Part 33: Kangen

355 34 6
                                    

Saat kau juah jadi rindu, itu biasa. Tetapi saat dia dekat semakin rindu, tandanya ada yang lain
dalam perlakuannya

Kamu yang Ku tunggu

🌹🌹🌹

Happy reading

Malam ini Bintang sudah berada di ruangan Nafisha. Tepatnya ruang kerja kantor Nafisha. Bintang menjemput di kantor karena Nafisha bersama tim harus segera menyerahkan dokumen-dokumen hasil audit dan survey dari Jerman. Berkas-berkas harus segera diserahkan ke sekretarisnya.

Cukup lama Bintang menunggu di ruangan sambil sesekali memainkan gawainya. Nafisha yang masuk kembali ke ruangan, melihat gelagat Bintang yang sudah mulai bosan menunggunya.

“Mas, sebentar ya. Lima belas menit lagi,” pinta Nafisha saat suaminya lebih asyik melihat handphone dari pada memperhatikannya.

Nafisha kembali keluar dan baru kembali sekitar tiga puluh menit.

🌻🌻🌻

Dalam perjalanan pulang Bintang lebih banyak diam, sesungguhnya dia kesal namun dia juga tahu kalau istrinya juga sangat lelah.

“Mas, maaf membuatmu menunggu lama.” Nafisha tiba-tiba menyandarkan kepala di pundak kiri Bintang, sementara tangannya memeluk lengan Bintang.
Bintang mencium pucuk kepala Nafisha. Tetapi masih tetap fokus menyetir.

“Aku enggak apa-apa, hanya takut kamu kelelahan sayang. Perjalanan Jerman-Indonesia tidak sebentar. Enam belas jam di pesawat itu sangat melelahkan,” ucap Bintang.

Tetapi tidak ada jawaban dari Nafisha. Yang ada kini lengan Bintang semakin terasa berat. Beruntung mobil Bintang tranmisi matic  jadi masih bisa menyetir dengan satu tangan. Padahal belum ada lima belas menit mereka di dalam mobil.

Saat lampu merah, Bintang membenarnya posisi tidur Nafisha yang masih saja bersandar dan memeluk sebelah lengannya. Bahkan kini mereka telah sampai di depan rumah. Bintang segera menekan remote pagar agar terbuka.

Mobil sudah terparkir sempurna Bintang ingin membangunkan Nafisha tapi dia masih terlelap. Bukan tak mau menggendong layaknya di drama-drama Korea, Bintang hanya takut mengusik tidur Nafisha.

Dia putuskan untuk sedikit membuka kaca jendela belakang agar tetap ada sirkulasi udara. Menemani Nafisha tidur di mobil dan menunggu hingga Nafisha terbangun sendiri.

Beberapa jam kemudian, karena merasakan beban yang berat di atas kepalanya Nafisha akhirnya terbangun. Berulang kali ia mengerjapkan mata. Bukannya ini sudah sampai rumah? Tanyanya dalam hati. Dia melirik jam di pergelangan tangannya, ternyata hampir jam satu pagi. Seharusnya mereka sampai rumah paling macet jam sepuluh. Mungkin Mas Bintang sengaja membiarkanku tidur.

“Mas, masuk yuk! Banyak nyamuk.” Nafisha melingkarkan sebelah tangannya di atas perut Bintang.

Bintang tersentak. Ia segera membetulkan posisi duduk. “Kepalaku berat ya, kamu sampai terbangun?” Tanyanya sambil tersenyum.

Nafisha pun tersenyum tidak menjawab pertanyaan suaminya. Bintang segera turun dan mengambil koper-koper bawaan, karena istri tercintanya selalu saja menolak untuk dibukakan pintu.

Pintu rumah sudah dibuka semua koper sudah Bintang masukkan. Tumben Nafisha belum mau turun?! Kenapa dia tiba-tiba manja begini?

Bintang kembali keluar menghampiri istrinya. Setelah membuka pintu mobil “istriku tersayang, silakan,” Bintang memberi jalan pada Nafisha.

Kamu yang Ku TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang