Aku akan bersabar, hingga kesabaran itu tahu aku bersabar untuk hal yang lebih pahit dari kesabaran itu sendiri, meskipun aku ragu aku bisa melewatinya.
Kamu yang Ku Tunggu
🌹🌹🌹
Happy Reading,
Minggu ini Nafisha dan Bintang sudah mulai menenpati rumah mereka. Setiap hari mereka berangkat lebih pagi, karena jarak yang ditempuh lebih jauh dari biasanya. Beruntung masih ada nenek di rumah. Sementara ini neneklah yang menyiapkan sarapan mereka.
Hari ini di dalam mobil Nafisha tidak banyak bicara. Dia lebih sering melihat ponselnya dari pada ngobrol dengan Bintang. Bintang pikir karena hari ini di kantor Nafisha ada persiapan audit. Mobil Bintang sudah memasuki halaman kantor Nafisha. Tetapi Nafisha belum beranjak turun dari mobil.
“Mas, nanti malam, kita makan malam di luar, yuk,” ajak Nafisha sebelum dirinya turun dari mobil.
Bintang hanya menggangguk pelan tanda setuju. Kemudian dia melanjutkan perjalanannya ke rumah sakit. Sepanjang jalan Bintang memikirkan jika perubahan sikap istrinya pagi ini ada hubungannya dengan kejadian sabtu malam saat Bintang curhat dengan Nadia tentang April.
Apa Nafisha mendengan semua pembicaraanku tempo hari ya? Pikirnya sepanjang perjalanan.
Setelah sampai di rumah sakit, dia langsung menuju ke poli anak. Dia sangat malas berada di poli kandungan sejak ada April di rumah sakit ini. Dia kemudian duduk di kursi Nadia saat sahabatnya itu masih dandan di dekat ruang periksa.
“Kesiangan lagi? Mandi di rumah sakit lagi? Saya kira, pulang dari umroh lebih rajin. Ternyata sama saja,” ledek Bintang pada Nadia.
Nadia tahu jika sahabatnya ini sedang kurang enak hatinya. Nadia membiarkan Bintang bermalas-malasan di ruangannya.Sebetulnya jam praktik Nadia sudah dimulai, tetapi karena dia habis cuti jadi belum ada pasien.
“Hallo, kenapa Mi?” jawab Bintang kala mengangkat telepon yang masuk.
Mami RS: …
“Suruh saja Dokter April, saya sedang ada urusan.”
Mami RS : …
“Ya sudah saya ke ruangan,” ucapnya sambil mengakhiri panggilan telepon.
“Semangat ya, Bro!” Nadia menyemangati sahabatnya dengan memberikan tepukan di bahu.
Bintang tersenyum dan memberikan acungan jempol tanda ucapan terima kasih.
Tiga hari ini April mengikuti acara seminar yang diadakan oleh IDI dan POGI untuk dokter-dokter lulusan dari luar negeri. Perawat ruangan yang tadi meneleponnya memberi tahu hal itu. Bintang pun lega, setidaknya minggu ini dia bisa bekerja dengan tenang.
Setelah selesai praktik Bintang sengaja cepat keluar rumah sakit untuk menjemput Nafisha. Dari siang dia berusaha menghubungi Nafisha tapi hanya sekali diangkat. Pesan yang dia kirim pun hanya dibalas dengan jawaban-jawaban singkat.
Ketika terdengar suara azan magrib, Bintang segera keluar dari mobil dan menumpang salah di musala dekat pos satpam. Beberapa satpam yang mengenalnya menyarankan agar Bintang salat di musala lantai tiga. Mereka sungkan mengetahui suami dari salah satu pimpinan perusahaannya salat di tempat sempit seperti ini. Tetapi Bintang menolak, dia memilih salat berjamaah dengan satpam-satpam yang lain.
Bintang tidak kembali ke dalam mobil. Dia asik berdiskusi dengan seorang kepala sekuriti yang bertugas. Hingga sebuah panggilan masuk menghentikan diskusi mereka.
Bintang segera pamit ketika melihat Nafisha sudah keluar dari lobi utama. Dia menghampiri Nafisha dan membawakan laptop karenaNafisha terlihat kerepotan.
“Mas sudah salat?”
“Sudah tadi di pos,” jawab Bintang
Mereka memilih tempat makan yang searah dengan jalan pulang. Dalam perjalan pulang ini sama saja seperti tadi pagi saat berangkat. Bahkan lebih sepi karena Bintang berfikir cara menjelaskan semuanya ke Nafisha agar dirinya tidak salah paham. Dan akhirnya mobil sudah memasuki halaman sebuah restoran.
“Tunggu di sini dulu, aku ambil payung. Hujan lumayan deras.” Bintang melompat ke jok belakang untuk mengambil payung.
Hanya ada satu payung salam mobil, sehingga Bintang turun lebih dulu lalu menghampiri Nafisha untuk masuk ke dalam restoran.
Setelah mereka memesan makanan. Bintang mencoba membuka percakapan, karena dari tadi Nafisha juga tidak banyak bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu yang Ku Tunggu
Ficción GeneralPendidikan itu penting, itulah yang ditanamkan ayahnya dari dia kecil, dia gadis yang mandiri, tangguh tidak mudah menyerah. Menuntut ilmu baginya adalah suatu seni, belajar dan membaca adalah hobbynya tapi tidak membuat gadis usia menjelang 28 tahu...