Menganal bukan masalah berapa lama bersama,
tetapi terletak pada kekerbukaan dan kejujuran masing-masingJam di kamar Nafisha menunjukkan pukul 5 pagi namun sang fajar belum beranjak dari peraduan. Pagi ini sangat gelap membuat Bintang kembali terlelap setelah salat subuh tadi.
Sepertinya perselisihan semalam membuat Bintang tidak bisa tidur. Entah sudah malam ke berapa dirinya jarang tidur.
Tetapi perlahan kesadarannya pulih saat dia mendengar suara Nafisha dari dalam kamar mandi seperti sedang muntah. Bintang mengetuk pintu kamar mandi sambil memanggil nama istrinya.
“Nafisha. Sayang kamu kenapa?” tanya Bintang panik.Nafisha sedikit membuka pintu. “Mas, tolong ambilkan air minum,” pinta Nafisha.
Bintang segera keluar kamar untuk ke dapur dan mengambilkan air minum untuk Nafisha.
Tak lama Bintang kembali. Segelas air hangat sudah ada di tangan Nafisha. Bintang mengusap-usap bahu Nafisha yang tidak tertutup handuk dengan minyak telon.
“Aku enggak apa-apa kok mas. Aku memang biasa berkumur dengan air matang saat gosok gigi, dan tadi aku lupa bawa air minum. Pakai air keran malah muntah-muntah,” jelas Nafisha.
Bintang membantu Nafisha jalan menuju meja rias. Bintang mengusap keringat di kening istrinya dengan tisu. Keringat juga menghiasi bawah kelopak matanya yang tampak lebih gelap. Sepertinya Nafisha masih kelelahan. Namun hari ini Nafisha akan kembali bekerja. Dan pasti dia menolak jika Bintang menyuruhnya cuti lagi.
“Kamu yakin enggak apa-apa? Nadimu juga lemah sayang,” ucap Bintang sambil meraba pergelangan tangan Nafisha.
“Sudah sana, Mas Mandi! Atau aku berangkat duluan?”
Setelah sarapan bersama, kedua mobil berjalan beriringan. Bintang mengikuti mobil Nafisha dari belakang. Hingga di pertigaan akses jalan tol mereka berpisah. Bintang lurus sedangkan Nafisha belok kiri untuk akses masuk menuju tol Bekasi Timur-Jakarta.
“Hati-hati sayang, aku duluan ya!” Bintang membuka jendela dan mendahului Nafisha yang masih berhenti karena lampu merah.
Nafisha menjawab dengan senyuman dan suara klakson kecil isyarat setuju.
Nafisha sekarang sudah berada dalam kemacetan tol Bekasi Timur. Meskipun sudah ganjil-genap tol ini masih saja macet. Biasanya kemacetan akan sedikit terurai setelah lewat tol Bekasi Barat.Hampir 20 menit berikutnya Bintang menelepon. Bintang mengabarkan jika dirinya sudah sampai rumah.
“Macet banget, Mas. Tol Barat saja aku belum lewat,” keluh Nafisha.Tidak bermaksud ngobrol berlama-lama karena sedang mengemudi jadi telepon keduanya terputus.
Nafisha kembali menatap nanar kemacetan di depan matanya sambil mendengarkan musik melalui radio. Lalu membawanya dalam ingatan pesan wanita bernama April kemarin. Aku masih mencintaimu, Zie.
Tiba-tiba suhu Di mobil terasa lebih hangat. Nafisha menekan beberapa kali tombol pengatur suhu agar lebih dingin. Lalu dia ingat dia masih punya beberapa coklat di dalam tas.
Nafisha hendak mengambil coklat dalam tas yang berada di kursi samping kemudi. Namun nahas, kejadian ini membuatnya kurang jaga jarak sehingga bagian depan mobilnya menyeruduk mobil di depan. Pengemudi terlihat marah. Dia menyuruh mobil Nafisha menepi.
Nafisha pun turun dan meminta maaf atas kelalaiannya. Dia kembali ke mobil untuk mengambil kartu nama.
“Ini kartu nama saya, Pak. Saya buru-buru, maaf. Bapak bisa menghubungi nomor telepon saya,” ucap Nafisha sopan pada pengemudi yang ternyata pengemudi taksi online.
Nafisha lalu kembali ke dalam mobil dan melanjutkan perjalanannya karena sekarang sudah mulai lancar Nafisha pun menambah kecepatannya
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu yang Ku Tunggu
Fiksi UmumPendidikan itu penting, itulah yang ditanamkan ayahnya dari dia kecil, dia gadis yang mandiri, tangguh tidak mudah menyerah. Menuntut ilmu baginya adalah suatu seni, belajar dan membaca adalah hobbynya tapi tidak membuat gadis usia menjelang 28 tahu...