Sambil menunggu tamu yang belum juga datang, Mahesa asik bermain gitar di teras. Ketika sebuah cahaya lampu mobil menembus pagar yang ditutup dengan fiber plastik dia segera keluar untuk membukakan pintu gerbang. Dan seseorang membuka kaca jendela sambil tersenyum. Sebuah mobil Toyota Fortuner warna hitam kemudian masuk ke halaman rumah. Lalu mereka menuruni mobil.
"Assalamualaikum, Mahes, Om, Tante dan Nafisha ada? " tanya Bintang
Sambil menyerahkan beberapa oleh-oleh."Waalaikumsalam. Papa ada diatas Bang, sebentar saya panggilkan. Kalau mama ada acara di Bogor. Kakak ada di taman".
Lalu Mahes meletakkan beberapa makanan dan buah-buahan yang dibawa Bintang dan keluarga di meja makan. Kemudian dia ke kamar papanya untuk memberitahu bahwa Bintang dan keluarga telah datang.
Tak lama setelah itu, papa turun dan menyalami ayah Bintang, Nenek dan juga Bintang.
"Maaf Om, mengganggu istirahatnya."
"Kami kemalaman" ucap Bintang mencoba menjelaskan.
"Iya Bin, Om tahu, setidaknya kamu bisa memberi kabar." ucap Papa Nafisha.
"Mahes kakakmu mana? Panggilkan!"
"Di taman pa. Iya saya panggilkan" jawab Mahesa
"Om, boleh saya yang memanggil Nafisha?" pinta Bintang.
"Silakan saja, kami menunggu di sini."
Setelah mohon ijin pada papa Nafisha, Bintang menghampiri Nafisha. Rasa bersalah merasuki hati Bintang, sudah lebih dari tiga jam dari waktu yang dia janjikan untuk menumui keluarganya.
"Nafisha maaf, baru pertama kali aku mengajakmu bertemu, sudah membuatmu menunggu" Ucap Bintang dalam hati.
Lama, Bintang menatap punggung Nafisha, dia binggung hendak bicara apa. Bahkan sepertinya rintik gerimis yang turun malam itu tidak menggoyahkannya. Nafisha tetap berada diposisinya, duduk dilantai sambil bermain air.
Karena rintik semakin deras Bintang mempercepat langkahnya menghampiri Nafisha. Nafisha belum sadar dengan kehadiran Bintang. Lalu Bintang berjongkok di samping Nafisha dan meminta maaf.
"Nafisha, maaf, saya terlambat" ucapnya pelan.
Tidak ada jawaban dari Nafisha dia hanya menunduk melihat pantulan wajah Bintang dari riak air kolam.
"Seharusnya aku selesai praktik jam dua, tapi karena beberapa rekanku cuti, banyak pasien mereka yang kontrol ke aku. "
"Dan juga tadi ada operasi. Setengah sembilan aku baru pulang dari rumah sakit. Aku menelponmu, tapi tidak ada jawaban. Percayalah aku tidak bermaksud membuat keluargamu menunggu lama. " aku Bintang.
"Lain kali kalau kita ada acara keluarga, aku akan ambil cuti. "lanjutnya.
Lama mereka saling diam, Bintang sudah kehabisan kata-kata untuk menjelaskannya. Keduanya hanya melihat ikan yang sesekali muncul ke permukaan. Setelah beberapa saat akhirnya keluar sebuah kalimat dengan suara datar dari mulut Nafisha.
"Mungkin memang tidak seharusnya saya kecewa." jawab Nafisha singkat.
Bintang hanya membuang nafas panjang, berusaha berdamai dengan keadaan ini.
"Ayo masuk, hujan semakin deras, nanti kamu sakit lagi." ajak Bintang
"Ayah dan Nenek sudah tidak sabar melihat calon menantunya." canda Bintang mencoba menetralkan suasana.
Rintik hujan semakin terasa dingin menembus tulang melalui pakaian yang basah. Akhirnya Nafisha pun berdiri hendak berlari menuju pintu dapur.
"Lewat dapur saja lebih dekat." usul Nafisha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu yang Ku Tunggu
General FictionPendidikan itu penting, itulah yang ditanamkan ayahnya dari dia kecil, dia gadis yang mandiri, tangguh tidak mudah menyerah. Menuntut ilmu baginya adalah suatu seni, belajar dan membaca adalah hobbynya tapi tidak membuat gadis usia menjelang 28 tahu...