Part 35 : Ulang Tahun Papa

320 37 16
                                    

Masa lalu itu telah terjadi. Sekuat apa pun dihapus tak akan hilang. Yang terpenting adalah masa depan.
Itulah kenapa spion di letakkan di samping bukan di depan atau di belakang.

Kamu yang Ku Tunggu

Happy Reading

Rintik hujan menemani kesunyian perjalanan pulang. Bintang hanya fokus menyetir. Sementara Nafisha hanya asik dengan ponselnya. Hingga mereka tiba di rumah. Bintang menyuruh Nafisha masuk ke rumah. Sementara dirinya mengeluarkan barang-barang belanjaan dan membawa masuk ke dalam.

“Mas”

“Sha”

Mereka saling memanggil diwaktu yang bersamaan. Kedua mata mereka berpautan dengan seutas senyuman yang mengembang. Bintang yang semula ingin naik ke kamar atas mengurungkan niatnya. Dia menghampiri Nafisha yang masih sibuk memasukkan barang belanjaan.

“Kenapa?” Tanyanya sambil memeluk pinggang Nafisha.

“Batal” ucapnya pelan.

“Jawab nggak?” Ancamnya sambil tetap memeluk Nafisha.

“Mas sendiri tadi kenapa panggil Fisha?” Bukan menjawab malah memberikan pertanyaan yang lain.

Akhirnya Bintang menjawab pertanyaan Nafisha.
“Tadi, Mas mau bilang, kalau Mas mau mandi dulu.” Bintang mengambil kantong berisi buah-buahan dan membawanya ke wastafel untuk dicuci. Setelah itu Bintang meletakkan di meja dan mengambil melon untuk dikupas.

“Tadi Nafisha juga mau ngomong gitu Mas. Mas istirahat saja dulu kan besok harus kerja,” kilah Nafisha. Maaf Mas aku bohong. Saat memasukkan es krim dalam kulkas, Nafisha mulai menyadari es krim yang dipilihan Bintang hanya rasa vanila dan stroberi yang pasti rasa susunya sangat kuat. Nafisha tidak suka itu. Bintang juga tidak membeli coklat untuknya. Namun Nafisha tetaplah Nafisha, selalu bisa menutupi kekecewaannya.

Bintang menghampirinya. Membawa semangkuk melon yang sudah dipotong kecil-kecil lengkap dengan garpu buah di samping. Saat Bintang hendak memberikan satu suap potongan buah di depan mulut Nafisha, ponselnya berbunyi.

“Telpon, Mas?”

“Ganggu aja,” gerutu Bintang.

Dia meletakkan mangkuk dan mengambil gawai yang berada di atas buffet TV. Bintang menarik napas panjang dan memejamkan mata sejenak setelah melihat deretan angka yang muncul di layar. Keraguan untuk mengangkat panggilan telepon muncul, tapi tidak mungkin dia tidak mengangkatnya karena Nafisha terus menatapnya.

Aku sudah tahu rumahmu. Temui aku besok atau aku akan mengganggu wanita di sampingmu?” Ancam April dari balik telepon.

Suara klakson panjang di depan pagar meyakinkan bahwa April berhasil mengikuti mereka.

Saat Nafisha masuk ke kamar Bintang sedang duduk di sofa sambil membaca majalah otomotif yang tadi dibeli. Nafisha membersikan muka lalu izin untuk tidur lebih awal.

“Oh ya, Mas. Besok papa ulang tahun. Kita kasih kejutan apa ya?” Tutur Nafisha sebelum tidur.

Bintang mengakiri aktifitasnya. Dia ikut berbaring menghadap istrinya. Lalu keluar satu kata dari mulut Bintang yang membuat pipi Nafisha merona. “Cucu”, canda Bintang.

Nafisha hanya tersenyum dan beberapa menit berikutnya dia terlelap. Tidur dengan bantal lengan kekar Bintang yang kini menjadi tempat ternyaman untuknya.

Berbeda dengan Nafisha, semalam ini Bintang tidak bisa tidur. Dia memikirkan bagaimana harus menghadapi April. Semakin dia memamerkan kemesraan mereka, semakin membuat nekat. Aku harus cerita sama Nadia. Sebuah pesan berhasil dia kirimkan. Lama Bintang menunggu balasan dari Nadia padahal berulangkali notifikasi ‘typing’ muncul dari layar ponsel tapi tak kunjung ada pesan masuk. Nadia malah menelponnya. Buru-buru Bintang menolak panggilan Nadia. Dia kemudian mengirimkan foto Nafisha yang sedang tidur di lengannya. Bintang pun bertanya ulang dan jawabannya hanya sebuah emoticon warna kuning menutup mata.


Pagi ini Bintang buru-buru berangkat ke rumah sakit karena ada operasi pagi. Sarapan yang Nafisha siapkan saja batal dia makan.

“Sayang maaf ya, aku ada operasi, aku berangkat dulu ya,” ucapnya sambil mencium kepala Nafisha.

Kamu yang Ku TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang