Tears and a Hug

13 1 0
                                    

Di dalam mobil hitam yang tengah melaju itu, dua orang di dalamnya tengah sama-sama terdiam. Rendy melirik sekilas Naura yang memperhatikan kendaraan lain di balik jendela mobil, lalu kembali fokus pada jalan di depannya.

Naura tidak mengerti mengapa tiba-tiba perasaannya terasa aneh,dia tidak bisa berhenti memikirkan ayahnya. Ada rasa khawatir yang menyelip ke hatinya,mungkin ia terlalu merindukan ayahnya sehingga terus memikirkan tentangnya.

Saat mobil berhenti karna lampu lalu lintas berwarna merah, Rendy menoleh pada Naura yang masih terdiam menatap keluar jendela,  "Kenapa?"

"Naura hanya memikirkan ayah, perasaan Naura agak tidak tenang sejak tadi. Mungkin Naura hanya terlalu rindu dengan ayah"

Tangan Rendy bergerak ke pucuk kepala Naura yang tertutup jilbab hitam,mengusapnya perlahan, "Gak perlu ada yang di khawatirkan. Ayah pasti baik-baik saja"

"Iya kak. Terimakasih"

Rendy membiarkan Naura yang masih terdiam,memberi waktu untuk terus meyakinkan dirinya jika ayahnya baik-baik saja di rumahnya. Saat sampai di halte, Naura turun seperti biasa dan melangkah menuju gerbang dengan berjalan kaki.

Rendy menerima telfon saat hendak keluar dari mobilnya. Melihat nama sang penelfon membuatnya tersenyum tipis.

"Assalamualaikum nak. Bagaimana kabarnya nak Rendy dan Naura?"

"Waalaikumsalam, kami baik. Ayah juga baik?". 

Ya, orang yang kini tengah berbicara di telfon dengan dirinya adalah Ilham yang merupakan ayah dari Naura, yang kini adalah ayah mertuanya.

"Alhamdulillah ayah juga baik nak. Ayah sangat merindukan putri ayah dan ayah berencana mengunjungi kalian, apakah boleh nak?"

"Tentu saja, Naura akan senang mendengar hal ini"

"Jangan beritahu Naura dulu ya nak, ayah ingin mengejutkannya"

"Baik, apa perlu Rendy minta supir untuk menjemput ayah?"

"Tidak usah nak, ayah akan kesana sendiri. Lagi pula ayah tau jalan kesana. Nak Rendy tidak usah khawatir"

Rendy sempat terdiam, "Kabari Rendy jika ayah sudah sampai"

"Tentu nak, ayah akan berangkat jam 8, ya sudah ayah tutup telfonnya nak. Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

Rendy tersenyum tipis saat telfonnya telah berakhir, Naura pasti akan merasa senang nanti. Setelah memakai earphone di kedua telinganya, ia melangkah menuju kelasnya.

***

Satu-satunya mata kuliah di hari ini sudah selesai. Ketiga pemuda yang duduk bersampingan itu memasukkan buku mereka ke dalam tas bersiap untuk pulang.

"Lo mau ngapain pake almamater Ren?".   Lian bertanya saat melihat Rendy memakai almamater khusus untuk anggota Badan Eksekutif Mahasiswa kampus mereka.

"Gue mau rapat"

Lian dan Reynald mengangguk mengerti, Reynald menepuk bahu Rendy pelan untuk berpamitan, "Kita duluan Ren"

"Hm"

Rendy segera melangkah keluar kelas yang telah kosong. Langkah panjangnya menuju ruangan rapat BEM. Sembari berjalan ia melirik jam tangan yang melingkar di tangan kirinya, seharusnya ayah mertuanya sudah sampai di Jakarta, tapi belum ada kabar apapun juga.

Telfon di saku almamater nya bergetar menandakan ada yang menelfon nya membuatnya menghentikan langkah di luar ruang BEM. Nomor ayah mertuanya terpampang di layar ponselnya,dengan segera ia mengangkat panggilan itu.

Stairways to RevertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang