Hidup itu sederhana
Keinginanlah yang membuatnya sulit
dan ....
perasaanlah yang membuatnya rumit🌹🌹
Happy Reading
Waktu menunjukkan pukul 18.45, setelah salat magrib tadi Nafisha segera berganti baju menggunakan gamis berwarna putih gading dengan kerudung senada. Dia merias sedikit wajahnya agar tidak terlihat pucat. Setelah semua selesai aku dan Annisa___saudara sepupu dari mama, turun membantu menyiapkan makanan di ruang depan. Tapi mama melarang. Mama takut baju putih yang ku pakai kotor, sehingga sulit jika dibersihkan.
"Mah, kata papa semua disuruh kumpul di taman acara akan segera dimulai.
Mama menyerahkan urusan makan malam pada ibu-ibu tetangga yang sengaja mama undang. Mama segera menuju ke taman samping rumah tempat berkumpulnya kedua pihak keluarga. Diikuti Anisa, dan Nafisha. Tiba-tiba tangan Annisa ditarik oleh Nafisha. Genggaman tangan Nafisha terasa dingin, jari-jarinya memucat, keringat keluar dari keningnya.
"Tenang yaa," bisik Annisa
Semua keluarga dan beberapa tamu melihat kedatangan kami. Satu kali tatapan kami bertemu, namun lelaki berjas biru tua itu terus menerus menatapku, sehingga aku lebih baik menunduk dengan sesekali mengusap keringat yang terus mengalir di kening ini.
"Karena semua sudah kumpul saya kira acara bisa dimulai". ucap papa Nafisha kepada calon besannya.
Pak Fajar--- calon besannya, memulai acara malam ini dengan mengucap salam, lalu menuturkan tujuannya malam ini berkunjung.
"Pak Dimas, Alhamdulilah malam ini, kami beserta keluarga kecil kami datang kembali kesini untuk melamar putri pak Dimas, ananda Nafisha untuk anak kami Gozie Bintang Pratama. Apakah Nak Nafisha bersedia?"
"Nak, hari ini keluarga Pak Fajar jauh-jauh dari Bandung, untuk melamarmu untuk putra dan cucu semata wayang mereka, Nak Bintang. Jawaban papa serahkan padamu karena itu hakmu, kewajiban kita sebagai orang tua hanya mediator dan merestui apa yang menjadi pilihanmu."
Nafisha yang sudah terbiasa menerima tamu dari berbagai negara, orang yang pandai bernegosiasi, biasa mengisi acara seminar-seminar tiba-tiba kelu dengan pertanyaan yang mengalun bertubi-tubi dari orang tua Bintang maupun papanya sendiri. Dia berfikir bahwa malam ini dia hanya perlu duduk manis menerima keputusan papa, toh beberapa minggu yang lalu dia sudah menyerahkan semuanya kepada sang papa, tapi kenapa semuanya harus Nafisha jawab disini.
"Bagaimana Nak, apa jawabanmu, atau kamu butuh waktu untuk berfikir-fikir dulu."Tanya papa
"Bismillah hirohmannirohim, saya terima lamaran ini."
Semua keluarga mengucapkan hamdalah atas jawaban Nafisha.
Acara selanjutnya pemasangan cincin untuk Nafisha dan Bintang. Mereka berdiri bersebelahan. Nenek memakaikan cincin di jari manis Nafisha sedangkan mama memakaikan cincin di jari Bintang. Nenek memeluk erat tubuh Nafisha, seolah berharap wanita inilah yang akan menggantikan tugasnya, mengurus segala keperluan cucunya kelak.
Kemudian mereka berfoto berdua, mungkin karena aku terlihat kaku, Annisa datang menghampiriku dan menyilangkan tangan kananku dengan tangan kiri Bintang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu yang Ku Tunggu
General FictionPendidikan itu penting, itulah yang ditanamkan ayahnya dari dia kecil, dia gadis yang mandiri, tangguh tidak mudah menyerah. Menuntut ilmu baginya adalah suatu seni, belajar dan membaca adalah hobbynya tapi tidak membuat gadis usia menjelang 28 tahu...