Rasa (dan) Ragu

3.3K 173 3
                                    

Aku meragu, pada hal yang kuanggap tabu. Aku tak mampu menepis rasa, pun tak berani teguh atas nama cinta.

~Zahira Ayyuna

********

"Ra, lo kenapa deh? Dari tadi ngelamun mulu. Kesambet ntar lo, ngeri gue" tanya Widi pada Zahira.

Kini mereka berdua tengah berada di dalam kelas, menunggu dosen yang entah kapan akan tiba.

"Wey, Ra. Temen gue dulu suka kaya lo, dalem kelas diem bae eh taunya berak haha" ledek Jay pada Zahira, seketika kelas yang tadinya hening tergelak. Apalagi mendengar tawa membahana dari seorang Jay, membuat beberapa orang mahasiswa terpingkal.

"Garing Jay, sumpah. Cari bahan ledekan lain gih." Zahira sedang dalam mode tidak bisa diajak bercanda. Sampai-sampai celoteh Jay saja dia anggap tidak lucu sama sekali.

"Di, gue pengen cerita. Tapi nggak di sini, yang ada satu kelas ikut ghibah nanti" ujar Zahira pada sahabatnya itu. Widi seolah mengerti bahwa yang ingin Zahira ceritakan adalah hal yang bersifat personal, dia pun mengangguk.

"Pulang kuliah gue ke kost lo deh. Bawa motor nggak? Biar sekalian jalan gitu, hehe"

"Nggak bawa gue, Di. Nggak apa-apa emang lo pulang kuliah main?"

Setau Zahira, Widi ini anak rumahan sama sepertinya. Jarang sekali seorang Widi main, keluar dan jalan-jalan bersama teman-temannya.

Bukan karena orang tuanya tidak memperbolehkan, tapi sedari kecil dia memang terbiasa bermain di dalam rumah saja. Kalaupun ingin bermain bersama teman, maka teman-temannya yang akan datang mengunjunginya di rumah.

"Nggak apa-apa kali, kaya sama siapa aja. Ya udah, jam tujuh malem gue ke kost lo ya. Mau nginep ah, kayanya curhatan lo ini bakalan panjang kali lebar kali tinggi. Kapan lagi lo mau ghibah haha."

"Haih, ini bukan ghibah ya. Catat, bukan ghibah. Beneran nih? Gue tungguin ya." Widi mengangguk, mengiyakan perkataan Zahira.

Kini Zahira tengah berada di taman fakultasnya seorang diri. Merenung, keputusan apa yang harus dia ambil?.

Dia memang tak bisa membohongi perasaannya, tapi bagaimanapun juga dia tidak ingin Abyan masuk ke dalam kehidupannya yang begitu pelik.

"Ra, lo ngapain di sini sendirian?" suara bariton yang Zahira ketahui siapa pemiliknya. Lelaki yang beberapa hari kemarin bersedia mengantar dan menjemputnya.

"Nggak, lagi pengen sendiri aja Fin. Lo sendiri ngapain ke sini?" tanya Zahira balik pada Daffin.

"Nggak sengaja tadi lihat lo di sini, tadinya si mau balik. Lo dari tadi ngelamun mulu deh, ada masalah?"

"Nggak kok, nggak ada. Udah gih sana balik, nggak baik cowok jomblo pulang sore-sore haha," ledek Zahira.

"Heh, lo juga jomblo ye. Mau balik bareng nggak? Mumpung gue lagi baik nih" Ajak Daffin.

"Nggak deh makasih, udah sono. Hus hus," "Tapi lo beneran nggak apa-apa kan?" tanya Daffin memastikan. Memangnya kentara sekali ya kalau Zahira sedang memikirkan sesuatu yang cukup membuat dilema?

"Nggak apa-apa, udah sana. Hati-hati."

Daffin berlalu pergi, membawa sebersit kekhawatiran pada Zahira. Kok gue kaya khawatir gini ya?. Batin Daffin.

ZAHIRA [SELESAI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang