Kamu yang Ku Tunggu

940 53 10
                                    

Memasuki usia 7 bulan kandungan berat badan Nafisha sudah naik lebih dari 18 kg, hingga membuat penampilan semakin menggemaskan saja. Pipi cabi nan putih itu, terlihat seperti bakpao yang setiap saat ingin Bintang gigit. Jari-jari tangannya pun lebih berisi, hingga tidak satu pun perhiasan yang sanggup masuk ke jari. Belum kaki, ukuran sepatunya naik 2 hingga 3 ukuran dari biasa.

Mengandung anak kembar sungguh luar biasa, apalagi ini kehamilan pertama. Serta cucu pertama bagi kedua keluarga.

Semenjak kehamilan berusia 6 bulan ia sering izin tidak masuk kantor. Nafisha terpaksa bekerja dari rumah karena mudah sekali kelelahan. Pernah Nafisha mengajukan pengunduran diri, namun perusahaan masih ingin mempertahankannya sehingga mereka lebih banyak menggunakan aplikasi online untuk rapat dengan beberapa rekan kantornya.

“Sudah siap? Ayo berangkat, mumpung masih pagi.” Ajak Bintang setelah mereka selesai sarapan.

Mereka berencana membeli perlengkapan bayi sabtu ini, sengaja Bintang mengambil libur praktik untuk menemani Nafisha.

“Sudah, Mas. Tapi,….” Kalimat Nafisha terpotong dan ia kembali duduk di kursi tamu.

“Kenapa? Dari kemarin, Bunda kan semangat banget untuk belanja perlengkapan anak-anak,” ucap Bintang setelah ikut duduk di samping istrinya yang masih cemberut.

Untuk beberapa saat Nafisha diam, ia hanya memasukkan tanganya pada salah satu kantong gamis yang ia pakai.

“Ini.” Nafisha mengeluarkan kaus kaki dari kantongnya.

Bintang hanya tertawa ringan, satu tangannya meraih kaus kaki dari tangan istrinya satu tangannya lagi mencubit hidung istrinya yang semakin mungil karena tertutup pipi. Bintang lantas duduk di lantai dan membantu memakaikan kaus kaki. Dengan perut besarnya sudahlah pasti hal itu tidak akan bisa ia lakukan. Jangankan memakai kaus kaki, sekadar bangun dari tidur saja terkadang Nafisha butuh bantuan Bintang.

“Ada yang bisa dibantu lagi, Tuan Putri?” Canda Bintang setelah meletakkan flat shoes di dekat kaki Nafisha yang mendapat hadiah senyuman.

“Terima kasih, Mas. Maaf sudah banyak merepotkan.”

Nafisha segera memegang tangan Bintang dan menggunakan sepatu.

Canda tawa mereka menghangatkan suasana pagi sepanjang perjalanan ke pusat perbelanjaan.

Mereka telah sampai di sebuah Mal kawasan Jakarta Utara. Setelah memasuki sebuah toko yang khusus menjual perlengkapan bayi dan ibu menyusui, Nafisha memberikan daftar belanjaan yang telah ia buat kepada pramuniaga yang bertugas. Nafisha hanya perlu duduk saja semua yang diperlukan sudah diantar oleh pegawai toko.

Sementara Bintang masih melihat-lihat bok tidur bayi, Nafisha sudah memenuhi ranjang belanjaan dengan pakaian bayi, selimut, dan perlengkapan-perlengkapan kecil lainnya. Setelah menentukan pilihan bok bayi, Bintang mendorong dua kereta bayi di samping Nafisha.

“Bunda, pilih yang mana? single atau double.” Bintang berdiri di samping Nafisha yang masih duduk mengamati kereta dorong bayi di sampingnya.

“Dokter Bintang kan?"
"Semoga persalinan istrinya lancar, Dok.” Seorang yang pernah ia bantu proses persalilannya menyapanya.

“Iya, terima kasih, Bu. Mohon maaf siapa ya?”

“Saya ibu bayi yang mengalami Twin to Twin Transfusion Syndrome, Dok.”

“Oooo, iya-iya saya ingat. Bagaimana kabar si kecil, Bu. Sudah hampir satu tahun ya usianya.”

“Puji Tuhan, Dok. Langit sehat, tetapi Angkasa tidak bisa diselamatkan saat harus menjalani operasi penyambungan usus besar tahap dua.”

Percakapan selesai. Wanita itu segera pamit, dan meneruskan belanjanya. Setelah mereka sedikit berbincang-bincang sebelumnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kamu yang Ku TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang