Part 29: Salah Paham (Bagian I)

364 33 17
                                    

Ketika jarak itu datang, aku bisa melihat keberadaanmu, tetapi aku tak bisa merasakan kehadiranmu.

Kamu yang Ku Tunggu

🌹

Happy Reading, jangan lupa tinggalkan jejak dengan menekan  tombol ⭐ di akhir cerita, Terima kasih.

🌹🌹🌹

Bintang terus melirik jam dinding yang tergantung tepat di atas  bufet televisi. Jari-jarinya terus menekan remote, mengganti saluran TV tanpa minat. Sudah jam sembilan malah tetapi Nafisha belum pulang. Pikirannya kacau dengan apa yang dilihatnya siang tadi.

Bintang terlonjak dari sofa, ketika mendengar deru suara mobil memasuki halaman rumah. Langkah kakinya setengah berlari, menuju ruang tamu, mengintip Nafisha dari balik gorden. Begitu Nafisha menekan tombol remote mobil, Bintang segera berlari kembali menuju TV, seolah tidak terjadi apa-apa.

Terdengar suara pintu dibuka oleh Nafisha. Ketika langkah kakinya mulai dekat. Bintang menanyakan perihal kepulangannya.

“Baru, pulang ?!”

“Bukan tadi Nafisha, sudah kirim pesan ?” jawab Nafisha tak mau disalahkan.

Nafisha kemudian berjalan menuju meja makan. Meletakkan makanan dalam kotak yang tadi siang Bintang belikan untuknya.

“Nafisha ?” Bintang beranjak berdiri. Dia mengikuti Nafisha ke dapur.

“Aku capek Mas, mau istirahat,” potong Nafisha singkat sambil berlalu menaiki tangga.

“Jangan buang-buang makanan, mubazir !” teriak Nafisha kala melihat Bintang membuka tudung saji, hendak membuang kotak berisi makanan yang dia simpan barusan.

“Lalu kenapa tidak dimakan?”
“Aku sudah makan! Dan aku pikir besok bisa dipanaskan lagi buat sarapan,” ketus Nafisha.

Akhirnya Bintang mengalah. Tidak akan ada gunanya debat kusir dengan Nafisha. Sepertinya hatinya masih terluka.

Bintang mematikan TV dan menyusul Bintang ke atas. Sambil menunggu Nafisha mandi, Bintang membaca majalah otomotif di atas tempat tidur.

Hampir satu jam menunggu Nafisha, Bintang pun tertidur. Sesungguhnya Nafisha iba dengan posisi tidur suaminya. Namun  enggan untuk membangunkannya.

Selesai memakai krim malam, Nafisha pun merebahkan diri di samping suaminya. Dia membelakangi Bintang. Tak disangka Bintang terbangun karena adanya gerakan saat Nafisha menarik selimut.

“Sya, besok aku antar saja ya ?”

“Enggak perlu Mas, aku bawa mobil sendiri saja,” jawabnya.

Bintang mengubah posisi tidurnya menghadap Nafisha. Dia menggapai satu tangan Nafisha yang berada di luar selimut. Bintang mencium punggung tangan Nafisha. Menatap sebuah cincin pernikahan yang dia sematkan di jari manisnya. Nafisha, aku takut kehilangan kamu sayang, suara hati Bintang kala tahu istrinya tak memberi reaksi apa pun.

Suara handphone memecah kesunyian.

“Mas, handphone kamu,”

Bintang : “Iya malam,”
Rumah Sakit : ...
Bintang : “Apa tidak ada dokter lain?”
Rumah Sakit : ...
Bintang : “Siapkan semuanya, satu jam lagi saya akan sampai,”

Nafisha ikut bangun, sepertinya suaminya ada panggilan dari rumah sakit. Bintang segera ke kamar mandi untuk cuci muka, sementara Nafisha menyiapkan kaos kerah lengan panjang sesuai permintaan Bintang.

Kamu yang Ku TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang