Terulang

3.7K 235 21
                                    

Aku pun memiliki batas lelah, bahkan seringkali ingin menyerah. Jangan selalu membuat hatiku lemah, sebab keputus asaan bisa saja aku jamah.


~Zahira Ayyuna


*******

Senin depan Zahira menghadapi Ulangan Tengah semester. Dia berpikir untuk meminta do'a pada orang tuanya, walau bagaimanapun dia tidak akan berhasil tanpa do'a dari ayah dan ibunya.

Tepat ketika dia hendak mengambil ponselnya di atas nakas, dering telfon berbunyi, tertera nama 'Ibu' di ponselnya.

"Halo, assalamualaikum, Bu?" salamnya.

"Waalaikumsalam, Ra" Suara ibunya terdengar bergetar, perasaannya berkecamuk, ada apa? Batinnya bertanya-tanya.

"Ibu? Ibu nangis? Ada apa Bu?." Dia khawatir, bingung sekaligus gelisah. Sepanjang dia jauh dari orang tua, tak pernah sekalipun ibunya menelfon dalam keadaan yang seperti ini.

"Ivan, Ra. Dia melakukan kesalahannya kembali. Dia.. Dia mempermalukan keluarga lagi" Ibunya terisak di seberang sana. Zahira geram, ia marah. Untuk kesekian kali, bahkan berulang kali ia tersakiti oleh keluarganya sendiri.

"Kenapa, Bu? Bukankan Bang Ivan sudah bersama dengan Kak Diana? Bahkan anak mereka telah lahir, kenapa, Bu?." Suaranya parau, ia berkali-kali berusaha tegar, berusaha menutup kuping dari ribuan hinaan orang. Lalu, sekarang akankah dia mendapatkan cercaan yang sama, lagi?.

"Sebenarnya, satu bulan setelah kamu berangkat ke Jakarta Ivan menceraikan Diana. Dia pulang, memperkenalkan gadis lain pada Ibu dan Ayah, Ra."

Entah apa yang ada dalam pikiran Kakaknya itu, melukai hati keluarganya dengan mudahnya. Hanya memikirkan kesenangannya saja, tanpa berpikir beratnya beban yang harus orang tua dan adik-adiknya hadapi karena tingkahnya itu.

"Dia Ratna, Nak. Teman dari Diana. Ayah dan Ibu tidak mampu berbuat apa-apa, sampai kemarin orang tua dari ratna datang. Ratna mengandung anak dari kakakmu, Ra." Ibu semakin terisak.

Aku remuk, Tuhan. Dari milyaran manusia di muka bumi, kenapa hanya aku yang Engkau berikan ujian sedemikan menyakitkan? Apakah, aku masih layak untuk hidup, Tuhan?.

"Itu karena Ibu tidak pernah bersikap tegas pada Bang Ivan. Ibu terlalu memanjakannya, bahkan Ibu tidak pernah menegur bang ivan ketika dia melakukan kesalahan. Kenapa, Bu? Zara capek."

"Ibu terlalu sayang pada Ivan, Ra. Ibu sangat menyayanginya. Ibu tidak pernah ingin memarahinya, Ibu tidak pernah mau menolak permintaannya dan Ibu tidak kuasa menyalahkan perilakunya." Bahkan Ibunya tetap saja membela Ivan, setelah serangkaian perbuatan memalukan lelaki itu torehkan di keluarganya.

"Zara kecewa sama Ibu. Zara marah sama Ivan. Zara benci semua orang. Zara melewati banyak kesulitan karena Ivan. Zara dikucilkan, dihina, dicemooh, bahkan tak pernah dianggap ada di lingkungan Zara tinggal karena Ivan. Ibu tau seberapa sakitnya? Sejak kecil Zara mengalami itu semua, hidup Zara menyedihkan sedari kecil, Bu. Kenapa kalian semua tega sama hidup Zara? Kenapa Ivan tega sama keluarganya?. Zara kecewa."

Tutt.

Untuk pertama kalinya, seorang Zara berani menyuarakan isi hatinya dan kesakitannya pada Ibunya. Itu menandakan, ia sudah benar-benar terluka.

Zahira menutup telfonnya, hatinya berkecamuk. Emosinya membara, kilatan amarah terpancar di matanya. Ia lelah, bahkan terlalu lelah untuk meneruskan mimpinya. Ia lemah, sangat lemah hingga tak bisa bangkit lagi. Ia sepertinya akan menyerah, hidupnya terlalu menyedihkan jika diteruskan. Ia hancur, harapan kebahagiaan yang akan ia bangun telah musnah.

ZAHIRA [SELESAI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang