Jika ini jalan yang harus aku lalui, kuterima. Sebab kuyakin, hatiku tidak salah menaruh harapan. Kupastikan, akan ada penyatuan.
~Abyan Nandana
**********
Abyan pulang dengan rasa yang hampa. Ia ijin untuk tidak mengampu beberapa mata kuliah hari ini. Hatinya hancur, gadisnya pergi meninggalkannya.
Sesak melingkupi hatinya, rasanya ia seolah tak bisa bernapas. Untuk pertama kalinya dia jatuh cinta, dan untuk pertama kalinya dia kehilangan cinta.
Dia tidak terluka, hanya saja rasa kehilangan begitu besar di hatinya. Bagaimana tidak? Dia sudah membayangkan kehidupan di masa depannya bersama dengan Zahira, namun itu semua kandas sudah.
"Mama tega sama Abyan, kenapa Ma?" ucap Abyan ketika menghampiri Mamanya yang tengah memasak di dapur.
"Kamu nggak ngajar? Dateng bukannya salam malah bilang Mama tega sama kamu. Tega kenapa coba, Byan?" tanya Mamanya.
"Apa yang udah Mama bilang ke Zahira? Dia ninggalin Abyan, Ma. Kenapa Mama tega sama Abyan?" Abyan merasakan sesak yang teramat. Mama yang selalu ia muliakan, ia hormati, tapi kini mneghancurkan dirinya.
"Mama ngomong apa adanya kok, dia emang nggak pantes sama kamu. Latar belakang keluarganya terlalu buruk buat kamu, Byan." Mamanya mendekat, saat hendak menyentuh pundak Abyan, lelaki itu menghindar.
"Mama lakuin yang menurut Mama baik buat kamu, Byan. Lupain dia, Mama akan jodohin kamu sama Agnetta. Kamu lebih baik dengan wanita seperti Agnetta. Kalian sepadan."
Hati Abyan mencelos. Andai saja yang di hadapannya ini bukan wanita yang telah melahirkannya, rasanya dia akan berbuat kasar. Mamanya, menghancurkan mimpi masa depannya dengan Zahira. Lalu sekarang, dengan mudah berkata akan menjodohkan dia dengan wanita lain.
"Abyan nggak mau, Abyan nggak akan terima. Abyan nggak suka sama Agnetta, dia cuma partner dosen di kampus, nggak lebih Ma." Abyan, hanya ingin hidup dan menua bersama Zahira.
"Ini yang terbaik buat kamu, Byan!" Abyan menggelang kasar, "Mama nggak pernah tau mana yang terbaik buat Abyan. Seharusnya, kalau Mama sayang sama Abyan, Mama biarin Abyan hidup dengan wanita yang Abyan cinta!"
Pikiran dan hatinya sedang kacau. Dia segera beranjak, meninggalkan Mamanya seorang diri. Dia, masih tidak rela gadis yang dia cinta, pergi begitu saja.
Abyan membuka pintu balkon kamarnya, merasakan udara sejuk yang masuk ke pernapasannya. Jika boleh, dia ingin egois. Kembali merengkuh Zahira, menggenggam erat jemarinya, dan menjadikan Zahira masa depannya.
Dia ingin egois, tak memedulikan Mamanya yang tidak memberi restu. Dia ingin egois, membantah kemauan orang tuanya. Demi Zahira, cintanya.
Pintu kamar Abyan terbuka, menandakan seseorang memasuki ruang pribadinya itu.
"Bang, galau lo?" tepukan di pundak menyadarkan Abyan.
"Kacau." Satu kata, namun sirat akan makna. Seseorang itu mengangguk, paham dengan kondisi laki-laki yang dia sebut Abang itu."Perjuangin yang hati lo mau, Bang. Hati itu nggak pernah salah milih, mungkin jalannya aja yang susah," ucap seseorang itu diiringi senyuman.
"Ilyasa Nandana, adek gue yang masih kuliah, yang lagi pontang-panting nyari judul skripsi. Tau apa lo soal cinta?" Abyan mendelik tajam, Ilyas membalasnya dengan cengiran.
"Seenggaknya gue nggak jomblo akut kaya lo! Baru juga jatuh cinta, eh udah ditentang sama Mama," ledeknya.
Abyan menggeram, andai dia bukan adiknya pasti saat ini Abyan sudah melempar Ilyas dari lantai dua rumah itu.
"Santai elah, Bang. Sekarang, lo maunya gimana? Terima perjodohan itu atau merjuangin cewek lo itu buat dapet restu dari Mama?" tanya Ilyas.
"Gue pengen perjuangin apa yang hati gue mau, tapi Zahira nggak mau. Kayanya kalimat Mama waktu nemuin dia, sangat nyakitin hati dia. Gue bingung."
Abyan mengacak rambutnya, sesekali memijit pelipisnya. Entah harus apa dan bagaimana? Mengapa cintanya harus serumit ini?
"Jalanin aja dulu apa yang Mama mau. Kalau Zahira itu jodoh lo, gue yakin pasti bakalan ada jalan buat lo sama dia nyatu Bang." Ilyas menepuk pundak Abyan, menghantarkan kekuatan untuk Abyan.
"Gue nggak mau, Yas. Hati gue nolak buat bayangin di masa depan gue hidup sama cewek lain, bukan Zahira." Sedalam itukah cinta Abyan untuk Zahira?
"Lakuin aja dulu. Percaya deh, kalo jodoh nggak bakalan kemana, pasti ada aja jalannya."
Mungkin Ilyas benar, untuk mendapatkan sesuatu yang indah dia harus merasakan sakit terlebih dahulu.
"Ngomong-ngomong lo tau dari mana? Nguping lo ya pembicaraan gue sama Mama tadi?" selidik Abyan.
"Sorry ye Bang, walaupun tingkat kepo gue ini akut, gue ogah banget nguping masalah hidup lo!" jawab Ilyas tak terima.
"Terus?" Mata Abyan masih menyelidik, mencari tau adiknya berbohong atau tidak.
"Tadi pas gue balik, gue liat mobil lo di garasi. Terus gue samperin Mama ke dapur, nanyain lo di rumah apa nggak? Eh Mama malah ngedumel katanya lo nggak bisa cari calon mantu yang baik buat Mama."
"Itu doang?" tanya Abyan lagi.
"Ya terus Mama cerita, nggak semua si. Intinya doang diceritain ke gue, terus gue susul lo ke sini. Gue tau, lo pasti lagi uring-uringan."Baru saja Abyan hendak berucap, suara ketukan pintu kamarnya menginterupsi.
"Byan, di bawah ada Agnetta. Samperin sana, dia kan calon istri kamu!" teriak Mamanya dari balik pintu.
Abyan mendesah, menarik napas lalu menghembuskannya secara kasar. Ilyas memandangi Abyan, prihatin. Kentara sekali di wajah Abyan, dia kecewa sekaligus terluka. Dan yang paling pasti, rasa kehilangan amat menyakitinya.
"Turun, Bang. Percaya aja, Tuhan pasti udah nulisin skenario terbaik buat lo sama Zahira. Hati itu nggak pernah salah pilih. Karena apa? Pemilik hati yang sesungguhnya, adalah pencipta alam semesta." Ilyas tersenyum, Abyan hanya mengangguk sebagai balasan.
Abyan menuruni satu demi satu anak tangga. Penampilannya sudah acak-acakkan. Dasi yang tadi dia buang di sembarang tempat di kamarnya, lengan kemeja ia gulung sebatas siku, dua kancing teratas kemeja terbuka, dan rambutnya sudah tak beraturan.
Abyan menghampiri seorang wanita yang tengah duduk di ruang tamu rumahnya. Dia tidak pernah suka wanita itu, apalagi semenjak Abyan tahu kebenarannya.
"Ada perlu apa?" tanya Abyan tanpa basa basi. Wanita itu tersenyum kepada Abyan, sedang Abyan masih memasang tampang datarnya.
"Kata Mama kamu dan Mama aku, kita bakal dijodohin Byan. Kamu setuju?"
Abyan tersenyum kecut, setuju? Jelas saja tidak. Bahkan dia amat sangat menentang perjodohan itu. Perjodohan yang membuat hubungannya dengan Zahira semakin jauh.
"Kalau nggak ada yang penting untuk dibicarakan dengan saya, lebih baik anda menemui Mama saya. Saya masih banyak kerjaan. Permisi."
Abyan melenggang pergi, kembali ke kamarnya. Rasanya muak dan terlalu malas menanggapi perempuan itu. Dia sedang ingin memikirkan Zahira saja, dan mencari cara agar perjodohan itu batal sekaligus mendapat restu dari Mamanya, untuk hubungannya dengan Zahira.
********
Jangan lupa berdoa, belajar dan berusaha. Terimakasih...
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAHIRA [SELESAI]
Teen FictionKulalui liku hidup, meski berderai air mata. Kadangkala dunia terasa sangat tidak adil, menguji makhluk yang bahkan telah lunglai. Duniaku terasa sangat menyakitkan. Luka demi luka kuseka, tapi duka tak henti memenjara. Entah kapan terakhir kali aku...