Seorang pemuda mengemudikan motornya menerobos derasnya hujan dengan kecepatan tinggi di jalan perumahan. Ini dia lakukan karena sangat khawatir dengan kondisi kakaknya. Padahal dia juga memikirkan sang papa yang juga sedang kambuh sakit jantungnya akibat kaget mendengar berita pesawat yang hilang kontak sore ini.
Tapi sayang, jalanan macet sekali. Banyak sekali genangan air akibat hujan yang mengguyur jabodetabek sore hingga malam ini. Beberapa jalan pun banjir sehingga dia harus mencari jalan lain untuk sampai ke apartemen kakaknya.
Sementara itu seorang pria keluar dari taksi yang ditumpanginya. Kemudian dia berlari menembus derasnya hujan, tak peduli tajamnya butiran-butiran air hujan menembus kulitnya yang hanya dilapisi sepasang pakaian yang ia kenakan. Dia menyusuri kemacetan jalanan. Taksi yang ditumpanginya terjebak kemacetan saat akan keluar tol.
Dia panik sekali takut hal buruk menimpa istrinya. Berulang kali dia menghubungi istrinya, namun tak ada jawaban. Saat berangkat ke bendara tadi ponselnya mati, dia kehabisan baterai. Dia hanya sempat mengisi baretai handphonenya sebentar saat menunggu taksi di bandara.
Setelah berhasil melewati kemacetan dia menghampiri seorang tukang ojek pangkalan. Semoga saja dia mau.
"Ke Apartemen Kamala Casablanca ya Bang." pintanya.
"Ayo, tapi jas hujan ane cuman atu?"
"Buat Abang saja, pakaian saya juga sudah basah semua Bang."
Dinginnya udara malam ini sudah menjalar hingga ke tulang. Ditambah rintik air hujan yang semakin deras dan hembusan angin yang tertiup kencang.
Sekitar dua puluh menit setelahnya dia sudah sampai di apartemen. Setelah membayar, dia kemudian berlari menuju lift. Sudah tidak peduli orang-orang minggir darinya karena pakaiannya yang basah.
Keluar dari lift, dia mempercepat langkahnya untuk secepatnya menemukan kamar itu. Password telah masukkan. Dan pintu pun terbuka.
"Nafisha, Sha, sayang" Bintang berteriak seperti orang gila.
Karena tidak ada sahutan dirinya langsung membuka satu persatu kamar, namun sayang dia tidak menemukan Nafisha. Lalu Bintang melihat kearah kiri dari ruang TV, dia melihat pintu balkon terbuka.
Bintang menemukan Nafisha pingsan di lantai balkon. Ia segera merengkuh tubuh istrinya yang terasa dingin
"Sya, Nafisha, sayang bangun" Bintang terus memanggil nama istrinya namun Nafisha tak juga ada reaksi.
Bintang membopongnya ke kamar. Setelah itu Bintang meraba nadi di pergelangan tangan istrinya. Denyut nadinya lemah sekali.
"Sayang maaf, aku membuka kerudungmu." bisik Bintang perlahan sambil mengambil jarum pentul yang masih tersemat di jilbabnya.
Bintang kembali meraba nadi, kali ini di pangkal leher Nafisha dan hasilnya sama, nadinya lemah sekali. Bintang mengacak rambutnya kasar.
Ingin menyalahkan tapi siapa yang harus disalahkan. Menyesali tapi semua telah terjadi. Bintang mencari akal, bagaimana mungkin membawa Nafisha ke rumah sakit dalam kondisi macet seperti sekarang ini.
Dia menelepon nomor petugas resepsionis, menenyakan apakah di apartemen ini ada klinik atau juga apotek.
"Klinik sudah tutup jam sembilan tadi, Pak. Apotek 24 jam tersedia di dekat minimarket."
"Kak, Kakak, Kak?" teriak Mahes tak kalah seperti orang gila kala memasuki apartemen kakaknya.
"Abang?" tanya Mahes ragu.
"Nanti saja ceritanya, jaga kak Nafisha Abang mau ke apotek sebentar."
Apotek 24 jam yang dimaksud tidak menjual infused set padahal dia membutuhkan itu untuk istrinya. Untung tidak jauh dari situ ada apotek yang lebih langkap. Setelah membeli semua yang diperlukan Bintang kembali ke kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu yang Ku Tunggu
Ficción GeneralPendidikan itu penting, itulah yang ditanamkan ayahnya dari dia kecil, dia gadis yang mandiri, tangguh tidak mudah menyerah. Menuntut ilmu baginya adalah suatu seni, belajar dan membaca adalah hobbynya tapi tidak membuat gadis usia menjelang 28 tahu...