Gosip

2.6K 131 7
                                    

Nikmatilah masa bahagiamu, sebelum datang masa sedihmu. Nikmatilah tawamu, sebelum tangis membasahi pipimu.

**********

Setelah satu bulan lamanya perkuliahan di liburkan, kini para mahasiswa kembali memulai aktifitas belajarnya.

Bertemu dengan dosen dan kumpulan mata kuliah yang baru, membuat mahasiswa yang akan memulai perkuliahan di awal semester dua penasaran.

Tak terkecuali Zahira. Kini dia telah berada di atas sepeda motornya, siap untuk mengemudi sampai kampus. Menikmati kenaikkan semester, dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya.

Dia memarkirkan sepeda motornya di parkiran khusus mahasiswa. Belum terlalu ramai sepertinya, kondisi parkiran baru terisi beberapa kendaraan saja.

Dia berjalan menyusuri koridor kampus, mencari di mana letak kelas barunya. Tak sabar bertemu dengan teman-teman kelas, dan mendengar mereka bercerita tentang liburan satu bulan kemarin.

Namun, Zahira merasa aneh. Seolah semua pasang mata yang ada di koridor kampus menatapnya tidak suka. Ada apa? Zahira membatin.

"Dih mahasiswa baru kok belagu."
"Pake pelet apa mbanya tuh?"
"Duh, demi nilai ya makanya berani ngelakuin hal memalukan kaya gitu."

Gadis itu kebingungan, apa maksud perkataan orang-orang itu? Dan apakah perkataan itu di tujukan padanya?

Zahira sampai di kelasnya, pun sama beberapa pasang mata secara terang-terangan menatapnya tidak suka. Widi yang mengetahui kedatangan sahabatnya itu, segera menarik ke arah bangku kosong yang ada di kelas.

"Ra, lo tau ada berita apa di fakultas kita?" tanya Widi.

"Justru ada yang mau gue tanyain, kenapa orang-orang di fakultas liatin gue dengan tatapan sinis kek gitu? Perasaan gue nggak abis ngelakuin kesalahan deh, dan lagi ini baru hari pertama kuliah cuy!" Widi menggaruk tengkuknya, entah harus dari mana dia menjelaskan.

"Nah itu yang mau gue bilang sama lo, Ra. Satu fakultas itu lagi gosipin lo, entah dari mana itu gosip."

Della dengan Jay yang baru datang, langsung menghampiri Zahira dan Widi. Hendak memastikan apakah gosip yang beredar benar atau tidak?.

"Lo tau? Ada yang bikin gosip kalau lo sama Pak Abyan itu ada hubungan. Dan parahnya, katanya lo mau berhubungan sama Pak Abyan demi nilai, Ra!" ujar Della. Zahira membelalak, kaget.

"Satu lagi, dari gosip itu yang entah siapa biang keladinya. Bilang kalau lo penyebab hancurnya hubungan Ibu Agnetta sama Pak Abyan!" Jay menambahkan.

"Sumpah, itu gosip nggak bener semua woy! Gue dapet nilai bagus murni gue mikir, gue pake otak gue. Dan soal hubungan Pak Abyan dan Ibu Agnetta, coba tanyain langsung ke yang bersangkutan, beneran ada hubungan atau nggak?"

Siapa yang dengan bodoh dan lancangnya membuat gosip murahan seperti itu. Mengkambing hitamkan orang yang tidak mengerti apa-apa. Memfitnah gadis yang bahkan tidak memiliki masalah dengan siapa-siapa.

"Masalahnya kita nggak tau siapa yang nyebarin gosip nggak jelas itu, Ra. Dan yang nggak tau apa-apa kaya kita, cuman bisa menduga-duga," Della menepuk pundak Zahira setelah mengucapkan kalimat itu.

"Tapi lo semua dapet gosip itu dari mana coba? Nggak ada tuh yang ngomongin ini di grup kelas?" tanya Zahira.

