Sehari tanpa Nafisha serasa setahun bagi Bintang. Dia sudah banyak menghabiskan waktu membereskan rumah yang akan ditempatinya. Tapi masih jam dua siang, akhirnya dia putuskan kembali ke apartemen. Dia akan ajak Dinda jalan-jalan hari ini.
Nafisha sempat videocall dengan Dinda waktu makan sore tadi. Bintang sengaja mengajak gadis kecil itu makan di sebuah restoran yang menjual ayam krispi dengan simbol orang tua berdasi.
Setelah menutup sambungan telepon, Dinda memuji kecantikan dan kebaikan Nafisha. Dia ingin rajin belajar agar pintar seperti Nafisha.
Bintang sempat menceritakan awal kekagumannya dengan Nafisha saat dia mengisi materi di seminar yang diikutinya beberapa bulan lalu.
“Om, papa sudah pulang. Dinda pulang ya.” Pamitnya saat sang ayah menjemputnya.
Bintang pun mengikuti langkah mereka kembali ke kamar. Sesampainya di kamar, Bintang kembali mengambil handphonenya lalu menelepon Nafisha tapi teleponnya terputus karena sudah malam.
🌻🌻🌻
Setelah dua minggu libur hari ini pertama kali Bintang kembali bekerja. Perawat dan bidan yang sering bekerjasama dengannya sengaja membutkan kejutan kecil di ruangan.
Nadia yang ikut serta, namun hanya tersenyum tak berdosa melihat sahabatnya mendapat kejutan dari perawat-perawat di Rumah Sakit.
“Dok, gimana Dok, sudah hamil belum istrinya”
“Di Jakarta atau Labuan Bajo Dok, golnya”
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus-menerus mengejarnya. Dan tak satu jawaban pun dia jawab.
“PRIVACY. Kami pengen pacaran dulu, kalau ternyata istriku hamil, itu bonus.” jawab Bintang bijaksana.
“Tapi udah kan?” pertanyaan nakal Nadia yang sengaja dia bisikkan di telinga Bintang.
“Tolong tinggalkan ruangan ini saya mau kerja!” jawabnya cepat.
Nadia berlari meninggalkan ruangan Bintang karena sebuah stetoskop hampir melayang jika dirinya tidak cepat pergi.
Makan siang ini mereka sengaja makan keluar sekaligus syukuran pernikahannya. Bintang menyetujuinya dengan catatan dokter Nadia ikut. Karena rata-rata perwat nya adalah perempuan. Sepulang makan siang mereka kembali ke rumah sakit dan Bintang meneruskan pekerjaannya membuat laporan status pasien.
Tapi belum semuanya selesai perutnya mual. Kepalanya pusing dan suhu tubuhnya meningkat. Kemudian dia izin pulang cepat karena tidak kuat. Sontak tingkah aneh Bintang menjadi bahan perbincangan perawatnya. Kasak-kusuk pun yang terjadi kalau Bintang sedang ngidam karena tadi pagi perasaan sehat-sehat, habis makan kok muntah-muntah.
“Dokter Bintang mana?” tanya Nadia pada salah satu perawat.“Pulang Dok, meriang katanya.”
“ Besok kalau dia sudah datang, bilang dicari sama manager pelayanan medik, mau ada rapat katanya. Soalnya aku besok mulai cuti.”
Beberapa jam setelah ia sampai apartemen dia segera minum obat penurun panas dan obat mual berharap kondisinya membaik.Setelah salat magrib dia menghubungi istrinya tapi nomornya tidak aktif. Beberapa saat setelah itu, Nafisha menelponnya. Dia mengabarkan kalau cuaca di Semarang buruk, sedang hujan angin, jarak pandang sangat pendek sehingga untuk penerbangan ke Jakarta ditunda hingga cuaca membaik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu yang Ku Tunggu
Tiểu Thuyết ChungPendidikan itu penting, itulah yang ditanamkan ayahnya dari dia kecil, dia gadis yang mandiri, tangguh tidak mudah menyerah. Menuntut ilmu baginya adalah suatu seni, belajar dan membaca adalah hobbynya tapi tidak membuat gadis usia menjelang 28 tahu...