Suspicious

16 1 3
                                    

Dua orang yang ada di dalam ruangan itu masih enggan membuka suara membuat suasananya menjadi terasa canggung. Gadis berhijab abu-abu itu menunduk, ada suatu hal yang mengganggu pikirannya tetapi rasanya ia tak berani mengungkapkan nya.

Sementara pemuda yang sebelumnya tampak pucat itu sudah tampak segar seperti biasa, fokus pada buku tebal bersampul hitam yang tengah dibacanya. Netra nya melirik sejenak pada gadis yang tampak ingin mengutarakan sesuatu padanya.

"Ada apa?"

Naura tersentak saat pemuda yang sedari tadi diam itu membuka suara, bertanya seolah ekspresinya memang menunjukkan ada sesuatu yang ingin diungkapkannya.

"Apa kak Rendy sekarang baik-baik saja?".

Suara pelan nan lembut itu membuat Rendy mengalihkan fokus sepenuhnya, netra gelapnya kembali bertubrukan dengan netra cokelat yang indah, "Ya gue baik"

Lengkungan senyum terlihat di wajah tanpa polesan make up berlebih itu, "Kemarin semuanya sangat panik melihat kak Rendy begitu kesakitan. Syukurlah jika sekarang kakak sudah benar-benar sehat"

Rendy memutus kontak mata mereka,tersenyum tipis namun dengan tatapan mata yang datar seolah bertanya benarkah semua orang khawatir padanya.

Melihat pemuda itu terdiam membuat Naura melanjutkan apa yang sebenarnya ingin dia katakan, "Kak Rendy kemarin terlihat sangat kesakitan, dokter mengatakan kakak hanya terlalu kelelahan,tapi entah kenapa melihat kakak itu seperti bukan hanya gejala akibat kelelahan"

Naura menjeda ucapannya mengetahui jika pemuda itu menatapkan dengan ekspresi biasa,  "Apa sebenarnya kakak menyembunyikan rasa sakit yang kakak rasakan sendirian,tapi kenapa dan ucapan dokter itu.. Maaf jika saya terlalu lancang untuk bertanya"

Sebagian hatinya ingin mengatakan jika memang ada rasa sakit yang ia pendam sendiri, namun bukan jawaban itu yang diucapkannya.

Melihat kekhawatiran yang terpancar di netra cokelat itu saat ia tengah mengalami kesakitan nya membuat batinnya ingin sekali jujur tapi otaknya justru merasa bukan hal tepat untuk mengatakan yang sejujurnya.

"Gak ada yang gue sembunyikan. Soal mimisan itu selalu gue alami saat tubuh gue benar-benar lelah. Sesak itu karna sebelumnya gue terkena pukulan kayu".  Rendy menatap dalam manik mata cokelat itu, berusaha meyakinkan pemilik netra itu bahwa yang di ucapkan ya benar.

Naura menundukkan kepalanya,di tatap seperti itu membuatnya merasa tak sanggup melihat pancaran mata yang menyiratkan banyak hal. Di satu sisi,ia merasa bersalah begitu lancang untuk menanyakan hal itu.

"Maaf jika saya terlalu banyak bertanya. Seharusnya saya tidak bertanya kembali apa yang telah saya dengar. Maaf kak".  Naura menunduk memainkan tangannya asal.

"Liat gue Ra".  Ucapnya tegas membuat Naura kembali menatapnya walau sesekali berusaha mengalihkan tatapannya ke arah lain, berusaha berpaling dari kuncian netra hitam miliknya, "Lo berhak untuk tanya apapun, sejak saat itu apapun milik gue juga milik lo, tapi untuk hal-hal tertentu lo belum bisa mengetahuinya. Sorry".

"Tidak kak, saya tau jika memang ada hal yang sebaiknya tidak saya ketahui pasti itu yang terbaik. Saya akan selalu percaya pada kak Rendy, apapun yang kakak lakukan selagi itu baik, saya akan selalu berusaha untuk mendukungnya".

Senyuman tipis tapi namun indah tercetak jelas di wajah pemuda itu, tatapan matanya melembut, tatapan yang sudah sangat lama tidak ia tampilkan. Tangannya bergerak perlahan mengusap kecil kepala tertutup hijab itu.

Naura menunduk,ada rasa hangat yang menjalar dari pipi hingga ke hatinya, "Saya akan pergi ke dapur"

Rendy mengangguk singkat, tangah berusaha menghilangkan debaran juga perasaan aneh yang dulu dirasakannya. Naura melangkah menuju pintu,bersiap memutar knop pintu saat suara yang begitu dekat dengannya terdengar.

Stairways to RevertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang