Dion mengernyit bingung mendengar ucapan dokter muda itu, "Maksudnya apa? Rendy tadi baik-baik saja,hanya luka kecil setelah berkelahi. Mungkin yang dokter maksud bukan Rendy adik kami"
"Apa kalian semua belum tau? Saya harus segera bertindak atau akibatnya akan fatal"
Dion baru saja akan menyanggah ucapan Rian saat Naura turun dengan ekspresi panik dan mata sembab,tunggu dia juga melihat noda darah di pakaiannya.
"Dokter tolong ikut saya,kak Rendy kesulitan bernafas,tolong dia saya mohon"
Rian bertambah panik melihat noda darah yang terlihat di pakaian yang dikenakan perempuan yang ia rasa menelfonnya tadi.
"Ra maksudnya apa, Rendy kenapa Ra?". Dion bertanya panik,semua anggota juga nampak terkejut.
Raut panik juga nampak di wajah Alvian,sementara raut wajah ayahnya tidak terbaca,ibunya yang masih terlihat tenang juga Randy yang justru menatap malas.
Naura yang melihat semua terdiam kembali bicara, "Ayo dokter ikut saya"
Rian segera melangkah mengikuti Naura yang menaiki tangga menuju kamarnya, tas berisi peralatan kesehatan ditenteng di tangan kanannya.
Alvian dan Dion segera mengikuti langkah keduanya. Sedangkan kedua orang tuanya masih terdiam entah karena terkejut atau hal lain. Yang dipikirkan keduanya kini hanya kondisi adik mereka.
"Maaf bisa anda berdua tunggu di luar sebentar. Saya akan melihat adik anda dulu".
Mendengar itu, Alvian dan Dion hanya bisa menjawab iya dan memutuskan untuk menunggu di depan pintu kamar yang kini ditutup.
Rian segera mendekati Rendy yang telah Naura baringkan di tempat tidur dengan susah payah. Nafasnya masih tidak teratur,sesekali ringisan keluar dari mulutnya,namun mimisannya telah terhenti.
"Ren,Abang mohon tetep buka mata kamu. Kamu pasti kuat abang yakin itu"
Dengan cekatan Rian memeriksa Rendy,menyuntikan obat yang selama ini dia gunakan saat Rendy mengalami collaps seperti sekarang ini.
Perlahan-lahan Rendy bisa merasakan rasa sakit di kepalanya menghilang,nafasnya perlahan mulai teratur. Netra hitamnya menatap Naura yang juga tengah menatapnya, ia tersenyum tipis sebagai tanda dia kini baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stairways to Revert
Novela JuvenilStairways to Revert Singularity : Have I Lost Myself? Can I Return Myself? Memiliki saudara kembar identik akan terasa menyenangkan dan pasti akan saling mendukung satu sama lain. Namun hal itu tidak berlaku pada Rendy Naufal Baskara Putra,pemuda ya...