Jarak bukan halangan untuk tidak bertemu, jika hati sudah bilang rindu, jarak bisa apa?
Kamu yang Ku Tunggu
🌹🌹🌹
Happy Reading
Nafisha sudah bersiap-siap berangkat kerja. Sementara Bintang masih menyiapkan sarapan. Suara lantai yang beradu dengan langkah kaki Nafisha menghentikan aktifitasnya.
Bintang hanya menatap Nafisha dari belakang. Bintang yakin sebentar lagi Nafisha akan menghampirinya.“Mas, kunci mobil dimana?” tanya Nafisha ketika tidak menemukan kunci mobil di laci tempat mereka biasa menaruh.
“Di saku celana,” jawab Bintang jujur. Dia sengaja mengantongi kunci mobil setelah pulang dari rumah sakit tadi.
“Sarapan dulu, ini sudah siap,” pinta Bintang. Dia mengambil dua piring nasi goreng dan beberapa potongan buah yang sudah di tempatkan dalam bok makanan.
“Aku sudah kesiangan,” jawabnya.
“Mas, mana kuncinya?” Tanya Nafisha sudah semakin jengkel.
Kalau masih pagi tentunya dia akan memilih naik taksi online, tapi ini sudah jam 6 lebih. Akan membutuhkan waktu lagi untuk menunggu driver menjemput.
“AMBIL SENDIRI,” jawabnya pelan tapi penuh penekanan. Bintang memasukkan satu piring nasi goreng dalam bok makan yang lain.“MAS…!” Nafisha pun akhirnya berteriak.
Bintang segera menghampirinya. Menyerahkan dua bok makanan dan menarik tangan Nafisha.
“Ayo, berangkat! Katanya sudah kesiangan,”
Nafisha akhirnya mengikuti langkah Bintang. Dia berharap Bintang memberikan kunci mobilnya. Tetapi sepertinya tidak. Bintang membuka pintu penumpang samping kemudi. Lalu Bintang masuk dan menyalakan mesin mobil.
Nafisha segera masuk dan meletakkan dua bok makanan di atas pangkuannya.
“Makanannya jangan di lihatin saja, tidak ada racunnya kok,”
Canda Bintang yang ditanggapi lain oleh Nafisha. Salah dia juga becanda diwaktu tak tepat.
“Ada racunnya juga enggak apa-apa. Kalau aku mati, Mas jadi gampang ‘kan berhubungan dengan wanita itu,”
Bintang menarik napas panjang agar suplai oksigen dalam otak lebih banyak. Agar kesabarannya ditambah saat menghadapi kemaranan wanita di sampingnya.
“Makanlah! Kamu boleh marah sama Mas, tapi jaga kesehatanmu,” ucapnya memohon.
Akhirnya Nafisha membuka bok berisi buah terlebih dahulu. Perlahan dia mulai mengambil potongan buah dalam kotak tersebut, dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Nafisha perlahan menggigit potongan buah dari garpu yang dia pegang. Dia lebih memilih melihat ke arah jendela dari pada melihat ke depan. Namun air matanya tiba-tiba keluar begitu saja. Biasanya saat mereka kesiangan seperti ini, mereka sarapan di mobil. Satu kotak berdua, dengan sendok dan botol minum berisi teh yang sama. Nafisha dengan telaten menyuap sendok demi sendok untuk suaminya yang masih sibuk menyetir. Namun hari ini terasa lain. Buah yang berada di mulut pun enggan untuk ditelan. Nafisha kemudian menyeka air mata sebelum Bintang melihatnya.
“Mas, enggak makan?”
Bintang masih memikirkan jawaban yang tepat. Pertanyaan jebakan buat Bintang. Kalau kondisi normal dia pasti mengarahkan tangan istrinya yang telah memegang garpu berisi buah ke mulutnya. Tetapi tak mungkin dia lakukan saat ini.
“Aku sudah makan tadi, kamu makan saja,” jawabnya bohong.Aku tahu kamu bohong, Mas. Nafisha kembali melihat ke arah jendela, dan air matanya kembali mengalir.
Mobil telah memasuki pintu masuk gedung utama. Sebelum turun, Nafisha melatakkan kotak makanan berisi sisa sarapan.
“Terima kasih sarapannya. Ini masih ada setengah buat Mas, maaf sisa,” ucapnya sedih sambil menutup pintu mobil.
Bintang tersenyum lalu memarkirkan mobil Nafisha di tempat yang teduh. Bintang membuka makanan yang Nafisha maksud, dan sepertinya dia hanya makan tiga hingga lima sendok saja, karena nasinya masih sangat rapi seperti semula dia menatanya.
Setalah hampir jam delapan pagi. Bintang hendak siap-siap ke rumah sakit. Tetapi mobilnya ditahan oleh satpam. Satpam bilang jika ada tamu dari kementerian kesehatan dan BPOM yang akan masuk. Bintang terkesima. Dari jarak beberapa meter dia melihat istrinya sudah berganti pakaian dengan baju adat wanita sunda tengkap denganhiasan di atas kepala. Bintang mengambil gawai, dan mengarahkannya ke arah Nafisha yang tersenyum dengan beberapa rekannya.
Satu per satu tamu mamasuki lobi. Mereka tersenyum, berjabat tangan, dan beberapa orang berpelukan. Matanya kembali memanas saat lelaki yang waktu itu pernah dilihatnya kembali hadir. Bahkan dia menyerahkan paper bag untuk Nafisha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu yang Ku Tunggu
General FictionPendidikan itu penting, itulah yang ditanamkan ayahnya dari dia kecil, dia gadis yang mandiri, tangguh tidak mudah menyerah. Menuntut ilmu baginya adalah suatu seni, belajar dan membaca adalah hobbynya tapi tidak membuat gadis usia menjelang 28 tahu...