Beberapa hari berlalu dengan suasana kikuk di kantor. Nikko dan Carmina belum 'berbaikan'. Kalau pun mereka bicara, mereka hanya bicara soal pekerjaan, tidak lebih. Mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing tanpa menghiraukan satu sama lain.
Carmina berusaha bersikap secuek mungkin tapi nyatanya situasi sulit ini begitu menyiksanya. Selama ini dia berjuang habis-habisan untuk bersikap normal, tapi apa daya ada kalanya dia lelah dengan berpura-pura baik-baik saja. Carmina tidak suka dikasihani orang lain, kalau pun hatinya terluka, dia akan memendamnya dalam-dalam dan berpura-pura baik-baik saja. Carmina termasuk perempuan yang jarang menangis di depan orang lain, dia baru akan menangis ketika dia sedang sendirian. Ia tidak mau orang lain menganggapnya lemah, walau pun nyatanya dia tidak sekuat yang orang lain bayangkan.
Kali ini Carmina tidak tahan, secara tiba-tiba dia meninggalkan mejanya dengan terburu-buru, takut air matanya tumpah di ruangan itu. Melihat ekspresi Carmina yang sangat kacau, Ivan bangkit dari tempat duduknya dan mengikuti Carmina dari belakang. Carmina masuk ke dalam lift, diikuti oleh Ivan.
"Car...." ucap Ivan merasa khawatir.
"Nanti aku ceritain di rooftop" ucap Carmina yang berusaha keras menahan air matanya agar tidak jatuh.
Pintu lift terbuka, dan Carmina langsung berjalan cepat ke sisi sebelah kanan. Tangannya bersandar di tembok pembatas dengan pemandangan gedung-gedung bertingkat.
"Diam di posisi berdiri kamu sekarang, jangan mendekat!" perintah Carmina.
Carmina memunggungi Ivan dan tangisnya pun pecah. Ivan hanya bisa mematung beberapa langkah di belakang Carmina. Ivan bisa mendengar isakan tangis Carmina. Suaranya begitu lirih, terasa begitu menyayat hati. Setelah puas menumpahkan air matanya. Carmina lalu buru-buru menghapus sisa-sisa air matanya. Setelah air matanya sudah bersih. Carmina memberanikan diri untuk membalikan tubuhnya. Air matanya memang sudah kering, tapi mata sembabnya tak bisa disembunyikan.
"Car... kamu kenapa? Cerita ya.. aku dengerin" ucap Ivan lalu melangkah mendekati Carmina.
"Aku gak siap Van, kalau harus bersaing dengan perempuan itu lagi" ucap Carmina sambil menunduk.
"Perempuan yang mana?" tanya Ivan.
"Angelica...." ucap Carmina.
"Kamu mau balik lagi sama Luis?" Tanya Ivan.
Carmina menggeleng..
Ivan mencoba menerka-menerka apa yang Carmina maksud, sampai akhirnya dia menarik kesimpulan.
"Car.. kamu sayang sama Nikko?" tanya Ivan.
Carmina tak menjawab pertanyaan Ivan.
"Ya Tuhan... Lalu Nikko bagaimana?" tanya Ivan yang kembali tak mendapat respon dari Carmina."Biar aku yang bicara sama Nikko" lanjut Ivan.
"Jangan bicara apa pun pada Nikko, Aku tidak mau dia merasa kasihan padaku.. di hatinya masih ada perempuan itu.." ucap Carmina dengan ekspresi menyedihkan.
"Car.. kalau kamu sayang sama Nikko, kamu harus berjuang supaya dia milih kamu" ucap Ivan.
Carmina tersenyum hambar "Aku capek Van, aku selalu di pihak yang berjuang.... aku tidak di pihak yang diperjuangkan... Aku juga di pihak yang tidak dipilih.. sekarang katakan padaku, bagaimana Aku bisa dipilih? Luis yang pernah mencintaiku saja akhirnya tidak memilihku, lalu bagaimana dengan Nikko yang perasaannya padaku saja belum jelas, bagaimana dia bisa memilihku Van?" ucap Carmina sambil menahan air matanya.
"Car..." Ivan menghampiri Carmina lalu berusaha menenangkannya dengan mengelus-ngelus pundak Carmina. "Yaudah kamu pulang aja ya Car.. biar aku yang bilang sama Nikko kalau kamu sakit.. kamu langsung ke lobi aja.. nanti tas kamu Aku yang bawain. Gak mungkin kan kamu ke ruangan dengan mata sembab seperti ini"
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle of Nikko
RomanceSama-sama gagal dalam hubungan jarak jauh dan susah move on dari mantan kekasih masing-masing. Carmina dan Nikko dipertemukan dalam hubungan pekerjaan. Susah dan senang dilalui bersama hingga mencapai puncak karir impian. Akankah ada ketulusan cinta...