"Lo nggak liat mading, Ra? Itu gosip di tulis pake huruf yang gede, ada foto lo sama Pak Abyan juga," Ayu yang sedari tadi diam angkat bicara. "Tapi gue pribadi, gue nggak percaya sama gosip itu. Walaupun gue nggak deket banget sama lo, tapi gue tau lo anak pinter Ra. Lo nggak butuh goda dosen buat bagusin nilai lo," tambah Ayu.

"Beneran deh, gue nggak tau apa-apa!" rasanya, Zahira takut. Takut pembullyan akan kembali ia rasakan. Ia trauma dengan sebuah gosip, ia trauma dengan tatapan sinis orang-orang. Bertahun-tahun ia merasakan itu semua, dan ia tidak ingin ada dalam kubangan seperti itu lagi.

Keruangan saya sekarang, Ra. Membangun ketakutan, nggak akan membuat kamu mendapat jalan keluar.

Sebuah pesan masuk di ponselnya. Dari seseorang yang kini juga menjadi perbincangan. Sepertinya, lelaki itu pun telah mendengar kabar burung yang beredar.

Sebelum melangkah pergi dari kelas, Zahira merasa ada cekalan di pergelangan tangannya. Ia melihat ke arah sahabatnya, yang tengah menatapnya khawatir.

Zahira menunjukkan pesan yang ada di ponselnya pada Widi, tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Ya udah, kalau ada apa-apa bilang gue ya. Lo hati-hati." Zahira mengangguk, mengiyakan perkataan sahabatnya.

"Pak maksud gosip ini apa? Dan bagaimana bisa berita kaya gini beredar?" tanya Zahira tanpa basa basi. Kini Zahira tengah berada di ruangan Abyan.

"Saya akan cari tau siapa yang membuat gosip tidak benar itu. Fokus aja sama kuliah kamu, Ra." Abyan berusaha setenang mungkin menghadapi itu semua.

"Saya nggak mungkin bisa fokus kuliah, Pak. Sedangkan setiap saya jalan di fakultas, semua orang menatap saya dengan penuh kebencian."

"Maafin saya, Ra. Tapi sesegera mungkin saya akan membersihkan nama kamu, dan juga nama saya. Percaya sama saya, oke."

"Apa benar kehadiran saya membuat hubungan Pak Abyan dan Ibu Agnetta terganggu?"

"Saya sudah pernah jelaskan ini sebelumnya sama kamu kan, Ra? Saya dengan Agnetta tidak ada hubungan apapun, saya murni sayang sama kamu. Percaya sama saya, Ra."

Tanpa Abyan duga, gadisnya menangis. Pundaknya bergetar, isakan berhasil lolos dari bibir gadis itu.

"Hey, Ra. Kamu kenapa? Kamu nggak percaya sama saya? Ra?" lelaki itu khawatir. Dia tau, hidup Zahira selalu penuh dengan ketakutan. Dan dia tak ingin, hal ini juga membuat gadisnya merasa cemas.

"Saya takut, Pak. Saya takut mereka memperlakukan saya, seperti teman sekolah saya dulu. Dulu, dulu juga teman sekolah saya menatap saya seperti mereka sekarang. Dan, dan setelahnya saya di bully. Saya takut."

Abyan menggenggam tangan Zahira, mengelusnya lembut. Ia sadar betul, bahwa akibat dari bullying memang sangat besar untuk si korban. Lihatlah Zahira, dia bahkan sampai ketakutan seperti ini.

"Hey, saya akan selalu ada buat kamu. Saya akan selalu jaga kamu. Saya di sini untuk kamu, untuk melindungi kamu."

Abyan masih setia menggenggam erat jemari Zahira. Berusaha mengalirkan kekuatan, dan memberikan keyakinan. Zahira mengangguk, menghapus bulir air mata yang membasahi pipinya.

"Te-terimakasih, Pak." Abyan tersenyum, sembari merapalkan doa di dalam hatinya agar semuanya baik-baik saja.

Untuk kesekian kali, Abyan berhasil menenangkan hati seorang Zahira.

*******

Jangan lupa berdoa, belajar dan berusaha. Terimakasih...

ZAHIRA [SELESAI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang